Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Bejana Moral

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
24/2/2024 05:00
Bejana Moral
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

BANYAK orang, termasuk saya, resah dengan kondisi negeri ini. Pokok kegundahan mereka, juga saya, ialah soal tidak mendapatkan jawaban memuaskan atas pertanyaan: apakah etika dan moral masih mendapatkan tempat di Republik ini? Apakah ketidaknormalan, keculasan, kecurangan sudah dianggap kewajaran dalam urusan menang dan kalah?

Universalitas bahwa etika mesti dijunjung tinggi, yang curang mesti dilawan, yang culas mesti digilas seolah tidak berlaku lagi saat ini. Perubahan teknologi, kemudahan untuk menyebarkan informasi, dan kemelekan teknologi tidak dibarengi kedalaman literasi. Media sosial kian banal. Ia menjadi kuburan bagi sikap kritis dan kedalaman pikiran.

Apa yang terjadi di depan mata akhir-akhir ini ialah pertunjukan telanjang bagaimana prinsip-prinsip moral dan etike telah ditabrak dan dikesampingkan. Kepentingan meraih kemenangan elektoral dicapai dengan menghalalkan segala cara, termasuk cara-cara yang mestinya diharamkan.

Survei Indikator Politik Indonesia menemukan bahwa hanya 49,6% responden yang menganggap politik uang harus dilawan. Itu menunjukkan bahwa cara haram pun sudah mulai dianggap halal. Padahal, pada Pemilu 2019, survei serupa masih mendapati mereka yang menolak politik uang ada di angka 67%.

Dari survei itu juga terekam bahwa 46,9% orang menganggap politik uang hal yang wajar. Mereka menganggap perilaku politik uang itu bisa ditoleransi. Kalaulah dianggap korupsi, mungkin dikategorikan 'korupsi kecil-kecilan'. Kalaulah dimasukkan ke kategori dosa, begitu kira-kira yang ada di benak 46,9% orang itu, bukanlah dosa besar dan bisa diampuni dengan bertaubat. Inilah pertaubatan dengan 'menyiasati Tuhan'.

Tidak mengherankan bila perilaku serbapermisif itu kian tergambar dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) kita. Dalam dua tahun terakhir (2022 dan 2023) skor IPK kita cuma 34, kian jauh dari cita-cita target skor IPK di angka 45 tahun ini. Skor IPK 34 itu sama persis dengan skor saat Joko Widodo memulai mandat menjadi presiden di 2014.

Keresahan para kelompok masyarakat kritis kian mendalam saat mendapati defisit keteladanan dari para elite di negeri ini, termasuk dari elitenya elite. Mereka yang mestinya menjadi pemandu netralitas, malah terjun menjadi promotor keberpihakan. Mereka yang seharusnya memegang teguh sumpah, malah mencontohkan secara terbuka melanggar sumpah.

Maka, saya sangsi akan prediksi Goldman Sachs bahwa pada 2050 hingga 2070, Indonesia akan menjadi negara terbesar keempat di dunia. Keempat negara tersebut adalah Tiongkok, Amerika Serikat, India, dan Indonesia. Prediksi itu bahkan sudah dijadikan acuan pemerintah dalam memformulasikan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2045 untuk mencapai Indonesia emas.

Kesangsian saya berangkat dari masalah utama kita, yakni kian merosotnya kepercayaan kelompok kritis di masyarakat terhadap elite pengendali pemerintahan. Mereka sudah menyalakan lampu kuning pada praktik pemerintahan dan aksi penyelenggaraan negara yang kian menjauh dari etika dan moral. Jika peringatan dan seruan itu terus diabaikan, bisa jadi prediksi Goldman Sach tersebut tinggal menjadi prediksi.

Sebaliknya, bila prasyarat persiapan teknokratik berupa strategi dan eksekusi langkah-langkah sistematis menuju 2045 itu menggenggam erat etika dan moral, boleh jadi prediksi itu benar-benar menjadi kenyataan. Gerak perubahan menuju 2045 jelas tidak akan sama dengan gerak perubahan sebelumnya. Namun, universalitas standar moral dan etika mestinya permanen, tidak berubah .

Kecepatan perubahan jelas tidak boleh mengubah standar etika dan moral. Sebab yang baik dan buruk, yang pantas dan tidak pantas, yang benar dan salah, akan selalu sama tolok ukurnya, yakni hati nurani dan akal sehat. Sejak era kerasulan hingga zaman kekinian, standar-standar etik dan moral tidak pernah berubah.

Ini berbeda dengan gerak perubahan teknologi yang makin ke sini makin cepat. Dulu, perubahan terjadi setiap 1.000 tahun sehingga dikenal instilah milenium. Lalu, sejak revolusi industri, perubahan terjadi setiap 100 tahun. Makanya dikenal istilah abad. Namun, kini, akibat revolusi teknologi 4.0, perubahan terjadi setiap 10 tahunan (dekade), dan bukan tidak mungkin mulai 2030, perubahan disruptif akan terjadi setiap 5 tahunan, bahkan setiap 2 tahunan.

Seorang ahli Mc Kinsey pernah mengatakan strategy is a journey karena perubahan datang begitu cepat dan membawa ketidakpastian. Namun, panduan moral dan etik tetap permanen. Justru karena kian pastinya ketidakpastian itu, kita mestinya kian menguatkan basis moral dan etik. Itulah sumbu peradaban. Itulah suluh bagi ketidakpastian.

Bejana etika dan moral kita memang sudah nyaris kosong. Namun, saya masih menyisakan optimisme dan harapan akan ada generasi yang terus berjuang untuk mengisi kembali bejana yang nyaris kosong itu. Bisa dalam waktu singkat, atau butuh beberapa waktu lebih lama. Namun, bejana moral dan etika itu bakal terisi kembali.



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik