Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Kerak itu masih Menempel

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
30/3/2024 05:00
Kerak itu masih Menempel
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

KEMISKINAN itu sebuah risiko sebab hukum pergaulan kerap berpihak dan memberikan kemanjaan kepada orang-orang berharta. Orang-orang miskin harus membayar lebih tinggi untuk membiayai kehidupan yang harus mereka jalani. Kalkulasi sederhananya, orang-orang melaratlah yang selalu harus membeli barang-barang dengan harga lebih mahal.

Karena tidak punya uang cash, misalnya, mak-mak di kampung-kampung membeli barang atau kebutuhan sehari-hari dengan angsuran kepada bank thithil. Sebagian menyebutnya 'bank tuyul', yang berkeliling dari rumah ke rumah dengan harga mencekik leher, bisa sampai dua kali lipat harga nornal.

Karena tidak punya cukup uang untuk membeli secara borongan, orang-orang yang terperangkap oleh kemiskinan harus membeli dalam jumlah ketengan yang harga tiap satuannya lebih mahal bila dibandingkan dengan membeli borongan. Risiko-risiko itu masih kita jumpai saat ini. Apalagi saat harga bahan pangan terus membubung seperti saat ini.

Itu risiko membeli barang dan kebutuhan. Selain itu, ada risiko menjadi orang miskin, yakni risiko sosial. Untuk risiko yang satu ini, bahkan orang melarat harus berhadapan dengan situasi yang kadang harus ditebus dengan nyawa. Tidak jarang ada kasus seorang ayah bunuh diri karena merasa malu pada lingkungan sosialnya setelah merasa tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Risiko tersisih secara sosial karena kemiskinan itu juga tergambar di dunia pendidikan. Dunia pendidikan yang mestinya egaliter kerap memberikan privilese kepada mereka yang berduit. Kesempatan berbeda itu kerap membawa yang beruang ialah yang cepat beradaptasi karena mampu membeli fasilitas.

Risiko seperti itu sudah otomatis terjadi karena memang seperti itulah hukum perdagangan. Ada uang, ada barang. Ada harga, ada rupa. Dalam pertarungan yang tidak seimbang antara uang dan barang, harga dan rupa, seperti itu orang melarat butuh keajaiban untuk menang. Apalagi bila mereka yang bertarung itu berstatus miskin ekstrem.

Hingga saat ini, jumlah orang di zona miskin ekstrem itu masih banyak. Ada lebih dari 2,7 juta orang Indonesia (hampir 1% total populasi) berada dalam kubangan kemiskinan ekstrem. Mereka itu cuma sanggup membeli semua kebutuhan kurang dari Rp13 ribu per orang per hari. Kalau ada kebutuhan yang mesti dibayar hingga Rp16 ribu pada Senin, ia tinggal punya uang Rp10 ribu untuk belanja pada Selasa.

Secara literasi, kondisi rumah tangga miskin ekstrem juga sangat mengenaskan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan sekitar 300 ribu orang rumah tangga miskin (kurang lebih 11,26%) tidak bisa membaca dan menulis. Sebesar 70% kepala rumah tangga miskin ekstrem berpendidikan SD atau sederajat ke bawah. Sebanyak 12,86% rumah keluarga miskin ekstrem berlantaikan tanah. Sebesar 59% rumah tangga miskin ekstrem berkecimpung di dunia pertanian.

Data-data itu menunjukkan betapa sangat rentannya orang-orang supermelarat itu. Sayangnya, janji setiap era pemerintahan untuk mengentaskan seluruhnya jutaan orang dari kubangan kemiskinan ekstrem itu selalu gagal. Pula dalam kurun satu dekade pemerintahan saat ini, hampir bisa dipastikan upaya mengenolkan kemiskinan ekstrem akan gagal.

Pada 2014, seusai memenangi kontestasi pilpres, Presiden Jokowi menargetkan Indonesia bersih dari kemiskinan ekstrem pada 2024 alias akhir tahun ini. Namun, upaya meraih itu masih amat berat. Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhajir Effendi sudah menyiratkan bahwa pada Desember mendatang, masih ada sekitar 0,5% kemiskinan ekstrem di Indonesia. Itu artinya, masih ada 1 juta lebih orang dalam kubangan miskin ekstrem.

Jumlahnya memang terus turun dalam satu dekade ini. Namun, belum bisa hilang sepenuhnya. Program-program yang sudah digeber belum bisa menghapus kemiskinan ekstrem dari muka bumi Indonesia seperti yang dijanjikan. Masih ada 1 juta lebih orang yang terus bersabung dengan risiko yang juga sangat ekstrem.

Benar belaka kata Menko Muhajir bahwa ibarat nasi, kemiskinan ekstrem itu seperti kerak. Ia menempel dan mengeras di penanak nasi sehingga butuh ikhtiar luar biasa untuk mengangkat dan membersihkannya. Naga-naganya, kerak itu masih ada hingga hari berjalan dan waktu yang terus berlalu. Sampai-sampai, tidak terasa 2024 terlewati dan si kerak tetap ada yang menempel di penanak nasi.



Berita Lainnya
  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.