Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Gimik kian Mengusik

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
02/12/2023 05:00
Gimik kian Mengusik
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

DUNIA gimik dan rupa-rupa remeh-temeh kian mendapatkan panggung di negeri ini. Sebaliknya, kedalaman, kecerdasan, dan pertarungan pikiran makin ditenggelamkan. Semakin redup dari hiruk pikuk ruang publik.

Persis seperti yang pernah dikatakan penulis dan jurnalis Uruguay, Eduardo Galeano. Dengan sarkas Galeano menulis, 'Kita hidup di dunia ketika pemakaman lebih penting daripada kematian, pernikahan lebih penting daripada cinta, dan fisik lebih penting daripada kecerdasan. Kita hidup dalam budaya wadah yang meremehkan isi'.

Dunia maya dan dunia nyata ditaburi jargon-jargon penuh gimik. Apalagi saat kampanye pemilu tiba seperti hari-hari ini. Di Jakarta dan berbagai tempat lainnya, kita saksikan bertaburan baliho bertuliskan 'politik santuy', 'pilih yang gemoy'. Jargon yang sama menyesaki dunia maya.

Santuy seolah dipromosikan untuk melumerkan protes publik atas masih maraknya ketidakadilan. Gemoy seperti hendak dipertandingkan melawan keluhan publik atas harga-harga pangan dan jerat kehidupan. Belum lagi joget-joget yang disetarakan dengan ide besar mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

Nyaris tidak tersisa perdebatan politik yang keras seperti Soekarno, Sjahrir, Hatta, dan Tan Malaka. Situasi senyap juga terlihat saat sebagian orang bicara nasib demokrasi yang kian dipukul mundur, reformasi yang mati suri. Semuanya seperti dipaksa dibawa santuy, tidak ada persoalan serius yang mesti dihadapi.

Di dunia maya, sama saja. Di media sosial, orang ramai lebih banyak bicara gimik, memainkan gimik, memeragakan gimik. Kalaupun ada yang berkomentar, siapa saja bereaksi atas apa saja, tema apa saja. Seolah semuanya ahli, bisa mengomentari, dan memprediksi.

Kepakaran, kata Tom Nichols dalam The Death of Expertise, memang telah mati. Buku itu menyoroti betapa publik luas di era media sosial ini lebih mendengarkan suara para micro-celebrity di medsos ketimbang mengacu para ahli yang jelas-jelas lebih punya kompetensi.

Era digital, terlebih lagi era medsos, memang membawa perubahan lanskap yang cukup signifikan pada peta kebudayaan. Dulu, tidak semua orang bisa 'berbicara'. Sekarang, profesor politik boleh jadi kalah suara ketimbang orang yang seumur-umur jadi pedagang. Jurnalis senior bisa jadi kalah dipercaya tukang sulap.

Dari situlah matinya kepakaran bermula. Pada titik itu, wadah lebih penting daripada isi. Orang didengarkan bukan karena dia ahli dalam suatu bidang. Orang diikuti kata-katanya lebih karena pengaruhnya yang besar di media sosial. Semakin banyak follower, semakin berjibun subscriber, semakin dia disimak, diperhatikan, ditiru, jadi tren.

Begitu ngetren, politikus, caleg, bahkan capres dan cawapres pun ikut-ikutan menebar gimik. Joget para politikus di Tiktok kian jadi menu. Publik diajak gembira di tengah kegetiran. Betul bahwa ini bukan berarti medsos merupakan akar pendangkalan nalar publik. Akan tetapi, saat para pendidik politik takluk oleh gimik dan soal remeh-temeh di medsos, kiranya kita perlu mengelus dada.

Politikus perlu membawa medsos sebagai daya tawar demokrasi. Politikus mestinya menaklukkan medsos dan ruang publik dengan gagasan mendalam, perdebatan bermutu, dan membawa kecerdasan. Ruang publik, termasuk medsos, mesti banyak ditaburi pertarungan gagasan, bukan disesaki gimik.

Apakah berarti gimik itu buruk, merusak, dan racun demokrasi? Tentu bukan seperti itu. Gimik itu perlu untuk melumerkan ketegangan. Dia semacam ice breaker agar ketegangan tidak berujung adu fisik.

Bagaimanapun, masakan butuh penyedap. Namun, bila kebanyakan penyedap, tentu rasanya justru tidak keruan. Terus-terusan kebanyakan bumbu penyedap juga bisa merusak kesehatan, bahkan bisa berujung sakit berkepanjangan.

Jadi, kalaupun gimik, ya jadikan sebatas pelumer ketegangan dan penyedap rasa, bukan menu utama. Seperti kata Rhoma Irama dalam lagunya, 'Yuk kita santai agar saraf tidak tegang. Yuk kita santai agar otot tidak kejang'.



Berita Lainnya
  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.

  • Basa-basi Meritokrasi

    27/5/2025 05:00

    HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.

  • Perseteruan Profesor-Menkes

    26/5/2025 05:00

    ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”

  • Koperasi dan Barca

    24/5/2025 05:00

    KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.