Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PERTANYAAN Juvenal, seorang penyair Romawi kuno, masih relevan saat ini. Dia bertanya sed quis custodiet ipsos custodes, siapa yang akan menjaga para penjaga itu sendiri?
Penjaga konstitusi di negeri ini ialah Mahkamah Konstitusi. Siapakah yang akan menjaga para penjaga konstitusi itu tatkala di antara mereka cenderung bertransformasi menjadi aktor politik sehingga meneguhkan kepentingan politik dominan?
Pada mulanya hakim konstitusi dianggap sebagai manusia setengah dewa. Anggapan yang masuk akal karena hanya jabatan itu dikenai syarat negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Sebagai negarawan, hakim konstitusi mesti membunuh segala godaan, baik materi maupun dengan kepentingan poros politik tertentu dari luar ruang sidang.
Godaan materi telah mengantarkan hakim konstitusi Akil Mochtar dan Patrialis Akbar hidup di balik bui. Sebaliknya, kepentingan poros politik, meski aromanya kuat tercium, hingga kini belum ada hakim konstitusi yang diciduk. Mereka cuma diadukan dan disidangkan secara etik.
Persoalan serius saat ini ialah putusan MK itu bersifat final dan mengikat meski putusan itu terindikasi adanya godaan materi ataupun godaan politik. Seburuk apa pun putusan itu tetap berlaku sejak ditetapkan dan sifat berlakunya sesuai dengan asas erga omnes, mengikat bagi seluruh warga negara.
Penelitian yang dilakukan Rosa Ristawati dkk dari Pusat Studi Konstitusi dan Ketatapemerintahan Fakultas Hukum Universitas Airlangga menemukan beberapa putusan MK yang bersifat final dan mengikat justru menimbulkan problematika di antaranya putusan tidak dilaksanakan dan tidak dipatuhi karena ketidakpastian hukum dan tidak memenuhi keadilan yang dikehendaki.
Risiko terbesar putusan MK yang patut diduga mengandung salah dan cacat ialah putusan itu tetap final dan mengikat serta tidak dapat digugat. Keputusan itu tidak memenuhi salah satu atau seluruhnya dari tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Jika itu terjadi, bangsa ini sedang dipasung oleh putusan MK yang salah dan cacat.
Hendardi, Ketua Dewan Nasional Setara Institute, mengatakan bahwa MK yang mengklaim sebagai the sole interpreter of the constitution atau satu-satunya lembaga penafsir konstitusi, nyatanya telah memimpin penyimpangan kehidupan berkonstitusi dan mempromosikan keburukan atau kejahatan konstitusional.
Kritik pedas Hendardi terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. MK menilai Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden bertentangan dengan UUD 1945. MK pun memutuskan, seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah, bisa maju sebagai capres dan cawapres.
Wakil Ketua MK Saldi Isra juga menyebut putusan MK itu sebagai sesuatu yang aneh. Berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, Saldi mengaku bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda (dissenting opinion) ini.
“Sebab, sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa ‘aneh’ yang ‘luar biasa’ dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” kata Saldi.
Saldi menutup argumentasi pendapat berbedanya dengan bertanya, “Quo vadis (mau ke mana engkau pergi) Mahkamah Konstitusi? Pada titik inilah, kiranya perlu dipertimbangkan adanya ruang bagi hakim MK untuk mengoreksi keputusannya sendiri.
Hakim konstitusi mestinya mau mengoreksi putusannya sendiri jika disadari adanya kesalahan. Mereka ialah negarawan yang kiranya berjiwa besar untuk mengakui adanya kesalahan dalam mengambil putusan. Pengakuan itulah menjadi titik awal untuk merevisi putusan yang diduga salah dan cacat.
Negarawan juga manusia biasa yang mungkin saja khilaf atau pura-pura khilaf, tapi kukuh mempertahankan putusannya yang dianggap salah. Karena itu, perlu dibuka peluang dan kesempatan untuk melakukan peninjauan kembali atas keputusan MK yang dianggap sembrono.
Tidak adanya ruang koreksi atas putusan MK itulah yang menyebabkan sebagian putusannya hanya masuk lemari es. Salah satunya ialah putusan menyangkut peninjauan kembali boleh lebih dari sekali dalam hukum pidana. Namun, Mahkamah Agung justru mengatur sendiri bahwa peninjauan kembali dibatasi hanya sekali.
Bangsa ini akan terus-menerus dipasung oleh putusan MK yang melawan hati nurani dan akal sehat publik. Kiranya perlu dipertimbangkan untuk membuka ruang seluas-luasnya melakukan judicial review atas putusan MK. Hanya itu cara menjaga para penjaga konstitusi sehingga bangsa ini tidak selamanya dipasung oleh putusan MK yang sifatnya final dan mengikat.
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved