Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Marapi bukan Serenade Lagi

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
15/5/2024 05:00
Marapi bukan Serenade Lagi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

DI lereng Marapi, alam yang hijau berkisah,

Serenade dari daun-daun yang menari bersahaja.

Angin lembut membawa melodi sejuk,

Menyentuh hati dalam irama alam yang kaya.

 

Pohon-pohon tua menari dengan riang,

Menyambut matahari pagi dengan sinar yang cerah.

Embun di daun bercerita tentang kehidupan,

Sebuah serenade di bawah langit yang biru jernih.

 

Rimba yang hijau, tempat rahasia tersembunyi,

Hutan yang tumbuh dengan penuh kehidupan.

Serenade ini, laksana bisikan angin,

Merayakan keindahan yang tak tergambarkan.

 

Sajak di atas saya sitat dari edunasia.org yang diberi judul Serenade di Lereng Marapi: Puisi untuk Alam yang Hijau. Gunung Marapi yang tenang, digambarkan serupa serenade: nyanyian indah menyambut senja. Bagi orang Minang, Gunung Marapi bak 'pusaka'.

Gunung Marapi bukanlah sekadar tumpukan tanah dan batu yang tinggi. Bagi suku Minangkabau, gunung ini bernilai tuah yang jauh dari sebatas gunung. Dalam tambo, kisah adat Minangkabau, Gunung Marapi merupakan gunung asal muasal peradaban etnik Minangkabau. Ada cerita 'sajak gunuang marapi sagadang talua itiak' (Gunung Marapi sebesar telur itik) yang menyebutkan niniak moyang (nenek moyang) orang Minang berlabuh di puncak gunung tersebut. Setelah banjir surut, mereka menyisiri punggung gunung dan sampailah di Nagari Tuo Pariangan (kini wilayah Kabupaten Tanah Datar).

Gunung Marapi, nyatanya tak cuma indah nan tenang. Ia bisa berubah 'galak'. Kini, kegalakan itulah yang terjadi akhir pekan lalu. Hujan dengan intensitas tinggi dan terus-menerus terjadi menggugurkan tumpukan material vulkanis. Kelindan air dan material vulkanis hasil tumpukan erupsi Marapi beberapa waktu lalu yang mengendap itu menggerojok bersalin rupa air bah yang menyapu sejumlah wilayah di kaki gunung api aktif itu. Material tersebut hanyut terbawa air hujan ke arah hilir.

Material dari erupsi Gunung Marapi berupa lahar dingin yang hanyut tersebut terbawa hingga menerjang Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, dan Padang Pariaman di Sumatra Barat. Hingga Selasa pagi, telah ditemukan 47 korban meninggal dunia. Selain itu, masih ada belasan orang dinyatakan hilang.

Kita berduka untuk tragedi alam yang mematikan itu. Sudah habis kata-kata pengingat, betapa kematian demi kematian anak bangsa senantiasa kita harapkan menjadi pelajaran. Tapi, kata-kata telah menguap seperti kehilangan makna. Kematian demi kematian belum juga mengakhiri kebebalan.

Di forum ini, saya pernah mengutip hadis Nabi yang berbunyi wakafaa bil mauti waidzo, yang artinya, 'Dan cukuplah kematian menjadi nasihat'. Sandaran religi mestinya sanggup menjadikan kita semua ingat bahwa cukuplah kematian itu sebagai bahan evaluasi agar tidak terulang di lain hari.

Kalau seruan itu kita jalankan, korban bisa kita minimalkan. Kalau ikhtiar menjadi tindak lanjut aksi, mungkin tidak perlu kematian menjadi kenyataan yang memilukan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebenarnya sudah mengingatkan potensi bahaya guguran material vulkanis Gunung Marapi, tiga hari sebelum banjir lahar dingin.

Ketika itu, BMKG menyebutkan bahwa hujan dengan intensitas tinggi akan terjadi selama tiga hari terus-menerus. Karena itu, warga di kaki Gunung Marapi mesti waspada. Pemerintah daerah di wilayah sekitar Marapi juga mesti siap siaga menghadapi berbagai kemungkinan.

Namun, semua sudah terlambat. Peringatan, entah tidak sampai atau tidak dihiraukan, tinggal peringatan. Aktivitas berjalan normal seolah tidak ada bahaya yang mengancam. Semua masih terlena oleh semilir angin dan gambaran Gunung Marapi bak serenade. Hingga akhirnya, bencana itu datang. Serenade berubah menjadi rekuiem, nyanyian doa kematian.

Tapi, seperti nyanyian dan pertanyaan Ebiet G Ade, 'Barangkali di sana ada jawabnya, mengapa di tanahku terjadi bencana. Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkat kita. Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang'.

Semoga pada rumput yang bergoyang kita benar-benar mendapatkan jawabannya.



Berita Lainnya
  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.