Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
STANDAR bahagia masyarakat Indonesia sebetulnya tidak muluk-muluk. Terlebih lagi standarnya para penggemar dan pendukung sepak bola nasional. Betul-betul sederhana, mimpi mereka tidak tinggi-tinggi meski untuk mimpi yang sederhana itu pun tak banyak dapat diwujudkan.
Dengan impian yang simpel, publik tak sampai menuntut timnas ‘Garuda’ harus menjadi juara Piala Asia, apalagi Piala Dunia, misalnya. Cukup mampu berjaya di level Asia Tenggara saja, itu sudah membahagiakan. Bahkan, kalau itu juga masih dirasa terlalu muluk, standarnya bisa diturunkan lagi. Bisa mengalahkan musuh bebuyutan di kandang lawan saja itu juga sudah menebarkan berjuta kegembiraan.
Anda tidak percaya? Silakan cek melalui media sosial atau bertanya langsung kepada teman, kerabat, saudara, atau tetangga yang gemar bola, seberapa tinggi level gembira dan bahagia mereka seusai timnas asuhan pelatih Shin Tae-yong menggilas Vietnam dengan tiga gol tanpa balas di markas mereka, Stadion My Dinh, Hanoi, Selasa (26/3) malam. Apalagi, itu kemenangan beruntun, setelah lima hari sebelumnya, Indonesia juga berhasil menekuk Vietnam 1-0 di Jakarta.
Semua bersukacita menyambut hasil itu. Bagi sebagian orang, kemenangan sederhana itu rasanya cukup menjadi obat untuk menghilangkan kepusingan akibat harga bahan-bahan pokok yang tak kunjung turun, bahkan makin naik jelang Lebaran. Cukuplah penampilan bernas skuad ‘Garuda’ itu menjadi obat penenang di kala orang sedang gundah gulana menunggu kepastian pembayaran tunjangan hari raya (THR).
Sederhana, bukan? Padahal, pertandingan malam itu belumlah apa-apa. Laga itu hanyalah bagian dari putaran kedua kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Artinya, masih ada beberapa tahap lagi yang mesti dihadapi Indonesia sebelum bisa mencatatkan diri sebagai salah satu wakil Asia di Piala Dunia 2026 yang akan digelar di tiga negara, Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko.
Betul, dua kemenangan beruntun atas Vietnam memang memperbesar peluang ‘Garuda’ lolos ke putaran ketiga kualifikasi. Tinggal butuh satu kemenangan lagi dari dua laga terakhir melawan dua negara lain yang tergabung di Grup F, Irak dan Filipina, Juni mendatang, Indonesia akan melenggang lolos ke putaran ketiga.
Pun, tidak salah kemenangan di Stadion My Dinh itu mengulang keberhasilan timnas Indonesia 20 tahun lalu, tepatnya pada 2004 di perhelatan Piala Tiger (kini bernama Piala AFF). Ketika itu tim ‘Merah Putih’ yang diasuh pelatih asal Inggris Peter Withe juga mampu mencukur Vietnam 3-0 melalui gol-gol yang dicetak Muhammad Mauly Lessy, Boaz Solossa, dan Ilham Jaya Kesuma.
Akan tetapi, kalau mau jujur, semua itu belum bisa disebut capaian luar biasa jika konteks yang kita bicarakan ialah keinginan Indonesia lolos ke putaran final Piala Dunia 2026. Kegemilangan Shin memoles para pemain muda masih akan diuji lagi di putaran-putaran selanjutnya. Ujiannya tentu akan jauh lebih sulit dan berat mengingat lawan-lawan yang bakal dihadapi juga semakin tangguh.
Jadi, sejatinya belum saatnya untuk bergembira. Namun, bagaimana lagi, kemenangan telak di kandang lawan yang selama ini jarang sekali mampu kita catatkan, terlalu manis untuk tidak dirayakan. Mencetak tiga gol tanpa satu pun kebobolan di stadion lawan yang selama dua dekade menjadi mimpi buruk, sungguh terlalu spektakuler untuk direspons dengan sikap biasa-biasa saja.
"Soal lolos enggak lolos pikir nanti saja. Yang penting sekarang kita rayakan dulu keberhasilan timnas menggunduli Vietnam di kandang mereka," kata seorang teman yang dikenal fanatik dalam urusan dukung-mendukung ‘Garuda’. Ia tampak puas, setidaknya untuk hari itu. Ia belum mau berpikir terlalu jauh karena tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan merayakan kegembiraan meski hanya sesaat.
Ya, memang sesederhana itu pendukung sepak bola Indonesia memaknai kegembiraan. Mereka sudah terbiasa mendukung timnas yang minim prestasi. Itulah standar mereka. Ketika ada sedikit saja pencapaian di atas standar, mereka sudah menganggap itu sebagai prestasi dan perlu merayakannya dengan sukacita.
Lagi pula, seperti dikatakan legenda sepak bola Belanda, Johan Cruyff, bukankah tidak ada yang lebih memberikan kesenangan daripada memikirkan dan membicarakan tentang sepak bola? Dalam opininya di surat kabar Belanda, De Telegraaf, yang ia tulis seusai ia didiagnosis menderita kanker paru-paru, Cruyff bahkan menyebut sepak bola bisa membantu dirinya melupakan sakit yang dideritanya.
Tidak ada yang menyangkal itu. Sepak bola memang menggembirakan meskipun ia juga punya sisi menyakitkan. Jika kita memasang standar tinggi, barangkali porsi menyakitkan akan lebih dominan ketimbang menggembirakan. Sebaliknya, kalau pasang standar rendah, niscaya porsi kegembiraannya akan lebih besar. Seperti itulah kiranya suporter Indonesia.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved