Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
DALAM Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nebeng berarti 'ikut serta (makan, naik kendaraan, dan sebagainya) dengan tidak usah membayar'. Karena itu, bila seseorang nebeng, pasti ke orang lain, ia dapat fasilitas gratis. Pihak yang ditebengi biasanya tidak mematok berapa ongkos yang mesti dibayar.
Namun, benarkah bahwa menebeng di era sekarang pasti gratis? Masih adakah orang yang ikhlas ditebengi orang lain tanpa imbalan apa pun? Sejauh mana batas 'keikhlasan' seseorang untuk ditebengi?
Fenomena nebeng sebetulnya bukan barang baru. Sejak dulu, orang kerap menebeng teman atau saudara, atau kendaraan yang kosong, kebetulan arah perjalanannya sama. Namun, itu dulu. Sekarang, karena urusan 'pernebengan' itu semakin marak, khususnya di kalangan karyawan kantor, mulailah perkara tebeng-menebeng ini menjadi bisnis sampingan. Orang boleh menebeng asal mau saweran untuk bahan bakar minyak atau bayar tol.
Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Enak?
Ya, fenomena nebengers memang sudah sejak lama dikenal sebagai gerakan berbagi tumpangan kendaraan sambil berusaha mengurai kemacetan Jakarta. Di awal kemunculannya, nebengers memanfaatkan platform Twitter untuk berinteraksi, membangun sebuah komunitas agar dapat menghemat biaya perjalanan, mencari teman baru, berbagi pengalaman, dan niat mulia mendukung kampanye hijau peduli lingkungan.
Dalam perjalanannya, komunitas penebeng itu tidak lagi memanfaatkan platform media sosial. Sudah sewindu lebih terakhir, mereka sudah membentuk aplikasi mobile khusus di perangkat Android maupun IOS. Si pemberi tumpangan kini juga diberi kebebasan untuk memasang tarif bila ingin memberi tumpangan. Berbeda dengan ketika masih memanfaatkan Twitter, saat si penumpang hanya memberi tarif seikhlasnya, bahkan sekadar berbagi cemilan selama perjalanan.
Kini, urusan 'seikhlasnya' sudah tidak ada. Urusan sharing juga lebih mengarah ke uang yang mesti dibayar. Ada yang bilang, masyarakat kita sering sungkan kalau hanya menumpang tanpa ada kejelasan berapa uang yang harus dibayarkan untuk patungan. Kalau dibilang seikhlasnya, mereka juga bingung harus patungan berapa. Karena itu, melalui aplikasi, penebeng memberikan kesempatan kepada si pemberi tumpangan untuk memasang tarif atau tidak.
Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo
Namun, jumlah tarif yang ditulis pengguna aplikasi tidak seperti ketika menggunakan transportasi online. Karena metodenya ialah sharing, nilai rupiahnya pun sangat terjangkau. Misalnya ada salah satu pengguna aplikasi yang mengajak patungan Rp45 ribu untuk perjalanan dari Bandung ke Jakarta, jadilah dan gas.
Namun, semua cerita saya di atas ialah urusan menebeng mobil dengan jarak paling jauh ratusan kilometer. Lalu, bagaimana kalau ada yang mengeklaim menebeng teman yang mencarter pesawat pribadi dengan jarak ribuan kilometer dari Jakarta ke Amerika Serikat? Seperti kalimat dalam lagu duet Utha Likumahua-Trie Utami, 'mungkinkah terjadi?'.
Itulah pertanyaan yang amat ramai diapungkan publik (termasuk netizen yang budiman) dalam beberapa jam terakhir. Pemicunya, pernyataan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, di Gedung KPK seusai mengklarifikasi penggunaan jet pribadi saat bepergian ke Amerika Serikat, sebulan yang lalu. Kaesang membantah menerima gratifikasi terkait dengan kepergian bersama istrinya itu. Ia menyebut menebeng temannya yang juga menyewa pesawat.
Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas
Selain menebeng, Kaesang menyebut ia bukanlah pejabat. Dengan demikian, begitu logila Kaesang, ia tidak bisa dipersalahkan atau dikategorikan sebagai penerima gratifikasi yang memang diharamkan untuk penyelenggara negara. Selesaikah semua urusan bepergian dengan jet pribadi itu? Atau, setidak-tidaknya, mulai ademkah jagat media sosial?
Jawabnya justru sebaliknya, jagat media sosial makin riuh. Netizen semakin bertenaga dan mendapat amunisi baru untuk meramaikan urusan sewa jet pribadi ini. Pertanyaannya bersumbu pada tiga hal: pertama, mengapa penjelasan soal nebeng itu baru dilakukan sekarang setelah 'menyepi' selama satu bulan? Kedua, logiskah menebeng secara gratis dengan pihak yang ditebengi ikhlas tanpa berharap imbalan tertentu? Ketiga, jika yang menebeng itu bukan anak presiden, bakalkah pihak yang ditebengi meluluskan permohonan menebeng itu?
Tentu, kita perlu mengapresiasi Kaesang yang mau mengklarifikasi urusan sewa-menyewa jet pribadi itu ke KPK. Ia datang sendiri, tanpa harus dipanggil KPK sebagaimana tuntutan banyak orang. Itu jelas 'meringankan' beban KPK dan menghargai protes khalayak yang bercuriga ada udang di balik batu dalam urusan sewa-menyewa jet pribadi itu.
Namun, publik, khususnya jagat media sosial, punya postulatnya sendiri. Ada yang bilang, jagat maya memang 'kejam'. Ia tidak hanya menyingkap tingkah laku figur publik, apalagi keluarga presiden, tapi sudah menelanjangi banyak hal. Lebih-lebih lagi ketika kian banyak orang kehilangan kepercayaan dengan institusi KPK, tidak percaya lagi pada kata-kata yang mudah berubah dan kehilangan autentisitasnya, penelanjangan itu bahkan kerap amat liar.
Karena itu, kini tinggal KPK yang memegang bola. Apakah bola itu mau ditendang, digiring, dibawa ke pojok, atau dibawa mendekat gawang agar tercipta gol-gol sebagaimana dikehendaki banyak orang, semua bergantung pada KPK. Publik tinggal menunggu hasilnya. Bila memang tidak ada apa-apanya, tidak ditemukan 'udang di balik batu' dalam urusan pernebengan itu, ya sampaikan saja secara benderang dan sejujur-jujurnya dengan logika sesehat-sehatnya.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved