Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Marapi bukan Serenade Lagi

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
15/5/2024 05:00
Marapi bukan Serenade Lagi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

DI lereng Marapi, alam yang hijau berkisah,

Serenade dari daun-daun yang menari bersahaja.

Angin lembut membawa melodi sejuk,

Menyentuh hati dalam irama alam yang kaya.

 

Pohon-pohon tua menari dengan riang,

Menyambut matahari pagi dengan sinar yang cerah.

Embun di daun bercerita tentang kehidupan,

Sebuah serenade di bawah langit yang biru jernih.

 

Rimba yang hijau, tempat rahasia tersembunyi,

Hutan yang tumbuh dengan penuh kehidupan.

Serenade ini, laksana bisikan angin,

Merayakan keindahan yang tak tergambarkan.

 

Sajak di atas saya sitat dari edunasia.org yang diberi judul Serenade di Lereng Marapi: Puisi untuk Alam yang Hijau. Gunung Marapi yang tenang, digambarkan serupa serenade: nyanyian indah menyambut senja. Bagi orang Minang, Gunung Marapi bak 'pusaka'.

Gunung Marapi bukanlah sekadar tumpukan tanah dan batu yang tinggi. Bagi suku Minangkabau, gunung ini bernilai tuah yang jauh dari sebatas gunung. Dalam tambo, kisah adat Minangkabau, Gunung Marapi merupakan gunung asal muasal peradaban etnik Minangkabau. Ada cerita 'sajak gunuang marapi sagadang talua itiak' (Gunung Marapi sebesar telur itik) yang menyebutkan niniak moyang (nenek moyang) orang Minang berlabuh di puncak gunung tersebut. Setelah banjir surut, mereka menyisiri punggung gunung dan sampailah di Nagari Tuo Pariangan (kini wilayah Kabupaten Tanah Datar).

Gunung Marapi, nyatanya tak cuma indah nan tenang. Ia bisa berubah 'galak'. Kini, kegalakan itulah yang terjadi akhir pekan lalu. Hujan dengan intensitas tinggi dan terus-menerus terjadi menggugurkan tumpukan material vulkanis. Kelindan air dan material vulkanis hasil tumpukan erupsi Marapi beberapa waktu lalu yang mengendap itu menggerojok bersalin rupa air bah yang menyapu sejumlah wilayah di kaki gunung api aktif itu. Material tersebut hanyut terbawa air hujan ke arah hilir.

Material dari erupsi Gunung Marapi berupa lahar dingin yang hanyut tersebut terbawa hingga menerjang Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, dan Padang Pariaman di Sumatra Barat. Hingga Selasa pagi, telah ditemukan 47 korban meninggal dunia. Selain itu, masih ada belasan orang dinyatakan hilang.

Kita berduka untuk tragedi alam yang mematikan itu. Sudah habis kata-kata pengingat, betapa kematian demi kematian anak bangsa senantiasa kita harapkan menjadi pelajaran. Tapi, kata-kata telah menguap seperti kehilangan makna. Kematian demi kematian belum juga mengakhiri kebebalan.

Di forum ini, saya pernah mengutip hadis Nabi yang berbunyi wakafaa bil mauti waidzo, yang artinya, 'Dan cukuplah kematian menjadi nasihat'. Sandaran religi mestinya sanggup menjadikan kita semua ingat bahwa cukuplah kematian itu sebagai bahan evaluasi agar tidak terulang di lain hari.

Kalau seruan itu kita jalankan, korban bisa kita minimalkan. Kalau ikhtiar menjadi tindak lanjut aksi, mungkin tidak perlu kematian menjadi kenyataan yang memilukan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebenarnya sudah mengingatkan potensi bahaya guguran material vulkanis Gunung Marapi, tiga hari sebelum banjir lahar dingin.

Ketika itu, BMKG menyebutkan bahwa hujan dengan intensitas tinggi akan terjadi selama tiga hari terus-menerus. Karena itu, warga di kaki Gunung Marapi mesti waspada. Pemerintah daerah di wilayah sekitar Marapi juga mesti siap siaga menghadapi berbagai kemungkinan.

Namun, semua sudah terlambat. Peringatan, entah tidak sampai atau tidak dihiraukan, tinggal peringatan. Aktivitas berjalan normal seolah tidak ada bahaya yang mengancam. Semua masih terlena oleh semilir angin dan gambaran Gunung Marapi bak serenade. Hingga akhirnya, bencana itu datang. Serenade berubah menjadi rekuiem, nyanyian doa kematian.

Tapi, seperti nyanyian dan pertanyaan Ebiet G Ade, 'Barangkali di sana ada jawabnya, mengapa di tanahku terjadi bencana. Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkat kita. Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang'.

Semoga pada rumput yang bergoyang kita benar-benar mendapatkan jawabannya.



Berita Lainnya
  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.