Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kisah kian Resah Kelas Menengah

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
31/7/2024 05:00
Kisah kian Resah Kelas Menengah
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

TULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali. Pokoknya, sering. Saya tertarik untuk terus-terusan mengulik soal kelas menengah karena ada pandangan berbeda antara data yang disajikan ekonom dari sejumlah lembaga ekonomi dan keyakinan pemerintah.

Sejumlah ekonom mencatat terjadi penurunan proporsi jumlah kelas menengah di Indonesia setelah pandemi covid-19. Menurut data dari Bank Mandiri, proporsi kelas menengah RI pada 2019 masih mencapai 21% dari populasi. Namun, jumlah itu merosot pada 2023, alias seusai pandemi, menjadi 17%. Angka penurunan yang 4% jelas tidak menyenangkan bagi pemerintah yang merasa sudah pontang-panting menjaga daya beli demi mempertahankan pertumbuhan ekonomi minimal 5% per tahun.

Sejalan dengan penurunan jumlah kelas menengah itu, masyarakat yang masuk kelompok calon kelas menengah, atau aspiring middle class (AMC) juga naik. Begitu pun proporsi kelas rentan juga ikut naik. Pergeseran itu diduga terjadi karena banyak warga kelas menengah yang jatuh miskin setelah berbagai hantaman yang terjadi selama pandemi covid-19.

Namun, pemerintah tidak yakin terjadi penurunan kelas menengah. Seperti yang disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Ia menilai saat pandemi, banyak masyarakat yang beralih bekerja secara daring. Dia mencontohkan banyak anak muda yang saat ini bekerja secara jarak jauh di Singapura. Jadi, Suharso menyimpulkan, bukan berarti mereka yang tadinya kelas menengah kini jatuh miskin.

Menurut Suharso, keyakinannya itu bisa dikonfirmasi baik secara kasatmata maupun via data-data perekonomian lainnya. Dia mengatakan data kemiskinan yang dirilis BPS menunjukkan jumlah warga miskin di Indonesia tidak naik. Jumlah warga yang miskin juga turun. Begitu pun data pengangguran terbuka di Indonesia yang terus berkurang.

Namun, saya, kok, skeptis dengan keyakinan pemerintah itu. Saya justru melihat sejumlah data yang beruntun muncul akhir-akhir ini kian mengonfirmasikan bahwa ada masalah serius dengan kelas menengah kita. Pekan lalu, saya memotret kerisauan seorang teman yang merasa sudah 'bermigrasi' kelas tahun ini, dari yang tadinya 'gongahwah' menuju 'gongahwah'. Gongahwah yang pertama ialah golongan menengah agak mewah. Gongahwah yang terakhir ialah golongan menengah terbawah.

Apalagi setelah sejumlah analis dan ekonom menilai kondisi kelas menengah Indonesia benar-benar dalam keadaan serbasulit. Tabungan mereka mulai terkikis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, di sisi lain mereka juga terjerat oleh pinjaman. Data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia pada Mei lalu menunjukkan porsi cicilan pinjaman terhadap pendapatan meningkat pada hampir semua tingkat pengeluaran responden.

Untuk kelompok pengeluaran Rp1 juta-Rp2 juta per bulan, porsi dana yang dipakai untuk membayar cicilan dari pendapatan mereka meningkat, dari 7,1% ke 7,3%. Begitu juga untuk kelompok pengeluaran Rp2,1 juta-Rp3 juta per bulan, porsi bayar cicilan dari pendapatan mereka naik dari 9,2% ke 10,2%.

Warga kelas menengah yang masuk kelompok pengeluaran Rp3,1 juta-Rp4 juta per bulan menunjukkan porsi cicilan mereka melonjak dari 10,3% ke 11,2% dari pendapatan. Lonjakan pembayaran cicilan juga tercatat terjadi pada kelompok pengeluaran Rp4,1 juta-Rp5 juta yang naik dari 12,3% ke 12,9%. Hanya golongan paling atas dengan pengeluaran di atas Rp5 juta per bulan yang porsi cicilannya menciut dari 14,9% ke 13,9%.

Data-data itu, kok, rasanya cukup untuk menilai bahwa kelas menengah sedang terjepit oleh berbagai iuran dan pengeluaran kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Akibatnya, jumlah pinjaman ikut meningkat. Terjadi tren penurunan dari sisi tabungan, tapi muncul kenaikan pinjaman yang membuat cicilan juga membengkak.

Saya menduga kenaikan pinjaman ini terjadi karena pendapatan masyarakat yang habis untuk konsumsi sehari-hari. Hal tersebut membuat kelas menengah mulai menggunakan tabungan mereka dan melakukan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Gejala itu terekam dalam data Mandiri Spending Index (MSI) yang menunjukkan porsi belanja kebutuhan pokok atas pendapatan masyarakat kita tahun ini meningkat, dari 13,9% tahun lalu menjadi 27% di semester I tahun ini. Itu artinya, 'ruang fiskal' kelas menengah kita tidak terlalu memadai untuk mendanai kebutuhan-kebutuhan di luar kebutuhan dasar.

Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menegaskan kian terjepitnya kelas menengah. Data itu menunjukkan tidak semua masyarakat yang mengambil cicilan mampu membayar cicilan itu. Pada sektor cicilan kendaraan bermotor, OJK mencatat rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) industri multifinance terus naik pada tahun ini. Hal itu diikuti pula dengan melambatnya pertumbuhan pembiayaan.

Lembaga pembiayaan pun mengakui belakangan ini sedang melakukan pengetatan pengajuan kredit. Alasannya, mereka menganggap daya beli masyarakat saat ini semakin rendah. Karena itu, tidak mengherankan bila dampaknya membuat kinerja penjualan mobil dan motor tertekan. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut sepanjang Januari-April, penjualan mobil baru merosot 14,8% yoy. Pada periode yang sama, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia mencatat penjualan motor baru juga turun 1,11% yoy.

Karena itu, ada baiknya bagi pemerintah untuk meneliti lagi gejala penurunan 'gongahwah' ini. Ketimbang menggenggam erat keyakinan bahwa 'kelas menengah baik-baik saja', lebih penting kiranya menimbang sejumlah solusi agar tidak terjadi penurunan kelas menengah yang kian mendalam. Itu dimaksudkan supaya kita tidak terkena Paradoks Cile: saat pertumbuhan ekonomi terlihat baik, tapi daya beli kelas menengah terus merosot. Anomali tersebut memicu instabilitas Cile.



Berita Lainnya
  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.

  • Basa-basi Meritokrasi

    27/5/2025 05:00

    HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.

  • Perseteruan Profesor-Menkes

    26/5/2025 05:00

    ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”

  • Koperasi dan Barca

    24/5/2025 05:00

    KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.