Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Tentang Rp271 Triliun

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
05/4/2024 05:00
Tentang Rp271 Triliun
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

INI masih tentang uang Rp271 triliun. Uang sebanyak itu belakangan meletupkan segudang tanda tanya, membuat banyak orang resah dan gelisah, bahkan menyebabkan mereka tak bisa pulas tidur.

Rp271 triliun memang tak terbayangkan. Mereka-reka seberapa banyak sebenarnya uang sebanyak itu pun susah bukan kepalang. Menghitungnya sangat tidak gampang. Untung ada netizen yang berbaik hati. Mereka berkreasi untuk memberikan gambaran seberapa besar sih uang sebesar itu.

“Jadi kepikiran kalo punya uang Rp271 triliun. Cara ngabisinnya gimana, ya? Kalo sehari 10 milyar butuh waktu 74 tahun baru habis,” begitu narasi dalam video pendek yang beredar luas. Ada juga yang memberi penuntun lain. Katanya, “Kalau kita nabung 1 milyar tiap hari, kita baru bisa ngumpulin 271 triliun dalam waktu 271.000 hari alias 742 tahun.”

Sudah jelas atau tambah mumet? Memikirkan uang Rp271 triliun memang perlu ketahanan otak. Bagi yang tak kuat tapi penasaran, bolehlah siap-siap obat sakit kepala. Apalagi setelah tahu bahwa uang bejibun itu ternyata jumlah potensi kerugian negara, kerugian rakyat Indonesia, akibat ulah tercela segelintir manusia.

Adalah Kejaksaan Agung yang mengungkap praktik rasuah jumbo tersebut. Kasusnya terkait dengan tata niaga di PT Timah Tbk. Seperti lazimnya perkara korupsi, pelakunya beramai-ramai. Di antara mereka antara lain ada suami artis cantik Sandra Dewi, Harvey Moeis, dan crazy rich Pantai Indah Kapuk, Helena Lim. Itulah kenapa, selain nilai kerugian negara yang gila-gilaan, publik memberikan atensi luar biasa.

Benar bahwa jumlah kerugian yang tak terbayangkan itu baru sekadar potensi. Belum pasti. Bisa lebih, bisa kurang. Betul bahwa Rp271 triliun bukan berarti kerugian negara secara kontan, melainkan hitung-hitungan gelondongan soal ekosistem dan lingkungan yang rusak akibat penambangan timah. Namun, kerugian tetap saja kerugian. Tetap saja negara yang kena imbasnya. Rakyat tak bisa menerima apa pun bentuknya.

Kasus korupsi timah kiranya kian mengonfirmasi betapa korupsi di negeri ini masih, bahkan makin menjadi. Kasus yang menjerat Harvey dan Helena kiranya juga menegaskan bahwa korupsi terus beregenerasi.

Dulu, pelaku korupsi kebanyakan pejabat tua yang bersekongkol dengan pengusaha yang tua-tua pula. Dulu, koruptor, maling rakyat, digambarkan dengan karikatur bapak-bapak berperut gendut, berdasi, memakan segepok uang atau memanggul sekarung duit.

Tapi kini, peta perkorupsian berubah. Yang muda-muda makin banyak yang terlibat. Usia Harvey baru 38 tahun, masih terbilang muda. Umur Helena sudah 48 tahun, tapi belum setengah abad. Perut mereka tak buncit, tapi sebaliknya, badan atletis, klimis, dan necis. Yang perempuan bertubuh langsing, bermajah glowing, busananya eye catching.

Korupsi memang bukan baru saja ada, sudah ada sejak lama. Celakanya, bukannya mereda, korupsi malah menggila. Jumlah kerugian akibat korupsi pun seolah berlomba untuk memecahkan rekor.

Dulu, pada 2008, ketika tahu kerugian akibat korupsi Bank Century sebesar Rp6,7 triliun, publik geleng-geleng kepala, kesal, marah, geram. Ternyata, jumlah itu tidak seberapa ketimbang korupsi-korupsi lainnya. Ada rasuah menara BTS 2020-2022 dengan kerugian negara Rp8,03 triliun, ada korupsi pengadaan pesawat 2011 (Rp9,37 triliun), ada pula kasus izin ekspor minyak sawit mentah 2021-2022 (Rp18 triliun).

Atau, korupsi PT Jiwasraya 2008-2018 senilai Rp16,8 triliun, pengelolaan dana pensiun PT ASABRI (Rp22,78 triliun), pengolahan kondesat ilegal di kilang minyak di Tuban 2009-2011 (Rp35 triliun), penyerobotan lahan negara untuk kelapa sawit 2003-2022 (Rp104 triliun), dan kasus BLBI 2000 (Rp138,4 triliun). Namun, semua itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rasuah timah.

Kenapa korupsi tak mati-mati? Itu pertanyaan lama tetapi tetap, bahkan rasanya akan terus relevan sekarang dan di masa mendatang. Korupsi tak mati-mati, salah satunya lantaran kemauan pengelola negara untuk mematikannya sudah mati.

Bagaimana korupsi bisa mati jika mereka yang semestinya membunuh justru menghidupkannya? Melemahkan kekuatan KPK dengan merevisi UU KPK dalam waktu superkilat salah satu contohnya. Terus menunda pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, meski RUU yang dapat memiskinkan koruptor itu sudah disusun sejak 2008, sama saja memberikan vitamin keberanian kepada para perampok uang negara.

Rakyat, setidaknya saya, yakin bahwa para penegak hukum sadar benar bahwa ringannya hukuman bagi koruptor buruk untuk memberangus korupsi. Tapi faktanya, rata-rata tuntutan dan vonis buat mereka konsisten enteng. Putusan Pengadilan Tipikor Jakarta baru-baru ini yang menghukum Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung Hasbi Hasan cuma 6 tahun membuktikan itu. Belum lagi diskon hukuman atau obral remisi saat koruptor hidup di balik jeruji besi.

Para cerdik pandai berpetuah bahwa harapan itu menguatkan dan asa memberikan tenaga. Kita boleh berharap, merenda asa, dalam perang melawan korupsi. Namun, petuah lain mengingatkan, jangan terlalu berharap jika tak mau kecewa nantinya.

Saya pilih petuah kedua. Saya tidak mau lagi terlalu punya harap pada komitmen negara memerangi korupsi karena tak mau kecewa lagi, lagi, dan lagi. Jika situasi terus seperti ini, korupsi dengan kerugian lebih besar ketimbang Rp271 triliun pun bukan mustahil terjadi.



Berita Lainnya
  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik