Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
PADA umumnya manusia menyukai kemewahan. Hal itu normal, lumrah. Yang tak normal, yang tak lumrah ialah jika mereka mendapatkan dan menggunakannya dengan cara tak semestinya, tidak seharusnya.
Siapa sih yang tidak suka dengan yang mewah-mewah? Guyuran uang, gelimang harta benda yang mahal, yang hanya sedikit orang mampu memilikinya, bisa memberikan kebanggaan tersendiri. Hal ini manusiawi. Akan tetapi, orang mesti punya batas. Pantang kebablasan, tidak boleh lupa diri.
Suka bermewah-mewah biasa disebut hedon. Pahamnya bernama hedonisme, yang menurut Collins Gem diartikan sebagai doktrin bahwa kesenangan merupakan hal yang paling penting dalam hidup.
Hedonisme sudah ada sejak dulu, dulu sekali. Secara konsep, hedonisme muncul pada 443 sebelum Masehi. Pencetusnya ialah Aristippos, yang diawali dari pertanyaan Socrates tentang apa tujuan akhir manusia, lalu dia jawab bahwa hal terbaik buat manusia ialah kesenangan.
Hedonisme pun masih ada saat ini. Penganutnya beragam, mulai dari para pesohor hingga pejabat dan keluarganya.
Kaya raya adalah hal biasa. Yang penting kekayaan didapat di jalan yang benar, tidak menyimpang, bukan kejahatan. Maka, ketika ada artis kelas sultan yang memamerkan rumah megahnya, mobil-mobil berharga miliaran rupiah, tas-tas branded, atau liburan supermewah, tidak sedikit yang menganggapnya lumrah. Duit-duit mereka, begitu alasannya.
Bergaya hedon dari harta yang sah memang tak sepenuhnya salah, tetapi tetap tak baik. Ia harus dijauhi. Apalagi jika hedonisme itu secara sadar dipertontonkan, sengaja dipamerkan, kepada orang lain.
Yang jelas salah dan tak baik ialah hedon dari harta bermasalah. Inilah yang terus terjadi di negeri ini. Sekadar referensi, ada seorang artis cantik yang menikah dengan pemuda pujaan di tempat idaman, Disneyland Tokyo. Nikah di sana pasti mahal, sangat mahal.
Setelah menikah, sang artis terus diguyur kemewahan dari sang suami. Mobil Roll Royce menjadi hadiah ulang tahunnya. Jet pribadi diberikan kepada sang putra kala tambah usia. Pokoknya mewah wah wah, dan semua itu menjadi konsumsi publik lewat berbagai media.
Orang-orang pun cuma bisa menelan ludah, bisa jadi juga iri, dengan keberuntungan luar biasa artis jelita itu. Namun, ternyata eh ternyata, sang suami belakangan menjadi tersangka korupsi. Nilainya tak tanggung-tanggung, ratusan triliun rupiah. Apakah hedonisme keluarga itu ditopang duit negara? Kalau iya, sontoloyo betul mereka.
Kisah lain datang dari mantan menteri yang juga menjadi tersangka korupsi. Dalam sidang, terungkap banyak fakta dia dan keluarganya suka bermewah-mewah. Celakanya, biaya untuk itu diduga dari laku rasywah. Dia, misalnya, disebut membebankan biaya skin care anak cucu, umrah keluarga, sewa jet pribadi, beli handphone, membayar biduan, membeli mobil anak, sunatan dan ultah cucu, renovasi kamar anak, dan keperluan lainnya kepada anak buah. Istilahnya mau kesohor, tapi ogah tekor.
Pak Menteri ini didakwa melakukan pemerasan dan penerimaan gratifikasi puluhan miliar rupiah. Jika benar fakta-fakta gila yang terungkap di persidangan, tak tahu diri betul mereka.
Hedonisme juga dialamatkan ke komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Masalah itu disoal oleh anggota Komisi II DPR Riswan Tony dalam raker di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pekan silam. Menurutnya, anggaran yang terlalu besar (Rp56 triliun) membuat gaya hidup anggota KPU berubah menjadi suka bermewah-mewah. Menyewa jet pribadi salah satunya. Dugem dan wanita disorot juga. Mereka diibaratkan tokoh fiksi Don Juan.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari tak menampik sewa jet pribadi. Dalihnya, itu dilakukan untuk monitoring, sebab KPU cuma diberi waktu 75 hari untuk pengadaan logistik. Benarkah? Saya kok sepakat dengan anggota dewan yang tak sepakat dengan dalih itu. Apa urgensinya menggunakan private jet ke Denpasar? Bukankah amat banyak penerbangan komersial ke Bali?
Jet pribadi adalah simbol kemewahan berbiaya teramat mahal. Pada 2023 saja, ongkos sewa pesawat dari Jakarta ke Pulau Dewata bisa mencapai Rp570 juta. Edan nian jika benar negara harus terbebani.
Hedonisme kiranya juga mulai memapar negara. Yang terkini terjadi pada penyelenggaraan World Water Forum (WWF) di Bali baru-baru ini. Sebagai pengampu event dunia, negeri ini memang mesti menjadi tuan rumah yang berkelas. Pertanyaannya, haruskah kita obral kemewahan untuk menunjukkan itu?
Banyak yang bilang hedonisme serupa virus. Ia menyerang urat malu. Yang terjangkit niscaya kehilangan rasa malu. Virus ini juga merusak saraf empati, membunuh rasa peduli. Akibatnya sungguh berbahaya, apalagi jika pengelola negara yang terkena.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved