Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
POLITIK sangatlah cair. Dinamikanya amat luwes. Dalam politik, sekarang kawan, besok bisa jadi lawan. Sebaliknya, kemarin jadi lawan sengit, lusa boleh jadi sudah jadi kawan karib. Tidak ada musuh abadi dalam politik.
Kata orang, politics is the art of the possible, politik ialah seni kemungkinan. Kecairan politik itu pada akhirnya kerap memupus sekat-sekat ideologis. Kendati berbeda secara ideologi, politik bisa menyatu karena faktor-faktor lain. Salah satunya karena kepentingan yang sama.
Pengangkatan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai menteri agraria dan tata ruang (ATR), kemarin, ialah contoh nyata betapa politik bisa sebegitu cairnya. Selama sembilan tahun lebih, Partai Demokrat yang kini dipimpin AHY ialah oposisi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mereka istikamah di jalan oposisi, berdua dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Tidak sedikit langkah atau kebijakan Jokowi yang dikritik, bahkan dengan sangat keras oleh Demokrat. Soal pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan cawe-cawe Presiden di awal-awal proses tahapan Pemilu 2024, misalnya. Berkali-kali isu tersebut menjadi sasaran kritik para politikus Partai Demokrat, termasuk oleh sang ketua umum AHY dalam pidato politiknya, Juli 2023 lalu.
Namun, itu cerita lalu. Orang politik selalu bilang, politik tidak boleh kaku. Harus fleksibel. Demokrat pada akhirnya mempraktikkan itu. Keoposisian Demokrat dan AHY seketika luruh setelah partai yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut bergabung ke dalam gerbong pendukung pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu 2024.
Di belakang koalisi Prabowo-Gibran ada Jokowi. Bila Demokrat memutuskan masuk ke koalisi itu, apakah elok kalau mereka masih meneruskan misi 'melawan' Jokowi? Tentu saja tidak. Maka, terjawab sudah mengapa Demokrat, AHY, bahkan SBY, tampak bersukacita ketika Jokowi akhirnya menarik mereka masuk ke Kabinet Indonesia Maju meski usia kabinet itu hanya bersisa delapan bulan lagi.
Bukan kebetulan, memang sedang ada satu posisi lowong di kabinet Jokowi setelah Mahfud MD mundur dari jabatannya sebagai menteri koordinator politik, hukum, dan keamanan (menko polhukam). Desas-desus di awal, AHY akan langsung dipasang sebagai pengganti Mahfud sebagai menko polhukam.
Namun, entah dengan pertimbangan apa, Jokowi akhirnya memilih menggeser Menteri ATR Hadi Tjahjanto ke posisi yang ditinggal Mahfud, dan menempatkan AHY sebagai menteri ATR menggantikan Hadi Tjahjanto. Kali ini, Jokowi kiranya berhasil menerapkan falsafah Jawa, otak atik gathuk. Tempat kosong terisi, kepentingan kawan baru juga terpenuhi. Pemerintahannya pun makin kuat dengan bertambah satu teman koalisi.
Kini yang ditunggu publik ialah praktik dari kecairan politik ala Jokowi-AHY itu. Sebagian publik, setidaknya saya, menunggu momen-momen kelucuan ketika AHY sebagai menteri baru mesti bekerja bareng dengan orang-orang yang dulu menjadi lawan politiknya.
Sebagai contoh, AHY akan menjadi bos dari Wakil Menteri ATR Raja Juli Antoni, politikus dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang sebelumnya sangat berseberangan dengan Partai Demokrat. Dulu, keduanya ibarat air dan api, tak bisa disatukan. Karena itu wajar bila banyak yang menyangsikan duet air dan api ini bisa kompak memberangus mafia tanah sekaligus menyelesaikan segudang persoalan pertanahan lain.
Contoh kelucuan berikutnya, dalam kabinet ini AHY akan menjadi satu tim dengan Moeldoko. Kepala Staf Kepresidenan itu ialah orang yang sebelumnya sempat ingin 'mengobrak-abrik' Partai Demokrat. Moeldoko pernah meminta Kementerian Hukum dan HAM membatalkan pengesahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat dan kepengurusan partai itu berdasarkan Kongres Jakarta 2020.
Pada akhirnya Mahkamah Agung (MA) memang menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan Moeldoko terhadap Kemenkum dan HAM dan AHY. Akan tetapi, ketika itu, AHY sempat menyebut mantan Panglima TNI tersebut sebagai pembegal partai. "Tentu wajar para kader mereka semua takut, khawatir jika partai yang dibangun dan diawaki selama ini dengan susah payah dirampas begitu saja oleh para pembegal partai itu," kata AHY.
Politik memang cair, tetapi apakah kecairan itu bisa dengan mudah menghapus luka-luka lama, tidak ada yang bisa menjamin. Tampak muka mungkin sudah bersahabat, tapi siapa yang tahu tampak belakang? Lumrah kalau publik mulai menduga-duga, jangan-jangan Moeldoko tidak hadir saat pelantikan AHY menjadi menteri karena masih ada ganjalan persoalan di antara mereka. Entahlah, mudah-mudahan ini cuma prasangka.
Yang pasti, dari fenomena ini pula kita jadi makin paham bahwa politik sejatinya bagaikan panggung besar yang disesaki para aktor peran dengan segmen drama masing-masing. Terkadang mereka bertengkar, bertikai, tapi di kesempatan lain mereka bersekongkol, berkoalisi, bahkan dengan mudah dapat bertukar peran.
Drama itulah yang lebih banyak mereka, para politikus itu, mainkan. Mereka lebih fokus melakoni drama demi meraih atensi dan simpati publik ketimbang mengurusi persoalan-persoalan masyarakat yang sejatinya menjadi tugas utama mereka.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.
SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.
HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.
ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved