Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
MENJELANG pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/4), pengajuan diri Megawati Soekarnoputri sebagai amicus curiae ke MK kiranya menciptakan episode tersendiri. Episode yang barangkali tidak banyak orang mengira bakal muncul, yang mungkin juga akan mengubah jalan cerita atau hasil akhir dari sidang sengketa tersebut.
Megawati tidak sendirian. Di saat yang hampir berbarengan sejumlah organisasi mahasiswa dan asosiasi pengacara juga berinisiatif mengirimkan surat ke MK untuk menjadi amicus curiae atau sahabat pengadilan dalam perkara tersebut. Namun, Megawati bolehlah kita sebut sebagai sahabat pengadilan paling spesial mengingat ketokohan dan kedudukannya yang amat kuat di jagat politik Indonesia.
Itu merupakan kali pertama MK menerima amicus curiae terkait dengan sengketa hasil pemilu. Pada sidang sengketa pemilu-pemilu sebelumnya, 2004, 2009, 2014, dan 2019, para sahabat pengadilan itu tidak pernah ada. Kini, baru pertama kali dan langsung banyak. Sampai kemarin, MK mengaku masih merekap jumlah amicus curiae yang masuk, yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 10 pengajuan.
Amicus curiae atau friends of the court ialah pihak di luar perkara yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara dan kemudian memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Namun, keterlibatan pihak yang merasa berkepentingan itu sebatas memberikan opini, bukan melakukan perlawanan ataupun mengintervensi hakim.
Dengan adanya pendapat dari amicus curiae, pengadilan diharapkan tidak hanya memeriksa dan memutus perkara yang sifatnya case, tetapi juga diekspektasikan dapat menyelesaikan persoalan sosial yang menjadi dampak dari belitan perkara tersebut.
Meski belum terlalu lazim di sistem hukum Indonesia yang menganut civil law, amicus curiae pernah beberapa kali diterapkan di sejumlah persidangan kasus. Yang mungkin masih agak segar di ingatan kita ialah fenomena munculnya banyak sahabat pengadilan pada persidangan Bhayangkara Dua Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Mereka, para amicus curiae itu bergerak membela Bharada E, sebutan populer Eliezer, yang ketika itu dituntut jaksa 12 tahun penjara. Padahal, mengutip salah satu butir pembelaan yang disampaikan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Bharada E merupakan saksi pelaku yang rela menanggung risiko demi terungkapnya kebenaran dan terbongkarnya kasus kejahatan kemanusiaan di ruang pengadilan.
Pejuang kejujuran, menurut mereka, tidak selayaknya mendapat hukuman berat, bahkan mestinya paling ringan di antara semua terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J. Entah terinspirasi oleh pandangan hukum para sahabat pengadilan atau tidak, pada akhirnya majelis hakim kasus pembunuhan menghebohkan itu hanya mengganjar Bharada E dengan vonis pidana 1 tahun 6 bulan penjara.
Kini, Megawati kiranya juga ingin mengupayakan hal yang sama. Dalam salah satu bagian dokumen pertimbangan amicus curiae-nya, ia mengingatkan hakim MK untuk menciptakan keadilan yang substantif dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara sebagai hal paling utama. Pun, dalam tulisan tangannya yang dilampirkan di akhir dokumen, Megawati mengatakan, "semoga ketuk palu MK bukan merupakan palu godam, melainkan palu emas."
Barangkali, dengan cara menjadi sahabat pengadilan pada persidangan sengketa Pilpres 2024, Megawati, juga para amicus curiae yang sudah mengajukan diri, ingin sekali lagi menyentil MK agar lembaga itu tidak sekadar menjadi mahkamah kalkulator, tapi betul-betul menjalankan tugas dan fungsinya sebagai mahkamah penjaga konstitusi.
Rujukan MK dalam memutus perkara semestinya tidak hanya terpaku pada angka-angka yang tertera dalam bukti-bukti yang dibawa pihak berperkara, tetapi juga pertimbangan-pertimbangan lain yang jauh lebih substantif terkait dengan masa depan bangsa serta demokrasi di Republik ini. Hakim kasus sengketa pemilu pun tidak hidup di ruang hampa sehingga ia mesti menggali rasa keadilan masyarakat, termasuk dari amicus curiae.
Pertanyaannya, bakal efektifkah amicus curiae Megawati dan kawan-kawan? Sesungguhnya, sekuat apa pun modal sosial, politik, ataupun legitimasi yang dimiliki Megawati, sekali lagi, amicus curiae bukanlah bentuk intervensi. Instrumen itu bukan dimaksudkan untuk memaksa atau menekan hakim, melainkan untuk memberikan pandangan dan pendapat yang mungkin tak tergali atau tak ingin digali di persidangan.
Karena itu, apakah amicus curiae Megawati bakal menjadi episode yang mengubah jalan cerita dan menentukan hasil akhir putusan sidang sengketa Pilpres 2024? Lagi-lagi, itu sepenuhnya ada di tangan majelis hakim MK. Pada akhirnya, siapa pun yang memiliki penghormatan terhadap hukum di negeri ini, termasuk para sahabat pengadilan, semestinya menerima apa pun putusan yang dibacakan pada Senin mendatang.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved