Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
SEORANG teman bercerita, ia mulai mengubah kebiasaannya ke tempat kerja, dari mengendarai mobil menjadi naik transportasi umum. Alasannya bukan untuk mengurangi emisi, melainkan berhemat. Sejak harga bahan bakar minyak membubung, sejak kantor tempatnya bekerja tidak membayar sebagian biaya transportasi, sang teman mulai memarkirkan mobilnya di garasi rumah.
Saya mendengar banyak cerita dari banyak orang kelas menengah di negeri ini yang mengambil langkah serupa. Itu bukanlah gerakan terorkestrasi, melainkan upaya sendiri-sendiri yang menyerupai gerakan bersama. Situasi selalu memaksa banyak orang menyesuaikan keadaan.
Maka, saya tidak heran bila tingkat konsumsi nasional pun melambat. Karena konsumsi melambat, saya tidak kaget pula bila pertumbuhan ekonomi negeri ini di kuartal ketiga 2023 (yang diumumkan BPS awal pekan ini) meleset dari target. Ekonomi cuma tumbuh 4,94% year on year. Padahal, ekspektasinya 5,1% hingga 5,2%.
Pertumbuhan ekonomi meleset dari target karena konsumsi rumah tangga yang menjadi penyokong utama pertumbuhan (berkontribusi 52,62% terhadap produk domestik bruto) hanya tumbuh 5,06% di kuartal ketiga. Padahal, di kuartal sebelumnya, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,22%. Ada perlambatan, meski tetap tumbuh.
Padahal, kuartal ketiga 2023 berakhir pada September. Itu artinya saat inflasi belum setinggi Oktober. Ketika harga BBM kembali terkerek karena tingginya harga minyak dunia. Pada September itu pula Bank Indonesia belum menaikkan suku bunga acuan demi menahan rupiah agar tidak rontok dan mengendalikan inflasi.
Tantangan selanjutnya ialah kuartal keempat, saat harga BBM naik dan suku bunga naik (potensi bagi kalangan berduit untuk menahan duit dengan menabung deposito ketimbang belanja). Pada titik itu, kemampuan daya beli masyarakat menengah kian merosot, kaum miskin lebih-lebih lagi.
Inflasi pada Oktober yang didominasi volatile food menjadi alarm nyata bahwa pertumbuhan ekonomi di kuartal keempat 2023 amat mungkin tidak sampai 5% juga, bahkan bisa lebih rendah daripada kuartal ketiga. Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga pangan akan sangat memukul daya beli golongan bawah dan miskin, yang 60%-63% pendapatan mereka digunakan untuk konsumsi.
Penurunan daya beli itu tidak hanya dirasakan oleh masyarakat kelas bawah, tapi juga menengah dan atas. Sebab, inflasi terjadi berbarengan dengan kenaikan suku bunga BI. Golongan atas mengambil posisi wait and see karena ada event politik yang penuh dinamika dan drama. Selain itu, masih ada fluktuasi kurs dan larinya modal keluar dari Indonesia.
Situasi itu diperberat oleh kebiasaan lama di kalangan pemerintahan, baik pusat maupun daerah, untuk menahan anggaran. Fakta itu tergambar jelas dari konsumsi pemerintah yang bahkan terkontraksi 3,76% di kuartal ketiga. Anggaran ditahan dan akan dihabiskan di akhir tahun atau kuartal keempat.
Ada yang curiga ini siasat. Penggerojokan anggaran di kuartal akhir di November hingga Desember sengaja diambil karena berpotensi menarik hati calon pemilih. Apalagi, saat merespons turunnya pertumbuhan ekonomi akibat melambatnya konsumsi rumah tangga ini pemerintah berencana menggenjotnya dengan menggelontor bantuan sosial secara besar-besaran.
Untuk merespons target pertumbuhan ekonomi kuartal III yang tidak sesuai proyeksi, pemerintah sudah mengumumkan akan melakukan sejumlah kebijakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah menyiapkan bantuan langsung tunai El Nino sebesar Rp400 ribu yang akan digelontorkan pada November dan Desember 2023. Selain itu, bantuan sosial beras 10 kilogram juga dilanjutkan pada Desember.
Bansos seperti ini memang diperlukan untuk kondisi darurat. Namun, selain berpotensi diselewengkan, bantuan di bulan-bulan kampanye amat mungkin dimanfaatkan pihak-pihak yang memiliki akses besar ke kekuasaan.
Model ini sekaligus juga menunjukkan bahwa pemerintah masih minim terobosan untuk memaksimalkan pertumbuhan, apalagi kualitas pertumbuhan. Di mana-mana, pertumbuhan akan lebih berkualitas dan bisa ajek jika ditopang industri manufaktur yang kuat, bukan terus-menerus menggerojok bansos. Kenyataannya, negeri ini justru menghadapi situasi deindustrialisasi. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB pun merosot lagi di kuartal ketiga menjadi 18,8%. Padahal, sebelumnya sempat di angka 19% lebih.
Saat tantangan makin berat dan waktu kian singkat, mestinya segera lakukan terobosan, bukan siasat. Janji Jokowi membawa Indonesia sebagai negara maju dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi 7% per tahun sudah pasti meleset. Bahkan, janji menjaga pertumbuhan di angka 5% juga terancam meleset. Namun, itu mestinya tidak direspons secara kalap.
Justru, situasi seperti itu mestinya memantik kreativitas baru, terobosan baru, untuk menemukan sumber-sumber pertumbuhan baru. Jangan jadikan kemerosotan pertumbuhan akibat merosotnya konsumsi rumah tangga menjadi jalan gampangan untuk memilih semata-mata jalan populis yang kelihatannya menyenangkan, tapi dalam jangka panjang akan menyengsarakan dan menjadi jebakan pertumbuhan.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved