Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Resah Gongahwah

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
27/7/2024 05:00
Resah Gongahwah
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah. Saya juluki puncak kelas menengah karena pengeluaran per orang di anggota keluarga mereka sudah lebih dari Rp7 juta per bulan.

Mereka bercerita bahwa setahun sekali wajib melancong, entah ke dalam negeri seperti ke Bali, Raja Ampat, Labuan Bajo, nonton Moto-GP di Mandalika, atau ke luar negeri bareng keluarga. Biasanya mereka ke Singapura, Bangkok, Istanbul, atau umrah ke Mekah.

Namun, kondisi itu berlangsung sejak tujuh tahun hingga dua tahun lalu. Sejak tahun lalu, mereka tidak melakukan itu lagi. Tahun ini pun, mereka 'tutup buku' untuk jalan-jalan. "Lo, kenapa?" tanya saya kepada sejumlah kawan kelas menengah itu.

"Tabungan habis, bro. Usahaku bangkrut. Aku 'mantab' sekarang. Makan tabungan. Aku turun kelas jadi gongahwah (golongan menengah bawah). Wk... wk... wk..." ujar salah seorang kawan menjawab pertanyaan saya.

Ada banyak kelompok ekonomi menengah yang kini bernasib serupa dengan kawan saya itu. Kelas menengah di Indonesia memang sedang menghadapi tekanan daya beli. Mereka makin sering datang ke pusat perbelanjaan, ke mal, tapi hanya untuk jalan-jalan, bukan belanja.

Tren seperti itu mulai kelihatan akhir tahun lalu, kemudian meningkat pada 2024. Konsumen kelas menengah makin pilih-pilih dalam berbelanja, terutama untuk mencari harga paling murah. Dalam kamus ekonomi, perilaku seperti itu dikenal sebagai downtrading.

Saat ini, kelas menengah kita sedang mengembangkan perilaku 'membeli dalam jumlah lebih sedikit daripada biasanya, tetapi lebih sering'. Gejala itu terekam dalam data Mandiri Spending Index (MSI) yang menunjukkan rata-rata nilai belanjaan dalam keranjang konsumen pada 2024 turun 0,9% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Akan tetapi, jumlah kunjungan mereka ke pusat perbelanjaan meningkat 3,3% pada 2024.

Situasi itu menunjukkan konsumen lebih memilih untuk berkunjung lebih sering ke pusat perbelanjaan sambil juga menurunkan nilai 'keranjang' mereka. Itulah downtrading, yang merupakan perilaku konsumen ketika individu atau rumah tangga memilih alternatif yang lebih murah jika dibandingkan dengan yang mereka beli sebelumnya. Fenomena itu sering kali disebabkan kombinasi beberapa faktor, seperti tekanan ekonomi, perubahan kondisi keuangan pribadi, dan pergeseran preferensi konsumen.

Sebelumnya, fenomena downtrading juga didapati di kalangan perokok. Kementerian Keuangan menyebutkan terjadi penurunan penerimaan cukai rokok dalam dua tahun terakhir akibat fenomena downtrading. Para perokok mulai banyak berpindah dari rokok kelas 1 dan 2 ke rokok kelas 3 (sebagian bahkan rokok tingwe alias ngelinting dhewe atau membuat rokok secara mandiri dengan melinting tembakau) yang tarif cukainya lebih murah.

Fenomena downtrading yang terjadi pada industri rokok dan lainnya menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia tengah mengalami pelemahan daya beli. Berdasarkan data MSI, belanja per kapita untuk kelas menengah dan atas saat ini memang sedikit lebih tinggi daripada ketika pandemi. Namun, belanja mereka mengalami stagnasi alias sudah mentok. Kepercayaan diri mereka mengenai pendapatan yang meningkat pada 2024 juga semakin kecil.

Sebaliknya, untuk kelompok ekonomi rendah, MSI mencatat terjadi sedikit peningkatan pada 2024. Namun, kelompok itu melakukan belanja dengan menggunakan tabungan mereka. Belanja kelas pendapatan bawah yang meningkat per kapita telah menggerus tabungan mereka.

Data MSI menunjukkan porsi belanja kebutuhan makanan pokok atas pendapatan masyarakat kita pada 2024 meningkat menjadi lebih dari 27%. Padahal, tahun lalu, porsi uang yang dibelanjakan untuk kebutuhan makanan pokok masih 13,9% dari penghasilan mereka.

Ekonom senior Chatib Basri menjelaskan data-data MSI itu secara sederhana dapat dipahami bahwa ketika pendapatan masyarakat turun, mereka akan tetap mempertahankan konsumsi kebutuhan pokok mereka, seperti belanja makanan. Jika pendapatan menurun, sedangkan konsumsi makanan tetap, porsi konsumsi makanan dalam total pengeluaran mereka akan meningkat. Itu sebabnya kenaikan porsi makanan dalam total belanja mencerminkan menurunnya daya beli.

Chatib mengistilahkan para kelas menengah kini bermigrasi dari 'zona nyaman ke zona makan'. Itu sama persis dengan pernyataan teman saya yang menyebut dirinya sudah turun kelas, 'dari gongahwah (golongan menengah agak mewah) ke gongahwah (golongan menengah bagian bawah)'.

Situasi seperti itu rawan bagi munculnya gejolak. Seperti yang pernah saya tulis di Podium sebelumnya berjudul Kelas Menengah kian Resah. Di tulisan itu saya berharap agar Paradoks Cile tidak terjadi di negeri ini. Di Cile, ekonomi tumbuh, tapi daya beli kelas menengah merosot.

Paradoks Cile ialah situasi yang terjadi ketika pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tidak dibarengi dengan memperhatikan kelas menengah. Ketika kelas menengah terus-terusan dilanda kebingungan karena pendapatan mereka merosot dan pemerintah abai, muncul ledakan sosial yang amat serius mengguncang stabilitas Cile.

Kini, alarm sudah mulai berbunyi, saat gongahwah papan atas turun kelas menjadi gongahwah yang lain. Semoga alarm itu segera berhenti.



Berita Lainnya
  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.