Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Makan Siang Tipu-Tipu

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
02/11/2023 05:00
Makan Siang Tipu-Tipu
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

UNGKAPAN 'jangan bikin keputusan saat lapar' kiranya benar adanya. Sebuah penelitian dari University of Dundee, Skotlandia, yang diterbitkan dalam jurnal Psychonomic Bulletin & Review, beberapa tahun lalu, pada salah satu resumenya menyarankan agar seseorang jangan mengambil keputusan penting di saat kondisi perut kosong alias lapar.

Kondisi lapar, kata studi itu, dapat menyebabkan orang tidak sabar sekaligus memengaruhi kemampuan berpikir dalam membuat keputusan. Dengan kata lain, perut kosong ternyata tidak hanya akan menyebabkan emosi mudah tersulut, tapi juga bakal mendorong kita mengambil keputusan yang salah atau tidak tepat.

Teori ini sebetulnya sudah lama dipercaya banyak orang. Bahkan, sejarah mencatat tidak sedikit pemimpin dunia tersohor kerap menggunakan 'meja makan' sebagai instrumen lobi, negosiasi, dan diplomasi politik luar negeri mereka, yang sangat mungkin berangkat dari teori 'jangan ambil keputusan saat perut kosong' tersebut.

Satu contoh yang paling terkenal barangkali saat Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mengajak Presiden Rusia Dmitry Medvedev makan siang bersama dengan menu burger di Ray's Hell Burger, Arlington, pada Juni 2010 silam. Di meja yang boleh dibilang kecil, kedua pemimpin negara adidaya itu menegosiasikan isu-isu besar, dari pelucutan nuklir hingga masalah ekspor unggas AS ke Rusia.

Hasilnya, seperti dikatakan Obama, sangat signifikan. "Dengan ukuran apa pun, kami membuat kemajuan yang signifikan dan mencapai hasil yang nyata," kata Obama, ketika itu.

Kiranya benar apa yang dikatakan Gilles Bragard, pendiri perkumpulan boga terkemuka di Prancis, Le Club des Chefs des Chefs (CCC), meja makan mampu menyatukan orang-orang yang terpecah oleh politik. Sajian makanan di meja makan semakin diyakini sebagai bagian dari pendekatan soft diplomacy yang efektif.

Di Indonesia, diplomasi meja makan atau diplomasi makan siang juga acap digunakan para elite politik. Untuk soal ini, Joko Widodo termasuk juaranya. Sejak menjabat Wali Kota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta, hingga sekarang Presiden RI periode yang kedua, Jokowi sering memanfaatkan jamuan makan siang sebagai alat komunikasi politik dan diplomasi untuk melancarkan urusan program dan kebijakannya.

Belakangan ia juga melakukan itu untuk urusan-urusan politik. Termasuk, yang teranyar, ketika pada Senin (30/10) lalu ia mengundang tiga bakal calon presiden, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, untuk makan siang di istana. Lewat acara mengisi perut bareng itu Jokowi ingin mengajak tiga bacapres mengawal Pemilu 2024 berjalan tenang dan damai. Tanpa ada baku fitnah, kampanye negatif, pula menjelekkan dan merendahkan lawan.

Dalam situasi normal, publik mungkin akan memandang diplomasi meja makan Jokowi itu sebagai langkah yang arif dan bijaksana. Boleh jadi Jokowi sedang mengimplementasikan ucapan Bragard bahwa potensi perpecahan akibat kontestasi politik di 2024 bisa dicegah dan dihindari melalui lobi dan diplomasi makan bersama tokoh sentralnya di satu meja.

Namun, siapa bilang situasi sekarang sedang normal? Siapa bilang politik kenegaraan sedang baik-baik saja? Di kala nepotisme tengah dihidupkan lagi, dinasti politik sedang kencang-kencangnya dibangun, bahkan dimodifikasi melalui cara-cara yang di luar nalar hukum dan demokrasi.

Celakanya, salah satu pelaku penyebab ketidaknormalan itu justru Pak Presiden, orang yang mengundang makan siang bareng dan mengajak calon suksesornya mengawal pemilu supaya berlangsung sejuk, damai, dan netral. Mulutnya mengajak kebaikan, tapi tangan, kaki, dan kaki tangannya bertindak sebaliknya. Ia berjanji netral, tapi tak mampu menutupi keberpihakan untuk mendukung sang putra mahkota, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjadi pendamping Prabowo.

Tentu bukan salah publik kalau kemudian menganggap diplomasi makan siang Jokowi dengan bacapres itu hanyalah tipu-tipu alias palsu. Ada yang menyebut Jokowi tidak sedang berdiplomasi, tapi tengah melempar basa-basi. Ada yang menuding makan siang hanya pengalihan isu soal dinasti politik yang dibangun Jokowi sekaligus membersihkan citra seusai pencalonan Gibran.

Diplomasi meja makan Jokowi terbukti tidak seperti yang diteorikan. Dengan perut sudah terisi pun nyatanya tidak ada sesuatu bernilai yang dihasilkan dari jamuan makan siang itu. Yang muncul malah janji-janji kosong dari Jokowi soal netralitas. Kosong karena tidak ada kesesuaian antara kata dan tindakannya.



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik