Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Dikit-Dikit Bansos

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
15/11/2023 05:00
Dikit-Dikit Bansos
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

BANYAK kalangan setuju bahwa bantuan sosial itu seperti candu. Ia akan terus-menerus ditagih penerimanya bila bansos yang dibagikan sebelumnya sudah habis dikonsumsi. Padahal, pemerintah sadar bahwa tidak mungkin membagi bansos setiap saat, saban waktu. Anggaran negara tidak akan cukup untuk membagi bansos setiap waktu.

Saya teringat pernyataan Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi dalam sejumlah kesempatan yang menyebut bansos akan menciptakan ketergantungan. Tiga tahun lalu, misalnya, Muhadjir mengatakan pemerintah berencana mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap berbagai bentuk bansos, khususnya menjelang berakhirnya pandemi covid-19. "Kita melihat kecenderungan ketergantungan terhadap bantuan-bantuan sosial, ini harus kita kurangi," ujar dia.

Pada kesempatan lain, ketika berbicara tentang penanganan kemiskinan ekstrem, Menko PMK menegaskan kemiskinan ekstrem tidak cukup diatasi dengan diberi bansos. Bansos itu, kata Muhadjir, kalau untuk menangani kemiskinan ekstrem, ibarat balsam. Ia memang menjadi obat semua penyakit, tetapi sebetulnya tidak pernah menyelesaikan penyakit. Balsam hanya menyelesaikan rasa sakit, tetapi tidak menyembuhkan penyakit.

Akan tetapi, ajaibnya, kendati mengakui bahwa bansos itu nyandu, hanya seperti obat gosok, toh pemerintah tetap kecanduan untuk membagi-bagikan bansos. Rasa kecanduan bagi-bagi bansos makin menggila saat musim perhelatan politik tiba. Seperti yang terjadi di bulan-bulan penghujung tahun ini, ketika perhelatan kampanye pemilu legislatif dan pilpres dimulai.

Dengan alasan hendak mengatasi korban El Nino dan menangani menurunnya konsumsi rumah tangga rakyat Indonesia, bansos digeber dalam dua bulan, November dan Desember. Dana Rp10 triliun lebih siap digerojokkan untuk dibagikan kepada lebih dari 24 juta orang miskin. Juga, bantuan beras 10 kilogram tiap keluarga miskin juga siap didistribusikan.

Saat pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2023 meleset dari target (hanya tumbuh 4,94%, padahal ekspektasinya 5,1%), ketika penurunan angka kemiskinan tidak kunjung signifikan, saat target kemiskinan ekstrem 0% tahun depan masih jauh dari harapan, bansoslah resepnya. Pokoknya, apa pun masalahnya, resepnya bansos.

Banyak analis dan peneliti mengkritik cara-cara pemerintah mengatasi tantangan ekonomi. Mereka menyebut pemerintah tidak kreatif, kecuali mengandalkan bansos yang cuma mengatasi pusing dalam sekelebat. Bahkan, ada yang mengkritik mentang-mentang bansos bisa menjaga tingkat kepuasan publik terhadap Presiden di angka 60% lebih, cara itu dijadikan pola rutin, seperti menu wajib dalam restoran.

Memang begitulah adanya. Saya sepakat dengan suara kritis itu. Bantuan sosial kini memiliki citra negatif bagi sebagian orang. Mereka menganggap rupa-rupa bantuan tunai itu membuat orang malas dan hanya menimbulkan ketergantungan.

Anggapan itu muncul karena pembelanjaan bantuan hanya masuk pada sektor konsumtif. Ketika dana bantuan habis dikonsumsi, rakyat akan kembali mengharap uluran tangan pemerintah. Hal itu terjadi terus-menerus sehingga menciptakan siklus ketergantungan tanpa ada upaya menjadikan orang mandiri.

Saya tidak antibansos. Saya juga tidak menyebut bantuan langsung tunai itu 'haram'. Lebih-lebih bila bantuan itu untuk 3,2 juta warga yang dibekap kemiskinan ekstrem. Namanya miskin ekstrem, mereka tidak punya makanan untuk dikonsumsi, tidak punya daya untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari, tidak juga punya rumah. Untuk mereka, bansos hukumnya wajib.

Namun, sebagaimana dinyatakan Menko PMK Muhadjir Effendi, bansos itu tidak bisa menghilangkan kemiskinan, baik yang ekstrem maupun nonekstrem, secara permanen. Butuh lebih dari sekadar balsam untuk mengatasi hal itu. Selain itu, bansos yang digerojokkan secara besar-besaran pada saat kampanye pemilu, sulit untuk tidak dimaknai 'ada udang di balik batu'.

Bansos mestinya diberikan pada saat-saat tertentu, dalam situasi tertentu, yang tolok ukurnya juga sudah ditentukan. Misalnya, bansos akan dibagikan kepada masyarakat yang paling terkena dampak karena harga beras naik sekian persen dalam dua bulan. Atau, dibagikan kepada kaum miskin ekstrem akibat inflasi tinggi dalam satu kuartal. Semua syarat itu harus disampaikan secara terbuka.

Dengan tolok ukur yang jelas, sudah memakai metode tertentu, memenuhi syarat tertentu, dalam waktu tertentu, semuanya jadi menentu. Bukan seperti yang beberapa kali terjadi, bansos dibagi secara ndak tentu, tapi menjadi tentu ketika menjelang pemilu.

Bukankah pemerintah sudah berkali-kali berjanji hanya akan menjadikan bansos sebagai katup pengaman darurat dan sementara? Bahkan, di kampanye Pilpres 2014, Presiden Jokowi menolak cara-cara gampangan membagi BLT. Kalau nyatanya kini dikit-dikit bansos, dikit-dikit bansos, jangan-jangan memang situasi ekonomi kita darurat sepanjang waktu.



Berita Lainnya
  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.

  • Basa-basi Meritokrasi

    27/5/2025 05:00

    HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.

  • Perseteruan Profesor-Menkes

    26/5/2025 05:00

    ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”

  • Koperasi dan Barca

    24/5/2025 05:00

    KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.

  • Menjaga Harapan

    23/5/2025 05:00

    Nah, sayangnya, legislatifnya justru kurang responsif.

  • Reformasi dan Kemiskinan

    22/5/2025 05:00

    APAKAH gerakan reformasi yang sudah berusia 27 tahun bisa disebut berhasil atau malah gagal? Jawabannya tergantung dari sudut pandang yang mana dan dalam hal ihwal apa.