Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Memutus Rantai Kekerasan

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
11/5/2024 05:00
Memutus Rantai Kekerasan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

ADA tiga sifat kekerasan, kata Camara, yang bila ketiganya bekerja secara bertemali akan menjadi spiral yang susah untuk diputus. Ketiganya ialah kekerasan personal, kekerasan institusional, dan kekerasan struktural.

Camara, nama lengkapnya Dom Helder Camara, merupakan pencetus teori spiral kekerasan. Ia menemukan teori itu bukan sekadar penelitian. Camara mendasarkan teori spiral kekerasan pada pengalaman hidupnya sehari-sehari sebagai tokoh agama, pekerja sosial, dan pejuang perdamaian. Pergulatan hidup itu membuahkan teori tentang kekerasan yang orisinal, tajam, dan berakar pada realitas hidup. 

Dibesarkan dalam lingkungan komunitas yang penuh ketidakadilan, represi, dan kekerasan sosial di sebuah kota di Fortalesa, timur laut Brasil, Camara justru bangkit dan tumbuh menjadi tokoh gereja yang dihormati. Ia seorang pekerja sosial yang tangguh dan pejuang antikekerasan yang tidak mengenal lelah. Ia memilih hidup sederhana, terjun dalam dunia pendidikan dan politik dengan melakukan pemberdayaan politik warga negara yang tidak berdaya menghadapi kesewenangan penguasa.

Menurut Camara, spiral kekerasan dihasilkan dari tiga bentuk kekerasan yang bersifat personal, institusional, dan struktural, yaitu ketidakadilan sosial-ekonomi, kekerasan pemberontakan sipil, dan represi negara. Kemunculan kekerasan satu menyebabkan kekerasan lainnya. Ketika kekerasan susul-menyusul dan silih berganti, dunia jatuh ke dalam spiral kekerasan. Pada titik itu, jalan perdamaian seperti labirin. The Long and Winding Road, kata The Beatles.

Pelaku kekerasan pun beragam. Ada individu, kelompok sipil, sampai negara. Camara melihat spiral kekerasan umumnya terjadi dalam tiga fase. Pertama, fase ketidakadilan ekonomi, sosial, dan politik yang berakumulasi. Masyarakat terbagi ke dalam kelompok elite yang jumlahnya sedikit, tetapi dominan dan masyarakat umum yang jumlahnya banyak, tapi posisinya subordinat.

Kini, dunia makin dihadapkan pada spiral kekerasan dengan intensitas meningkat. Di Gaza, Palestina, lebih dari 30 ribu jiwa mati dihabisi oleh tentara zionis Israel yang didukung oleh separuh lebih negara digdaya. Bahkan, upaya genosida oleh Israel itu hendak diperluas hingga Rafah, wilayah lain di Palestina.

Di Indonesia, kita menyaksikan spiral kekerasan personal dan institusional, sebagian juga struktural, juga masih terjadi. Ada kekasih membunuh pasangannya, ada suami memutilasi istrinya, ada anak membakar orangtuanya, dan ada para senior sekolah kedinasan melanggengkan spiral kekerasan dengan menyiksa junior mereka hingga meregang nyawa. Juga, ada sekelompok orang menyerang sejumlah mahasiswa yang sedang berdoa.

Dari sejumlah kasus di atas, kekerasan personal tidak melulu dipicu oleh penyebab tunggal. Namun, umumnya bermula dari kondisi psikologis akibat beragam tekanan, terutama tekanan ekonomi. Berbagai teror kehidupan kerap membuat orang nekat. Ditambah dengan perasaan tidak mendapatkan perlakuan tidak adil, aksi itu ditumpahkan dalam bentuk menyerang orang-orang terdekat.

Dalam banyak kasus kekerasan intoleransi dan terorisme, ketidakadilan ekonomi yang berujung pada kemiskinan juga menjadi faktor pendukung orang memilih jalan menjadi teroris. Merasa diperlakukan tidak adil, lalu miskin, dijejali oleh pandangan keagamaan sempit, berangkatlah seseorang menjadi pembunuh atas nama 'misi suci'.

Untuk yang terakhir ini, spiral kekerasan bisa dicegah bila tiap-tiap tokoh dan pendakwah agama mengajarkan bahwa kita harus belajar hidup berdampingan sebab pada kenyataannya saat ini tidak mungkin ada cara hidup yang isolatif, terpisah satu dengan yang lain. Kita dipaksa hidup bersama sehingga harus belajar untuk saling menghormati, saling bekerja sama, saling mencintai sebagai sesama manusia karena kita hidup di dunia yang sama.

Jika hal tersebut tidak dilakukan, kita akan terus dilanda konflik kekerasan dan teror silih berganti. Sebab, seperti kata Camara, jaringan kekerasan bersifat multidimensional dan beroperasi dalam ruang-ruang sosial. Artinya, kekerasan demi kekerasan dalam ruang sosial ialah realitas yang tidak berdiri sendiri, saling memengaruhi.

Maka itu, tidak membalas kekerasan dengan kekerasan dan tidak membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan ialah ikhtiar penting memutus rantai kekerasan. Saat kekerasan dibalas dengan kekerasan dan ketidakadilan dibalas dengan ketidakadilan, yang muncul ialah korban-korban tak bersalah yang tidak paham dengan permasalahan yang melatari aksi kekerasan tersebut. Para korban bom, korban pengeroyokan saat berdoa, korban mutilasi, korban penyiksaan, ialah contoh bagaimana mereka tidak sepenuhnya 'layak' menjadi korban kekerasan.



Berita Lainnya
  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.