Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Wajah Jakarta Nanti

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
14/3/2024 05:00
Wajah Jakarta Nanti
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

BAKAL seperti apa Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara? Jangan bayangkan Jakarta tiba-tiba menjadi sepi, mendadak jalanannya lengang setiap waktu, enggak ada macet, banjir seketika menghilang, semua orangnya jadi nyantai karena tidak diburu-buru rush hour, atau gambaran kondisi humanis lain yang berkebalikan dengan situasi Jakarta saat ini.

Tentu tidak 'sehebat' itu Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara bisa mengambil alih semua beban dan persoalan Jakarta. Kalau diibaratkan Jakarta punya dua nyawa: nyawa bisnis dan nyawa pemerintahan, IKN hanya akan menyomot salah satunya. Jakarta sebagai pusat pemerintahan bakal dipindah, tetapi nyawa Jakarta sebagai pusat bisnis dan perekonomian kiranya tak bakal berubah, tidak tergantikan.

Memangnya ada, kota atau daerah, paling tidak sekarang ini, yang mampu menggantikan Jakarta sebagai sentra perputaran bisnis alias uang? Semua uang beredar di Jakarta, mulai uang dingin sampai uang panas. Semua bisnis bergerak di sini, dari bisnis abal-abal sampai yang beromzet triliunan.

Lalu, memangnya bos-bos besar yang mengendalikan perputaran bisnis dan uang itu mau begitu saja memindahkan 'brankasnya' ke kota lain, apalagi ke IKN Nusantara yang belum terlihat wujudnya? Jawabannya pasti, tidak.

Dari kacamata ekonomi, Jakarta tetaplah Mutiara meskipun kepadatan penduduk, tingkat kemacetan, polusi udara, dan siklus bencananya kerap melampaui kewajaran. Walaupun itu semua selalu menjadi masalah, tidak cuma tahunan bahkan harian, entah kenapa Jakarta tak pernah kehilangan daya magisnya. Sang megaurban, sang megapolitan tidak pernah gagal menawarkan peluang sekaligus mimpi utopia.

Pemerintah, sekalipun amat ngotot ingin ibu kota negara segera dipindah, sepertinya paham Jakarta tak bisa diabaikan. Seketika melupakan Jakarta setelah ia kehilangan status ibu kota, bukanlah langkah pintar, apalagi bijak. Begitu saja meminggirkan Jakarta tanpa memikirkan transisinya bisa menjadi bencana bagi ekonomi, tidak hanya skala lokal, tetapi juga nasional.

Menjadi lumrah kalau kemudian pemerintah mendesain Jakarta tetap akan memiliki kekhususan baru setelah kekhususan sebagai ibu kota dicabut. Boleh jadi kekhususan itu diproyeksikan untuk mengikat agar nadi perekonomian skala nasional dapat tetap berdenyut kencang di kota yang dulu bernama Batavia itu.

Namun, bakal sekhusus apa Jakarta nanti, akan sekeren apa kekhususan itu untuk mengungkit kehidupan warganya, sesungguhnya kita belum tahu pasti. Itulah yang ditunggu publik dari pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). RUU ini, kemarin, sudah mulai dibahas di rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR, DPD, dan Menteri Dalam Negeri.

Sayangnya, dari banyak diskursus soal RUU DKJ hingga hari ini, soal bagaimana menjaga, merawat, dan mempertahankan nyawa ekonomi-bisnis di Jakarta setelah pemindahan ibu kota tak banyak muncul. Dua isu yang memenuhi ruang-ruang perdebatan publik malah soal sistem pemilihan Gubernur DKJ (langsung dipilih rakyat atau langsung ditunjuk presiden) dan rencana pembentukan dewan kawasan aglomerasi yang akan dipimpin wakil presiden.

Sebetulnya tidak ada yang salah dengan isu tersebut. Wajar saja ada tawaran konsep baru untuk operasional pemerintahan di daerah 'baru', seperti Daerah Khusus Jakarta. Namun, persoalannya, belakangan tone perbincangan perihal dua isu itu terus-terusan negatif.

Mengapa negatif? Karena publik mulai bisa membaca sekaligus mencurigai ada campur tangan penguasa di balik munculnya dua pasal tersebut di RUU DKJ. Ada indikasi pemerintah atau penguasa belum ingin kehilangan kendali atas wilayah eks ibu kota tersebut.

Kilau Jakarta terlampau terang. Dengan segala kekuatan ekonominya, Jakarta tak hanya magnet buat orang kecil yang ingin menggapai mimpi, tetapi juga serupa berlian yang membuat orang-orang kuat rela berebut dan setelah memenangi perebutan tak rela melepas genggamannya.

Beban Jakarta yang katanya ingin dilepaskan dengan mengubah statusnya sebagai ibu kota, kiranya juga tak akan signifikan memengaruhi daya tarik Jakarta di mata para elite penguasa politik ataupun ekonomi. Karena itu, seperti keyakinan saya di awal tulisan, wajah Jakarta tak serta-merta berubah menjadi humanis setelah tak menyandang ibu kota.

Jakarta tidak akan banyak berubah karena kepentingan yang ingin mengendalikannya juga masih sama. Jakarta dengan kekhususannya yang baru nanti sepertinya hanya ingin dijadikan objek untuk memenuhi kepentingan politik dan ekonomi para penguasa, bukan sebagai subjek untuk memanusiakan dan membahagiakan seluruh warganya.



Berita Lainnya
  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.