Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Ironi Negara Demokrasi Agraris

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
07/12/2023 05:00
Ironi Negara Demokrasi Agraris
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

KONDISI politik Indonesia, hari ini, pada dasarnya nyaris serupa dengan situasi yang dihadapi sektor pertanian. Sama-sama sedang galau, gamang perihal kejelasan 'status' mereka.

Sejak berpuluh tahun lalu, keduanya merupakan tulang penyangga dari sebutan mentereng untuk Indonesia: 'negara demokrasi' dan 'negara agraris'. Tak berlebihan bila sektor politik dan pertanian diekspektasikan terus bergerak maju demi menguatkan status tersebut. Namun, sayang, realitanya justru makin menjauh dari itu.

Sektor politik dengan segala dinamika, perangai para pelakunya, serta bumbu-bumbu lain yang tak selalu menyedapkan, belakangan makin diragukan kontribusinya dalam pembangunan demokrasi yang tegak dan lurus. Alih-alih menguatkan Indonesia sebagai negara demokrasi, praktik politik culas dari tokoh-tokohnya, akhir-akhir ini, malah dinilai semakin merusak demokrasi.

Maka, kian sering pertanyaan muncul, sampai kapan Indonesia masih pede menyebut dirinya sebagai negara demokrasi bila rongrongan dan perusakan dari dalam, yang tanpa disadari kian mengikis spirit demokrasi, terus dilakukan?

Riset yang dilakukan Economist Intelligence Unit (EIU) mengonfirmasi kekhawatiran kita soal demokrasi itu. EIU mencatat tren indeks demokrasi Indonesia di era Presiden Joko Widodo cenderung turun. Pada 2022, indeks demokrasi Indonesia hanya meraih skor 6,71, persis sama dengan nilai tahun sebelumnya atau 2021. EIU menggolongkan skor indeks tersebut sebagai demokrasi cacat (flawed democracy).

Kalau terus-terusan cacat, jangan-jangan, lama-lama, roh demokrasinya makin hilang. Negara demokrasi menjadi sebatas klaim tanpa praktik. Jangan-jangan memang benar, Indonesia sesungguhnya tengah menuju situasi seperti yang dikatakan ulama sekaligus penyair KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus dalam salah satu bait puisinya bertajuk Zaman Kemajuan, yakni republik rasa kerajaan.

Sama pula yang terjadi di sektor pertanian. Dengan stagnasi, bahkan kemerosotan yang terus terjadi, sektor ini belakangan makin sering dipertanyakan apakah masih pantas menjadi etalase sebuah negara yang disebut negara agraris.

Kalau dari sisi awam, sederhana saja pertanyaannya, kalau memang Indonesia (masih) negara agraris, kok sektor pertaniannya tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya seutuhnya? Negara agraris kok untuk urusan beras saja sulit banget bisa swasembada?

Ada baiknya kita lihat data untuk menjawabnya. Terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil sensus pertanian 2023 tahap I yang kembali menunjukkan penyusutan sektor pertanian. Menurut data itu, jumlah usaha pertanian di Indonesia di 2023 turun 2,35 juta unit atau 7,42% jika dibandingkan dengan 2013 alias dalam 10 tahun terakhir.

Artinya, kalau dirata-rata, setiap tahun kita kehilangan 235 ribu unit usaha pertanian. BPS menengarai seretnya regenerasi petani dan semakin sempitnya lahan pertanian menjadi penyebab utama penurunan itu. Sudah petaninya didominasi kaum tua, sebagian besar kelas gurem pula. Petani guram artinya kepemilikan lahannya kurang dari 0,5 hektare.

Lahan pertanian yang terus menyempit akhirnya berpengaruh pada kemampuan produksi dan berakhir pada tergerusnya pendapatan petani. Ketika usaha pertanian tidak lagi dianggap menguntungkan, makin engganlah anak muda atau milenial menjadi petani. Mereka berpikir rasional dengan memilih bekerja di sektor usaha nonpertanian.

Dampak berikutnya, sektor pertanian tak lagi menjadi lapangan usaha penyumbang terbesar dalam struktur produk domestik bruto (PDB) kita. Kalau lihat PDB 2022 lalu, kontribusi sektor pertanian (dan kehutanan) bahkan hanya di posisi ketiga dengan share 12,4%. Di paling atas ada industri pengolahan (18,34%) dan posisi kedua, perdagangan dan reparasi (12,85%).

Boleh jadi dalam 5-10 tahun ke depan posisi sektor pertanian itu kembali akan tergeser oleh sektor lain. Dengan data sahih bahwa pertanian tidak lagi menjadi penopang utama ekonomi nasional seperti itu, bukankah itu indikasi keagrarisan Indonesia memang semakin meluntur?

Pergantian kepemimpinan di tahun depan semestinya menjangkau dua persoalan besar ini: demokrasi dan pertanian. Demokrasi dan sektor pertanian harus dikembalikan ke rel yang benar. Perlu upaya luar biasa, memang, tapi ya begitulah tugas pemimpin bangsa. Kalau cuma bisa berpikir dan bertindak begitu-begitu saja, apa bedanya mereka dengan 'Pak Lurah'?



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik