Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Regenerasi Petani Mati Suri

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
09/3/2024 05:00
Regenerasi Petani Mati Suri
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

ORANG kerap bicara tentang hikmah di balik musibah. Saya kira ada benarnya. Termasuk, hikmah di balik musibah naiknya harga beras dan harga pangan lainnya, akhir-akhir ini. Pasti ada hikmah atau pelajaran yang bisa dipetik dari kemelut meroketnya harga itu.

Salah satu pelajaran penting ialah negeri agraris ini terlalu lama abai terhadap sektor pertanian. Bukti jelasnya, sudah satu dekade terakhir, pertumbuhan sektor pertanian secara nasional nyaris tidak pernah mampu mendekati pertumbuhan ekonomi nasional. Kalaupun pernah menyalip, itu disebabkan ada 'kecelakaan' bernama pandemi covid-19 yang membuat ekonomi tumbuh minus, sedangkan pertanian tetap plus.

Begitu pandemi berakhir, era 'normal' kembali terjadi, yakni sektor pertanian selalu kedodoran mengikuti pertumbuhan ekonomi. Saat ekonomi nasional tumbuh 5,05% tahun lalu, misalnya, sektor pertanian secara nasional cuma mampu tumbuh 1,3%. Ada ketimpangan, ada jurang yang menganga. Wajar bila jurang itu berimbas pada kian porak-porandanya manajemen perberasan kita.

Hikmah lainnya, kini kita kembali menemukan gairah untuk berbicara tentang urgensi regenerasi petani. Berbagai analisis menunjukkan bahwa menjadi petani saat ini bukan pilihan terbaik bagi banyak orang. Jika ada pekerjaan yang lebih baik, banyak petani pasti lebih memilih bekerja di sektor lain itu.

Kok, bisa begitu? Jawabnya, bisa saja. Buat apa bertahan dan bergelut di lahan pertanian bila tidak menguntungkan? Sudah merogoh modal serupa pedagang, hasilnya jauh api dari panggang.

Petani perlu lahan yang kini harga sewanya sudah tinggi. Belum lagi biaya operasi buat pupuk dan ongkos kerja. Hanya mengandalkan pupuk bersubsidi, hasil panen pasti tidak memadai sebab pupuknya kurang. Mau beli pupuk nonsubsidi, kantong petani teramat tipis untuk menebus harganya.

Karena itu, yang bertahan tinggallah petani-petani berumur, yang mengolah lahan pertanian karena terpaksa. Terpaksa bekerja daripada menganggur walau gagal makmur. Saat ini, berdasarkan analisis Kelompok Tani dan Nelayan Andalan, hampir 60% masyarakat berprofesi sebagai petani padi karena memang tidak ada pilihan.

Selain itu, banyak generasi muda tidak melirik profesi pertanian karena tidak menguntungkan. Meski harga beras saat ini naik, misalnya, para petani belum bisa mendapat untung karena mereka baru memasuki musim tanam. Diperkirakan, pertanian mulai memasuki masa panen pada akhir Maret atau awal April. Namun, harga beras bisa jadi sudah turun saat musim panen tiba.

Pada kondisi seperti ini, orang pun menagih janji keberpihakan pemerintah kepada petani. Karena keberpihakan yang tidak kunjung datang itu, petani padi seperti sedang menghitung hari untuk 'mati' karena sudah tidak punya harapan lagi. Tidak ada program yang jelas-jelas menguntungkan petani. Saat jorjoran dana bansos, tempo hari, cuma secuil yang dipakai untuk tambahan subsidi pupuk. Padahal, bila sebagian anggaran bansos yang lebih dari Rp490 triliun itu dipakai untuk menambah subsidi pupuk, petani bakal bangkit.

Dengan pupuk yang kurang, produktivitas padi akan mentok di sekitar 5 ton per hektare. Amat sulit bagi kita untuk mengejar produktivitas padi seperti negara tetangga, Thailand dan Vietnam, yang sanggup menghasilkan panen hingga 10 ton per hektare. Saat El Nino menyergap, ketika produksi padi kita tiarap hingga minus, baik Thailand maupun Vietnam tetap surplus.

Karena itu, jangan banyak berkhayal meraih swasembada beras dalam kurun lama bila regenerasi petani padi mandek akibat nihilnya keberpihakan. Dulu, di zaman Presiden Soeharto, negeri ini bisa swasembada beras karena penduduknya hanya 155 juta dan lahan pertanian luas. Sekarang, jumlah penduduk nyaris dua kali lipat, luas sawah semakin berkurang.

Ketika lahan semakin sempit, pertanian tidak memberikan jaminan kesejahteraan, regenerasi petani bakal terus bergerak seperti siput. Kalau begini terus, hidup, bagi petani, hanyalah hari-hari menunda kekalahan. Bahkan, bisa juga kematian seperti selalu siap menyergap setiap saat.

Karena itu, barangkali menjadi petani, apalagi petani kecil, sudah bukan lagi cita-cita yang agung dan menarik seperti judul lagu karya Ebiet G Ade. Penyanyi kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah, itu pada 1980 pernah merilis lagu yang diberi judul Cita-Cita Kecil si Anak Desa, saat bermimpi meraih kesejahteraan dan kedamaian sebagai petani. Juga, tidak relevan lagi lagu Ebiet yang lain, Doa Sepasang Petani Muda, karena sudah tidak ditemukan lagi petani muda sebab regenerasi petani mati suri.



Berita Lainnya
  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.

  • Basa-basi Meritokrasi

    27/5/2025 05:00

    HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.

  • Perseteruan Profesor-Menkes

    26/5/2025 05:00

    ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”

  • Koperasi dan Barca

    24/5/2025 05:00

    KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.