Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
PSIKE publik terus diaduk-aduk, akhir-akhir ini. Belum berakhir dibuat sesak napas karena harga kebutuhan pokok strategis yang terus membubung, kini publik dibikin terkaget-kaget oleh pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Ketua Umum Partai Golkar itu memastikan pemerintahan baru nanti bakal melanjutkan beleid perpajakan dengan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% saat ini menjadi 12% mulai 1 Januari tahun depan.
Kata kuncinya 'melanjutkan'. Bagi Airlangga, kemenangan pasangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 (setidaknya versi hitung cepat lembaga survei) ialah garansi kelanjutan. Itu termasuk melanjutkan aturan penaikan tarif PPN. Perkara hidup rakyat kian terdesak oleh penaikan tarif PPN, itu urusan belakangan.
Penaikan PPN dianggap sebagai pelaksanaan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam beleid itu pemerintah dan DPR menetapkan PPN naik jadi 11% mulai 2022 dan menjadi 12% mulai 2025. Produk itulah yang dilanjutkan, dengan alasan menjalankan perintah undang-undang.
Namun, sejumlah analis memperkirakan, bila penaikan tarif PPN jadi 12%, hal itu berpotensi menambah orang miskin baru. Itu merupakan imbas tabungan masyarakat yang bakal makin terkuras untuk belanja. Kendati objek PPN ialah dunia usaha, ujung-ujungnya yang membayar tetap konsumen, para pembeli juga.
Dalam pandangan Center of Economic and Law Studies (Celios), misalnya, kebijakan tersebut akan membebani masyarakat, terutama kelas menengah. Pasalnya, penaikan tarif PPN bisa lebih tinggi daripada kenaikan upah. Jadi, sudah bisa dibayangkan, mencari kerja sulit, persaingan semakin ketat, kenaikan upah minimum juga tidak seberapa, tapi beban bertambah.
Kebijakan pemerintah menaikkan tarif PPN justru menahan daya beli dan mengurangi konsumsi rumah tangga. Dampaknya, pertumbuham ekonomi kian tertatih-tatih. Lebih dari separuh (sekitar 53%) pertumbuhan ekonomi kita yang 5,05% pada 2023 itu ditopang konsumsi rumah tangga, terutama kaum kelas menengah.
Penaikan PPN itu jelas menonjok kelas menengah yang selama ini terimpit. Kelas menengah tidak saja bakal mengurangi belanja, tetapi juga terpaksa menguras tabungan karena harga barang yang mereka beli akan semakin mahal.
Pada saat situasi 'mantab' (makan tabungan) itu terus-menerus terjadi, tidak menunggu lama tabungan bakal habis. Kalau sudah tidak ada lagi yang ditabung, tapi tetap harus membeli barang, kaum kelas menengah rentan itu akan turun menjadi orang miskin baru atau di bawah garis kemiskinan.
Tingkat konsumsi rumah tangga yang melambat pada 2023 dan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut loyo bakal terus melambat jika kelas menengah turun kelas. Kesimpulannya, kelas menengah itu ialah kelas yang sensitif. Mereka sensitif terhadap kenaikan harga, penaikan pajak seperti PPN, juga sensitif terhadap suku bunga. Bila suku bunga naik, cicilan kredit pemilikan rumah (KPR) juga naik. Jika PPN naik, belanja yang dibeli juga turut naik.
Padahal, proporsi kelas menengah 'sensitif' itu dalam struktur ekonomi Indonesia mendominasi. Berdasarkan laporan Bank Dunia bertajuk Aspiring Indonesia -Expanding the Middle Class pada 2022, porsi kelas menengah hampir setengah dari total penduduk Indonesia. Bank Dunia dalam laporan mereka itu menggunakan data penduduk Indonesia pada 2016 yang sebanyak 261 juta jiwa. Kelas atas jumlahnya hanya 3,1 juta, sedangkan kelas menengah 53,6 juta, kelas menengah rentan 114,7 juta, kelas rentan 61,6 juta, dan kelas bawah atau miskin 28 juta.
Repotnya lagi, sudah jumlah kelas menengah rentan mendominasi, mereka juga masih rentan jatuh miskin karena tidak mendapatkan stimulus ekonomi langsung dari pemerintah. Untuk kelas bawah, kehidupan sehari-hari mereka masih dibantu dengan bansos. Akibatnya, ketika ada perubahan harga, konsumsi kelas menengah harus ditutup dengan tabungan mereka.
Menaikkan PPN memang memudahkan penambahan pendapatan pajak. Setidaknya, puluhan triliun rupiah bisa diraup dari penaikan PPN dari 11% menjadi 12% itu. Namun, ada potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang bisa menghilangkan pendapatan hingga ratusan triliun rupiah. Ujung-ujungnya, malah tekor. Bukan solusi menang-menang yang didapat, melainkan malah kalah-kalah karena sama-sama rebah terkena oleh tonjokan 12% itu.
Relasi antara pemerintah dan rakyat yang seperti itu mengingatkan saya akan nukilan lirik lagu karya Rinto Harahap yang dipopulerkan Broery Marantika, Aku Begini, Engkau Begitu:
'Di dalam tidur, di dalam doa kita berjanji
Membuka pintu, buka jendela bersama-sama
Tapi lihatlah, apa yang terjadi
kita terkadang berbeda rasa
Aku begini, engkau begitu
sama saja'.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved