Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Kamar Reyot Senator

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
18/7/2024 05:00
Kamar Reyot Senator
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional. Dalam konsep idealnya, posisi DPD sangat strategis untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan daerah di panggung politik nasional.

Namun, dalam praktiknya, sepanjang usianya yang tahun ini genap 20 tahun, DPD tidak pernah lebih sebagai pelengkap sistem parlemen bikameral (dua kamar). Disebut pelengkap karena kewenangan mereka, terutama dalam pembentukan legislasi, sangat jomplang bila dibandingkan dengan kewenangan kamar sebelahnya, yakni DPR.

Kedua kamar itu sebetulnya memiliki fungsi yang sama, yaitu legislasi, pertimbangan, dan pengawasan. Akan tetapi, dari sisi kewenangan tidak setara. Dalam proses pembuatan kebijakan, DPR dan pemerintah cenderung mendominasi tanpa memberikan ruang yang cukup bagi partisipasi DPD.

Boleh kita bilang, dalam relasi sistem bikameral itu, DPR sangat superior, sedangkan DPD begitu inferior. Gemuruh dinamika di DPR amat riuh, sebaliknya gerak DPD begitu senyap, nyaris tak terdengar.

Sejujurnya, di tingkat masyarakat pun, tidak banyak yang tahu bahwa di dalam sistem ketatanegaraan kita ada lembaga tinggi bernama DPD. Publik baru ngeh kalau mereka punya representasi di Senayan selain DPR ketika ada peristiwa yang justru tidak ada hubungannya dengan kiprah dan peran para senator.

Sebagai amsal, nama DPD cukup terangkat ke permukaan saat calon senator dari daerah pemilihan Jawa Barat bernama Alfiansyah Bustami alias Komeng berhasil meraup 5,3 juta suara dalam Pemilu 2024 lalu. Perolehan suara pelawak senior itu menjadi rekor baru suara caleg DPD di Indonesia. Perbincangan publik soal Komeng mesti diakui ikut membantu mengerek tingkat pengenalan masyarakat terhadap DPD.

Contoh lain, secara periodik nama DPD mencuat di pemberitaan gara-gara keributan atau pertengkaran antaranggota di saat rapat atau sidang paripurna. Mengapa dikatakan periodik? Karena kericuhan di ruang sidang DPD hampir secara periodik terus saja terjadi. Ironisnya, sebagian besar keributan itu tidak ada urusannya dengan kepentingan publik, tetapi lebih untuk kepentingan mereka sendiri.

Ricuhnya rapat paripurna DPD RI ke-12 masa sidang V tahun sidang 2023-2024 pada Jumat (12/7) lalu hanyalah satu contoh dari sekian banyak pertengkaran memalukan yang dilandasi syahwat kuasa di internal DPD, bukan didasari perdebatan demi kepentingan aspirasi rakyat di daerah yang mereka wakili. Lebih mengenaskan lagi, keributan bahkan kerap terjadi saat mereka baru membahas tata tertib rapat. Betul-betul absurd.

Kalau tidak percaya, mari kita kilas balik ke beberapa kejadian serupa. Rapat paripurna penutupan masa sidang DPD pada Kamis, 17 Maret 2016, diwarnai keributan yang dipicu perubahan tata tertib. Lalu, kericuhan juga terjadi saat sidang paripurna DPD pada Senin, 3 April 2017, yang agendanya ialah pembacaan putusan Mahkamah Agung terkait dengan tata tertib 2016 dan 2017.

Pun, sidang paripurna luar biasa ke-2 DPD RI pada Kamis, 19 September 2019, ricuh saat perangkat sidang hendak mengesahkan tata tertib pemilihan pimpinan DPD untuk periode 2019-2024. Yang terbaru, yang terjadi Jumat pekan lalu itu, hujan interupsi datang dari sejumlah anggota DPD untuk memprotes perubahan tata tertib sepihak yang dilakukan Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti dalam rapat paripurna.

Baik anggota maupun pimpinan DPD selama ini kerap mengeluhkan soal kewenangan mereka yang tidak berimbang jika dibandingkan dengan DPR. Dengan kelemahan itu, kiprah mereka menjadi tidak menonjol dalam pembentukan kebijakan, bahkan yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat di pelosok daerah.

Keluhan itu tidak salah, 100% benar. Kewenangan DPD memang semestinya dikuatkan agar tak sekadar menjadi pelengkap bikameral. Segenap 'warga' DPD mesti bahu-membahu memperjuangkan penguatan kewenangan itu. Pada saat yang sama, secara internal DPD juga mesti meningkatkan kapasitas dan kapabilitas anggota. Perlu senator-senator hebat untuk menaikkan muruah dan posisi tawar DPD sekaligus meraup dukungan publik.

Namun, perilaku yang acap mereka tunjukkan di sidang malah menjadi antitesis perjuangan itu. Kalau mereka terus menghabiskan energi demi kegemaran mereka ribut dan bertengkar di internal lembaga, apalagi yang diributkan bukan untuk kepentingan rakyat, bagaimana bisa berharap publik akan menyokong perjuangan mereka menguatkan kewenangan?

DPD saat ini ibarat kamar besar yang reyot dan kumuh. Reyot karena pemilik kamar tidak memiliki otoritas cukup untuk menegakkannya, kumuh karena penghuninya bermentalitas kerdil dan gemar mengedepankan ego.

Tak ada jalan lain, kiranya hanya merekalah yang bisa memupus kereyotan dan kekumuhan itu. Apakah Komeng dan kawan-kawan yang akan menempati kamar senat pada periode mendatang bakal mampu membuat kamar itu menjadi tegak dan indah? Mari sama-sama kita tunggu.



Berita Lainnya
  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.