Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya. Berita yang membuatnya spaneng itu perihal rencana pemerintah mewajibkan seluruh mobil dan motor di Indonesia dilengkapi asuransi third party liability (TPL) mulai Januari 2025.
''Ini negara sudah bener2 blangsak apa gimana sih? Segitu sakaw-nya morot duit rahayat...' demikian tulis teman saya itu mengomentari unggahan salah satu kanal berita dengan judul Mobil dan Motor Wajib Asuransi Tahun Depan.
Teman saya tidak sendiri. Masih ada yang yang juga geregetan setengah mati. Geregetan karena negara seolah makin semaunya memperlakukan rakyatnya. Kesal tingkat tinggi sebab negara seakan woles saja, tanpa beban membebani hidup rakyatnya yang sudah berat.
''Negara emang udah gak punya duit, kali, ya? Dikit-dikit wajib, dikit-dikit harus ikut. Asuransi kok dipaksa...'' begitu gerutu teman saya yang lain. Saya yakin, haqqul yaqin, tidak hanya teman saya, tapi masih banyak orang-orang di luar sana yang bersikap sama, sama-sama gundah gulana terkait dengan rencana penguasa mewajibkan rakyat mengasuransikan ranmor mereka.
Komentar pembaca di setiap berita soal asuransi ranmor di banyak situs mengonfirmasi. Hampir semua komentar bernada negatif, nyaris seluruhnya sinis, keberatan, dan menentang rencana itu.
Wacana mewajibkan rakyat untuk mengasuransikan ranmor baru saja menggelitik publik. Yang mengungkapkan ialah Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono dalam Insurance Forum 2024, Rabu (17/7). Kata dia, Undang-Undang No 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) menyebut asuransi kendaraan dapat menjadi wajib bagi seluruh pemilik mobil dan motor.
Berangkat dari landasan hukum tersebut, Ogi berujar, pemerintah tengah menyiapkan aturan turunan terkait dengan asuransi wajib bagi ranmor. Begitulah, jika aturan turunan yang harus selesai paling lambat dua tahun sejak PPSK diundangkan, asuransi ranmor yang kini masih bersifat sukarela menjadi keharusan. Rakyat tidak boleh pikir-pikir, tidak bisa tawar menawar, pantang menolak.
Menurut Ogi, asuransi wajib bagi ranmor itu bersifat gotong royong. Dengan demikian, kerugian akibat kecelakaan dapat ditekan karena ditanggung perusahaan asuransi. Praktik seperti itu, versinya lagi, telah berlaku di berbagai negara, termasuk ASEAN.
Sekilas, tujuan kebijakan itu bagus. Sudah banyak pula yang selama ini merasakan manfaat mengasuransikan ranmor. Akan tetapi, benefit itu, faedah itu, tidak didapat dengan cuma-cuma. Mereka harus rutin membayar premi yang berarti mesti merogoh kantong lebih dalam lagi. Bukan seperti makan bergizi gratis milik presiden terpilih Prabowo yang katanya nanti betul-betul gratis.
Itulah persoalannya. Itulah yang ditentang rakyat jika asuransi mobil dan motor menjadi kewajiban kelak. Membuat jaring pengaman untuk mobil dan motor memang penting, perlu, juga baik, sangat baik. Baik buat pemilik, apalagi buat perusahaan asuransi yang akan kebanjiran nasabah dan tentu saja cuan. Yang tidak baik, yang sangat tidak baik, ialah jika menjadi wajib. Tidak sukarela, tapi dipaksa.
Asuransi memang tidak semua bersifat sukarela. Asuransi sosial amsalnya. BPJS Ketenagakerjaan atau BPJS Kesehatan misalnya. Taspen untuk pegawai negeri sipil atau ASABRI untuk personel TNI contoh lainnya. Akan tetapi, juga tidak semua asuransi berlabel wajib. Ada ruang bagi rakyat untuk memilih, untuk ikut atau tidak dengan segala pertimbangan secara sadar.
Persoalannya kini, harus berjenis kelamin apakah asuransi ranmor? Lain pemerintah beda masyarakat. Dengan dalih amanat UU, pemerintah jelas-jelas inginnya wajib. Sebaliknya, paling tidak dari lalu lintas perbincangan di media, tampak betul rakyat tak setuju asuransi ranmor diwajibkan.
Di mata mereka, rencana itu mirip-mirip dengan Tapera, Tabungan Perumahan Rakyat. Mirip tujuannya, mirip mekanismenya. Keduanya masuk klaster pungutan oleh negara dengan atribut pemaksaan. Penyikapan dari rakyat kebanyakan juga mirip, bahkan sama. Sama-sama ditolak sebab membuat hidup lebih berat, sama-sama ditentang lantaran menambah beban.
Dalam bukunya, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Miriam Budiardjo menyebut negara sebagai organisasi yang ada di dalam suatu wilayah yang dapat memaksakan kekuasaannya yang sah terhadap semua golongan kekuasaan yang berada di dalamnya dan dapat menetapkan berbagai tujuan dari kehidupan tersebut. Dwingend recht en aanvullend recht, begitu istilah hukum yang punya sifat mengatur dan memaksa.
Akan tetapi, hak memaksa haram digunakan secara ugal-ugalan. Memaksa rakyat untuk ikut asuransi ranmor dan sebelumnya Tapera dianggap sebagai wujud ugal-ugalan itu. Wajar masyarakat menolak. Lumrah banyak sekali kalangan yang menentang.
Pemikir besar Islam Ibnu Khaldun dalam bukunya, Muqadimmah, mengatakan konsep pungutan, terutama pajak yang punya sifat memaksa, memang penting. Namun, dia punya nasihat bahwa di antara tanda suatu negara akan hancur ialah semakin besar dan beraneka ragamnya pajak yang dipungut dari rakyatnya. Apakah negara kita akan runtuh? Naudzubillah min dzalik, mudah-mudahan tidak.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.
SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.
HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.
ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”
KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved