Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Regenerasi Petani Mati Suri

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
09/3/2024 05:00
Regenerasi Petani Mati Suri
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

ORANG kerap bicara tentang hikmah di balik musibah. Saya kira ada benarnya. Termasuk, hikmah di balik musibah naiknya harga beras dan harga pangan lainnya, akhir-akhir ini. Pasti ada hikmah atau pelajaran yang bisa dipetik dari kemelut meroketnya harga itu.

Salah satu pelajaran penting ialah negeri agraris ini terlalu lama abai terhadap sektor pertanian. Bukti jelasnya, sudah satu dekade terakhir, pertumbuhan sektor pertanian secara nasional nyaris tidak pernah mampu mendekati pertumbuhan ekonomi nasional. Kalaupun pernah menyalip, itu disebabkan ada 'kecelakaan' bernama pandemi covid-19 yang membuat ekonomi tumbuh minus, sedangkan pertanian tetap plus.

Begitu pandemi berakhir, era 'normal' kembali terjadi, yakni sektor pertanian selalu kedodoran mengikuti pertumbuhan ekonomi. Saat ekonomi nasional tumbuh 5,05% tahun lalu, misalnya, sektor pertanian secara nasional cuma mampu tumbuh 1,3%. Ada ketimpangan, ada jurang yang menganga. Wajar bila jurang itu berimbas pada kian porak-porandanya manajemen perberasan kita.

Hikmah lainnya, kini kita kembali menemukan gairah untuk berbicara tentang urgensi regenerasi petani. Berbagai analisis menunjukkan bahwa menjadi petani saat ini bukan pilihan terbaik bagi banyak orang. Jika ada pekerjaan yang lebih baik, banyak petani pasti lebih memilih bekerja di sektor lain itu.

Kok, bisa begitu? Jawabnya, bisa saja. Buat apa bertahan dan bergelut di lahan pertanian bila tidak menguntungkan? Sudah merogoh modal serupa pedagang, hasilnya jauh api dari panggang.

Petani perlu lahan yang kini harga sewanya sudah tinggi. Belum lagi biaya operasi buat pupuk dan ongkos kerja. Hanya mengandalkan pupuk bersubsidi, hasil panen pasti tidak memadai sebab pupuknya kurang. Mau beli pupuk nonsubsidi, kantong petani teramat tipis untuk menebus harganya.

Karena itu, yang bertahan tinggallah petani-petani berumur, yang mengolah lahan pertanian karena terpaksa. Terpaksa bekerja daripada menganggur walau gagal makmur. Saat ini, berdasarkan analisis Kelompok Tani dan Nelayan Andalan, hampir 60% masyarakat berprofesi sebagai petani padi karena memang tidak ada pilihan.

Selain itu, banyak generasi muda tidak melirik profesi pertanian karena tidak menguntungkan. Meski harga beras saat ini naik, misalnya, para petani belum bisa mendapat untung karena mereka baru memasuki musim tanam. Diperkirakan, pertanian mulai memasuki masa panen pada akhir Maret atau awal April. Namun, harga beras bisa jadi sudah turun saat musim panen tiba.

Pada kondisi seperti ini, orang pun menagih janji keberpihakan pemerintah kepada petani. Karena keberpihakan yang tidak kunjung datang itu, petani padi seperti sedang menghitung hari untuk 'mati' karena sudah tidak punya harapan lagi. Tidak ada program yang jelas-jelas menguntungkan petani. Saat jorjoran dana bansos, tempo hari, cuma secuil yang dipakai untuk tambahan subsidi pupuk. Padahal, bila sebagian anggaran bansos yang lebih dari Rp490 triliun itu dipakai untuk menambah subsidi pupuk, petani bakal bangkit.

Dengan pupuk yang kurang, produktivitas padi akan mentok di sekitar 5 ton per hektare. Amat sulit bagi kita untuk mengejar produktivitas padi seperti negara tetangga, Thailand dan Vietnam, yang sanggup menghasilkan panen hingga 10 ton per hektare. Saat El Nino menyergap, ketika produksi padi kita tiarap hingga minus, baik Thailand maupun Vietnam tetap surplus.

Karena itu, jangan banyak berkhayal meraih swasembada beras dalam kurun lama bila regenerasi petani padi mandek akibat nihilnya keberpihakan. Dulu, di zaman Presiden Soeharto, negeri ini bisa swasembada beras karena penduduknya hanya 155 juta dan lahan pertanian luas. Sekarang, jumlah penduduk nyaris dua kali lipat, luas sawah semakin berkurang.

Ketika lahan semakin sempit, pertanian tidak memberikan jaminan kesejahteraan, regenerasi petani bakal terus bergerak seperti siput. Kalau begini terus, hidup, bagi petani, hanyalah hari-hari menunda kekalahan. Bahkan, bisa juga kematian seperti selalu siap menyergap setiap saat.

Karena itu, barangkali menjadi petani, apalagi petani kecil, sudah bukan lagi cita-cita yang agung dan menarik seperti judul lagu karya Ebiet G Ade. Penyanyi kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah, itu pada 1980 pernah merilis lagu yang diberi judul Cita-Cita Kecil si Anak Desa, saat bermimpi meraih kesejahteraan dan kedamaian sebagai petani. Juga, tidak relevan lagi lagu Ebiet yang lain, Doa Sepasang Petani Muda, karena sudah tidak ditemukan lagi petani muda sebab regenerasi petani mati suri.



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik