Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Racun Demokrasi

Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group
19/3/2024 05:00
Racun Demokrasi
Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

DALAM sebuah obrolan santai minggu lalu seorang kawan yang sudah tiga kali menjabat anggota legislatif tingkat salah satu kabupaten di Jawa Barat mengeluhkan kekalahannya dalam Pemilu 2024.

Dirinya mengaku bukan tidak siap kalah, melainkan dadanya merasa sesak lantaran dikalahkan pesaingnya, caleg sesama partai dan partai lain, karena serangan fajar.

Politik uang di daerah pemilihannya gila-gilaan tanpa tedeng aling-aling. Keyakinan kawan yang berpenampilan kalem tapi necis itu bahwa dirinya akan terpilih sebagai wakil rakyat kandas. Hatinya hancur berkeping-keping.

Keyakinannya akan terpilih kembali sebagai petahana bukan halusinasi karena tiga pemilu sebelumnya kerja-kerja politiknya sangat nyata di masyarakat.

Dia mengawal dana aspirasi atau dana pokok pikiran anggota dewan Rp1 miliar setiap tahun untuk membuat proyek yang memiliki kemaslahatan umum, seperti membuat jalan, jembatan, perbaikan sekolah, rumah ibadah, majelis taklim, fasilitas MCK dan air bersih, dan pemagaran tempat pemakaman umum.

Warga di dapilnya mengetahui bahwa dialah yang memperjuangkan dan mengawal proyek dana aspirasi. Setiap kali peresmian proyek di kampung yang berada di dapilnya dia pasti memberikan sambutan. Warga pun semringah, mereka bertepuk tangan dengan penuh sukacita setelah anggota dewan pujaan memberikan sambutan.

Ibarat pepatah, air susu dibalas air tuba. Dalam pemilu kali ini suara petahana itu jeblok. Suaranya yang terlihat solid saat dia mengunjungi dapil dan menyapa warga menjelang masa pencoblosan 14 Februari lalu mendadak lenyap tak berbekas.

Tak sedikit warga yang berkumpul di sebuah warung atau kedai menyapanya dengan hangat dalam bahasa Sunda. "Singgah heula atuh Pak Dewan, ngopi di dieu (mampir dulu Pak Dewan, ngopi dulu di sini)," ujar seorang warga sembari melambaikan tangan.

Namun, keramahan warga selama ini tidak tecermin pada hasil pemilu. Warga kebanyakan memilih caleg yang memberikan fulus, sembako, telur, dan sebagainya. Warga utamanya memilih caleg yang memberikan uang paling besar.

Sistem pemilu sebenarnya sudah menyadari bahaya politik uang dalam percaturan demokrasi di Tanah Air. Karena itu, regulasi melarang praktik politik haram tersebut.

Menurut Pasal 523 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 disebutkan bahwa 'Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000'.

Politik uang dalam pemilu menyebabkan biaya tinggi (high cost) dalam politik. Jika terpilih sebagai anggota dewan, tentu mereka akan berpikir bagaimana mengembalikan modal, apalagi jika modal nyaleg berasal dari pinjaman yang jumlahnya tidak sedikit. Modal politik semakin besar jika mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga pencapresan.

Belum lagi dana untuk mahar politik atau 'uang perahu' sehingga sang calon bisa mendapatkan dukungan partai politik. Biaya politik untuk nyalon pilkada, katakanlah tidak berstatus pinjaman, tetapi donasi dari pengusaha, hal itu juga akan membuat repot di belakang hari bagi calon yang terpilih. Mereka akan meminta jatah proyek APBD/APBN.

Dari sejumlah survei diketahui kisaran biaya minimal caleg untuk DPR RI dari Rp2 miliar-Rp6 miliar, DPRD provinsi dari Rp500 juta-Rp1 miliar, dan DPRD kabupaten/kota Rp250 juta-Rp500 juta. Sementara itu, untuk pilkada provinsi, survei KPK dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2022 menyebutkan sekitar Rp100 miliar dan pilkada kabupaten/kota sekitar Rp20 miliar-Rp30 miliar.

Politik uang ialah racun demokrasi. Pelakunya menunggangi pesta demokrasi untuk kepentingan dirinya. Politik uang juga melemahkan mental masyarakat dalam menentukan pilihan mereka sekaligus melemahkan kedaulatan rakyat. Mereka juga menciptakan masyarakat permisif terhadap rasuah.

Elite politik seperti itu memandang suara rakyat bisa dibeli untuk mengantarkan mereka ke singgasana kekuasaan. Biaya politik yang tinggi ialah akar dari korupsi. Alhasil, praktik rasuah di negeri ini tak pernah surut, bahkan terus tumbuh subur dengan 'wajah-wajah baru' pencoleng uang negara.

Sejak KPK berdiri hingga Agustus 2022 sebanyak 310 anggota DPR dan DPRD, 154 bupati atau wali kota, dan 22 gubernur tersandung oleh kasus korupsi. Tak aneh skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia terus ambyar.

Pemberantasan korupsi di Tanah Air akan tetap jalan di tempat, bahkan mundur ke belakang jika hulunya diwarnai dengan praktik politik kotor. Politik yang menjauhkan diri dari etika dan hukum. Mereka sejatinya bukan pemimpin. Mereka ialah maling. Tabik!



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik