Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
BAKAL seperti apa Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara? Jangan bayangkan Jakarta tiba-tiba menjadi sepi, mendadak jalanannya lengang setiap waktu, enggak ada macet, banjir seketika menghilang, semua orangnya jadi nyantai karena tidak diburu-buru rush hour, atau gambaran kondisi humanis lain yang berkebalikan dengan situasi Jakarta saat ini.
Tentu tidak 'sehebat' itu Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara bisa mengambil alih semua beban dan persoalan Jakarta. Kalau diibaratkan Jakarta punya dua nyawa: nyawa bisnis dan nyawa pemerintahan, IKN hanya akan menyomot salah satunya. Jakarta sebagai pusat pemerintahan bakal dipindah, tetapi nyawa Jakarta sebagai pusat bisnis dan perekonomian kiranya tak bakal berubah, tidak tergantikan.
Memangnya ada, kota atau daerah, paling tidak sekarang ini, yang mampu menggantikan Jakarta sebagai sentra perputaran bisnis alias uang? Semua uang beredar di Jakarta, mulai uang dingin sampai uang panas. Semua bisnis bergerak di sini, dari bisnis abal-abal sampai yang beromzet triliunan.
Lalu, memangnya bos-bos besar yang mengendalikan perputaran bisnis dan uang itu mau begitu saja memindahkan 'brankasnya' ke kota lain, apalagi ke IKN Nusantara yang belum terlihat wujudnya? Jawabannya pasti, tidak.
Dari kacamata ekonomi, Jakarta tetaplah Mutiara meskipun kepadatan penduduk, tingkat kemacetan, polusi udara, dan siklus bencananya kerap melampaui kewajaran. Walaupun itu semua selalu menjadi masalah, tidak cuma tahunan bahkan harian, entah kenapa Jakarta tak pernah kehilangan daya magisnya. Sang megaurban, sang megapolitan tidak pernah gagal menawarkan peluang sekaligus mimpi utopia.
Pemerintah, sekalipun amat ngotot ingin ibu kota negara segera dipindah, sepertinya paham Jakarta tak bisa diabaikan. Seketika melupakan Jakarta setelah ia kehilangan status ibu kota, bukanlah langkah pintar, apalagi bijak. Begitu saja meminggirkan Jakarta tanpa memikirkan transisinya bisa menjadi bencana bagi ekonomi, tidak hanya skala lokal, tetapi juga nasional.
Menjadi lumrah kalau kemudian pemerintah mendesain Jakarta tetap akan memiliki kekhususan baru setelah kekhususan sebagai ibu kota dicabut. Boleh jadi kekhususan itu diproyeksikan untuk mengikat agar nadi perekonomian skala nasional dapat tetap berdenyut kencang di kota yang dulu bernama Batavia itu.
Namun, bakal sekhusus apa Jakarta nanti, akan sekeren apa kekhususan itu untuk mengungkit kehidupan warganya, sesungguhnya kita belum tahu pasti. Itulah yang ditunggu publik dari pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). RUU ini, kemarin, sudah mulai dibahas di rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR, DPD, dan Menteri Dalam Negeri.
Sayangnya, dari banyak diskursus soal RUU DKJ hingga hari ini, soal bagaimana menjaga, merawat, dan mempertahankan nyawa ekonomi-bisnis di Jakarta setelah pemindahan ibu kota tak banyak muncul. Dua isu yang memenuhi ruang-ruang perdebatan publik malah soal sistem pemilihan Gubernur DKJ (langsung dipilih rakyat atau langsung ditunjuk presiden) dan rencana pembentukan dewan kawasan aglomerasi yang akan dipimpin wakil presiden.
Sebetulnya tidak ada yang salah dengan isu tersebut. Wajar saja ada tawaran konsep baru untuk operasional pemerintahan di daerah 'baru', seperti Daerah Khusus Jakarta. Namun, persoalannya, belakangan tone perbincangan perihal dua isu itu terus-terusan negatif.
Mengapa negatif? Karena publik mulai bisa membaca sekaligus mencurigai ada campur tangan penguasa di balik munculnya dua pasal tersebut di RUU DKJ. Ada indikasi pemerintah atau penguasa belum ingin kehilangan kendali atas wilayah eks ibu kota tersebut.
Kilau Jakarta terlampau terang. Dengan segala kekuatan ekonominya, Jakarta tak hanya magnet buat orang kecil yang ingin menggapai mimpi, tetapi juga serupa berlian yang membuat orang-orang kuat rela berebut dan setelah memenangi perebutan tak rela melepas genggamannya.
Beban Jakarta yang katanya ingin dilepaskan dengan mengubah statusnya sebagai ibu kota, kiranya juga tak akan signifikan memengaruhi daya tarik Jakarta di mata para elite penguasa politik ataupun ekonomi. Karena itu, seperti keyakinan saya di awal tulisan, wajah Jakarta tak serta-merta berubah menjadi humanis setelah tak menyandang ibu kota.
Jakarta tidak akan banyak berubah karena kepentingan yang ingin mengendalikannya juga masih sama. Jakarta dengan kekhususannya yang baru nanti sepertinya hanya ingin dijadikan objek untuk memenuhi kepentingan politik dan ekonomi para penguasa, bukan sebagai subjek untuk memanusiakan dan membahagiakan seluruh warganya.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved