Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Janji yang Meleset

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
01/11/2023 05:00
Janji yang Meleset
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

AKHIR pekan lalu, Lembaga Penelitian Ekonomi dan Manajemen Universitas Indonesia (LPEM UI) menerbitkan 'buku putih' berisi ulasan perkembangan ekonomi kita menuju satu abad Indonesia merdeka. Intinya, lembaga itu mengingatkan bahwa mimpi mewujudkan Indonesia menjadi negara maju dan rakyatnya berpendapatan tinggi pada 2045 bisa kandas jika tidak ada terobosan radikal.

Salah satu fakta yang disodorkan LPEM UI ialah perekonomian kita yang berhenti di angka pertumbuhan 5% dalam sembilan tahun terakhir. Padahal, untuk mewujudkan mimpi menjadi negara maju, negeri ini butuh rara-rata pertumbuhan ekonomi minimal 7% per tahun. Akan lebih bagus lagi bila bisa tumbuh di atas itu.

Namun, rasa-rasanya, hanya keajaiban yang bisa membawa Indonesia tumbuh 7% tahun ini dan tahun depan. Pasalnya, kondisi global yang penuh ketidakpastian dan risiko kelesuan ekonomi dunia mengincar Indonesia. Selain itu, upaya mewujudkan titik-titik pertumbuhan baru tidak kunjung membuahkan hasil.

Dengan kondisi ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) siap-siap menelan pil pahit. Janji yang digadang-gadang saat kampanye di 2014 harus dikubur dalam-dalam. Selama sembilan tahun kepemimpinannya, ekonomi Indonesia belum juga tumbuh 7% dalam setahun penuh. Jaraknya bahkan amat jauh, rata-rata kurang 2% per tahun.

Presiden Jokowi saat kampanye Pilpres 2014 lalu berjanji menciptakan pertumbuhan ekonomi bahkan di atas 7%. Pada Agustus 2015, Jokowi kembali menegaskan bahwa ekonomi Tanah Air akan meroket setelah kuartal II-2015. Namun, apa kenyataannya? Di kuartal saat itu Indonesia ternyata hanya tumbuh 4,97% (year on year/yoy). Alih-alih melesat, target pertumbuhan justru meleset. Bahkan, ekonomi Indonesia hanya bisa tumbuh rata-rata 4,12% pada 2014-2015

Ekonomi Indonesia, pada masa pandemi, memang sempat melambung ke level 7,08% (yoy) pada kuartal II-2021. Namun, lonjakan pertumbuhan lebih disebabkan oleh basis perhitungan yang sangat rendah pada kuartal II-2020, yakni kontraksi sebesar 5,32% (yoy). Pertumbuhan ekonomi bahkan melenceng jauh dari yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Tercantum dalam dokumen RPJMN, ekonomi Indonesia diperkirakan akan mencapai 6% pada 2022 pada skenario optimis sementara di skenario moderat di 5,7%. Kenyataannya, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,31%. Dalam tiga tahun terakhir (2020-2022), realisasi ekonomi sangat jauh melenceng jika dibandingkan dengan skenario optimistis dan moderat pada RPJMN itu.

Salah satu faktor melesetnya pertumbuhan ekonomi dari target ialah pertumbuhan investasi yang juga jauh di bawah target. Investasi diharapkan tumbuh 6,6-7%, tetapi nyatanya hanya tumbuh di kisaran 3%. Dari sisi lapangan usaha, pemberat utama ada di sektor konstruksi. Sektor tersebut diharapkan tumbuh 6%, tetapi nyatanya hanya di 2%.

Karena target pertumbuhan meleset, target memangkas kemiskinan juga meleset. Jokowi menargetkan kemiskinan bisa dipangkas hingga tinggal 7% atau 8% pada 2019. Namun, empat tahun berlalu, angka kemiskinan masih 9,34%.

Pun target memangkas ketimpangan demi pemerataan ekonomi juga masih jauh panggang dari api. Saat awal memerintah, Jokowi menargetkan angka ketimpangan yang ditandai oleh rasio gini bakal turun, dari 0,41 pada 2014 menjadi 0,30 di 2019. Hari ini angka rasio gini masih di 0,388.

Tingkat kemiskinan dan rasio gini sulit mencapai target karena pemerintah hanya mengandalkan banjir bantuan sosial (bansos). Apalagi, bansos yang diberikan sifatnya terus-menerus dan cenderung tidak efektif. Sementara itu, langkah fundamental guna menekan kemiskinan dan ketimpangan justru minim dilakukan.

Langkah itu, misalnya, menciptakan lapangan pekerjaan yang mampu meningkatkan taraf hidup dan daya beli masyarakat. Di mana-mana, kebijakan pengurangan kemiskinan dan ketimpangan seharusnya berorientasi pekerjaan, bukan melulu bansos. Kebijakan bansos berisiko membuat masyarakat mudah bergantung kepada pemerintah dan berpotensi membuat kantong negara jebol.

Benar bahwa ada lapangan kerja tercipta, tapi jumlahnya tidak signifikan untuk mengakomodasi angkatan kerja. Akibatnya, target memangkas pengangguran juga meleset. Jokowi berharap mampu menekan angka pengangguran hingga berada di 4% sampai 5% di akhir 2019. Namun, realisasinya masih jauh dari harapan. Tahun ini, atau empat tahun kemudian, tingkat pengangguran terbuka masih 5,45%. Itu belum termasuk mereka yang setengah menganggur atau tiga per empat menganggur.

Sejumlah indikator kemelesetan dari sejumlah target di atas kiranya bisa menjadi bahan utama untuk dievaluasi saat para kandidat capres beradu gagasan. Resep-resep baru yang lebih segar mesti diapungkan. Berbagai perubahan strategi mesti cepat dirumuskan karena rakyat tidak bisa terus-menerus dinina bobokkan rupa-rupa bantuan yang sifatnya jangka pendek dan tidak permanen.

Pesan ekonom Joseph Stiglitz relevan untuk selalu diingat bahwa bernegara seharusnya memberi kesejahteraan bersama (share properity) bukan semakin memperlebar kesenjangan sosial.



Berita Lainnya
  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik