Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Jangan Panggil Dia Profesor

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
26/7/2024 05:00
Jangan Panggil Dia Profesor
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.

Shakespeare ialah pujangga ternama Inggris yang hidup pada 1564-1616. Menurut dia, nama bukanlah segalanya. Dia mengatakan, ''That which we call a rose by any other name would smell as sweet (andai kita menyebut mawar dengan nama lain, ia tetap berbau harum)".

Fathul seorang akademisi. Dia lahir di Jepara, Jawa Tengah, 26 Januari 1974, yang menjabat Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta periode 2018-2022 dan 2022-2026. Mirip-mirip dengan Shakespeare yang tak mempersoalkan nama, Fathul tidak menyakralkan gelar.

Fathul ialah rektor yang terbilang masih muda, bahkan termuda kedua dalam sejarah UII, dengan sederet gelar. Cukup banyak embel-embel yang melekat pada namanya. Prof Fathul Wahid ST MSc PhD. Itulah titelnya, titel yang tentu saja didapat dengan cara yang semestinya. Ijazah sarjana dia dapat dari Teknik Informatika ITB. Lalu, gelar magister dan doktor diraih dari Department of Information Systems University of Agder, Norwegia.

Kalau Fathul bangga dengan gelar-gelar itu, kiranya wajar-wajar saja. Jika Fathul kemudian senang memamerkan titel-titel itu, rasanya sah-sah pula. Namun, Fathul tidak begitu. Justru sebaliknya, dia hanya memperkenankan gelar lengkapnya ada di dokumen yang dikeluarkan kampus setara ijazah atau transkrip nilai.

Di luar itu, termasuk di dalam surat, dokumen, dan produk hukum kampus lainnya, Fathul meminta seluruh gelar akademik miliknya tak dicantumkan. Dia pun mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 2748/Rek/10/SP/VII/2024 yang dialamatkan kepada seluruh pejabat struktural di lingkungan UII pada Kamis (18/7). SE itu hanya untuk dirinya sendiri, tak memaksa buat yang lain.

Di akun Instragram pribadinya, @fathulwahid, Fathul bahkan membuat woro-woro memohon jangan lagi dipanggil 'prof'. "Dengan segala hormat, sebagai upaya desakralisasi jabatan profesor, kepada seluruh sahabat, mulai hari ini mohon jangan panggil saya dengan sebutan 'prof'", begitu petikan unggahannya. "Panggil saja: Fathul, Dik Fathul, Kang Fathul, Mas Fathul, atau Pak Fathul. Insya Allah akan lebih menenteramkan dan membahagiakan. Matur nuwun

Fathul bukanlah guru besar pertama yang tak ingin dibesar-besarkan. Sebelumnya ada mendiang Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, negarawan, guru bangsa. Kalau semua gelar ditulis, nama lengkapnya ialah Prof KH Ahmad Syafii Maarif MA PhD. Akan tetapi, dia lebih nyaman, lebih tenteram, lebih bahagia, disapa 'Buya'.

Contoh lain ialah Ariel Heryanto. Sosiolog kelahiran Malang, Jawa Timur, 1954, yang pernah menjadi guru besar di School of Culture, History, and Language The Australian National University itu juga tak tidak besar kepala. Dia enggan, risih, dipanggil 'prof'. Dia maunya disapa tanpa embel-embel gelar seperti yang dialaminya di Australia.

Lebih nyaman, lebih menenteramkan, lebih membahagiakan tanpa panggilan 'prof'? Ah, kiranya hanya guru besar yang memang berotak besar yang punya jiwa sebesar itu.

Guru besar, profesor, identik dengan seseorang yang punya keahlian dan kepakaran dalam bidang atau ilmu tertentu. Di Indonesia, profesor merujuk pada jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

Menjadi profesor bukan perkara gampang. Berbagai macam persyaratan harus ditunaikan, banyak kemestian mesti dipenuhi. Ia, misalnya, wajib berijazah doktor. Untuk dosen yang ingin menjadi profesor, dia harus mengajar minimal 10 tahun. Belum lagi persyaratan-persyaratan ketat lainnya semisal punya publikasi karya ilmiah di jurnal internasional bereputasi. Bukan jurnal abal-abal.

Dengan persyaratan yang begitu berat, lumrah jika seorang profesor bangga dengan keprofesorannya. Titel itu punya nilai tinggi, sangat bergengsi, bahkan dianggap sakral. Tak mengherankan pula jika ia menjadi incaran banyak orang. Tak cuma akademisi, tak sedikit pula pejabat atau politikus yang ngebet dipanggil 'prof'.

Banyak motif yang melatari kenapa seseorang ingin menjadi profesor. Bagi para pemain politik, status guru besar bisa menguatkan legitimasi politik dan moral. Bagi yang mengejar pendapatan, titel profesor salah satu jalan keluar. Maklum saja, gaji dan tunjangan buat guru besar bisa jauh lebih besar ketimbang dosen biasa. Motif itu tentu tidak berlaku bagi pejabat dan politikus. Buat mereka, sebesar apa pun penghasilan guru besar bisa jadi hanyalah recehan.

Titel profesor juga terkait dengan prestise. Bagi para pemburu kehormatan, pendamba status sosial, ingin dipandang sebagai orang pintar, orang hebat, menjadi guru besar salah satu jalan terbaik.

Celakanya, tidak semua orang menjadi guru besar dengan cara yang benar. Mereka yang mendem gelar tak segan mendapatkannya secara ugal-ugalan, tidak peduli etika, masa bodoh dengan moral. Karena itu, lahir lah istilah profesor gadungan, profesor penghamba kekuasaan, profesor provokator, atau meminjam istilah Rocky Gerung, guru besar otaknya kecil.

Terobosan Fathul kiranya bisa menjadi gerakan desakralisasi, defeodalisasi, dan debirokratisasi di kampus. Seperti yang dia tekankan, profesor ialah tanggung jawab, amanah akademik, bukan status sosial yang kemudian diglorifikasi dan dikejar setengah mati. Salut 'Prof Fathul'... eh, 'Pak Fathul'. Kalau yang profesor beneran saja tidak mau dipanggil 'prof', masak kita harus memanggil profesor asal-asalan dengan sapaan itu?



Berita Lainnya
  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.