Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Dipasung Putusan Final dan Mengikat

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
30/10/2023 05:00
Dipasung Putusan Final dan Mengikat
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PERTANYAAN Juvenal, seorang penyair Romawi kuno, masih relevan saat ini. Dia bertanya sed quis custodiet ipsos custodes, siapa yang akan menjaga para penjaga itu sendiri?

Penjaga konstitusi di negeri ini ialah Mahkamah Konstitusi. Siapakah yang akan menjaga para penjaga konstitusi itu tatkala di antara mereka cenderung bertransformasi menjadi aktor politik sehingga meneguhkan kepentingan politik dominan?

Pada mulanya hakim konstitusi dianggap sebagai manusia setengah dewa. Anggapan yang masuk akal karena hanya jabatan itu dikenai syarat negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Sebagai negarawan, hakim konstitusi mesti membunuh segala godaan, baik materi maupun dengan kepentingan poros politik tertentu dari luar ruang sidang.

Godaan materi telah mengantarkan hakim konstitusi Akil Mochtar dan Patrialis Akbar hidup di balik bui. Sebaliknya, kepentingan poros politik, meski aromanya kuat tercium, hingga kini belum ada hakim konstitusi yang diciduk. Mereka cuma diadukan dan disidangkan secara etik.

Persoalan serius saat ini ialah putusan MK itu bersifat final dan mengikat meski putusan itu terindikasi adanya godaan materi ataupun godaan politik. Seburuk apa pun putusan itu tetap berlaku sejak ditetapkan dan sifat berlakunya sesuai dengan asas erga omnes, mengikat bagi seluruh warga negara.

Penelitian yang dilakukan Rosa Ristawati dkk dari Pusat Studi Konstitusi dan Ketatapemerintahan Fakultas Hukum Universitas Airlangga menemukan beberapa putusan MK yang bersifat final dan mengikat justru menimbulkan problematika di antaranya putusan tidak dilaksanakan dan tidak dipatuhi karena ketidakpastian hukum dan tidak memenuhi keadilan yang dikehendaki.

Risiko terbesar putusan MK yang patut diduga mengandung salah dan cacat ialah putusan itu tetap final dan mengikat serta tidak dapat digugat. Keputusan itu tidak memenuhi salah satu atau seluruhnya dari tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Jika itu terjadi, bangsa ini sedang dipasung oleh putusan MK yang salah dan cacat.

Hendardi, Ketua Dewan Nasional Setara Institute, mengatakan bahwa MK yang mengklaim sebagai the sole interpreter of the constitution atau satu-satunya lembaga penafsir konstitusi, nyatanya telah memimpin penyimpangan kehidupan berkonstitusi dan mempromosikan keburukan atau kejahatan konstitusional.

Kritik pedas Hendardi terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. MK menilai Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden bertentangan dengan UUD 1945. MK pun memutuskan, seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah, bisa maju sebagai capres dan cawapres.

Wakil Ketua MK Saldi Isra juga menyebut putusan MK itu sebagai sesuatu yang aneh. Berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, Saldi mengaku bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda (dissenting opinion) ini.

“Sebab, sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa ‘aneh’ yang ‘luar biasa’ dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” kata Saldi.

Saldi menutup argumentasi pendapat berbedanya dengan bertanya, “Quo vadis (mau ke mana engkau pergi) Mahkamah Konstitusi? Pada titik inilah, kiranya perlu dipertimbangkan adanya ruang bagi hakim MK untuk mengoreksi keputusannya sendiri.

Hakim konstitusi mestinya mau mengoreksi putusannya sendiri jika disadari adanya kesalahan. Mereka ialah negarawan yang kiranya berjiwa besar untuk mengakui adanya kesalahan dalam mengambil putusan. Pengakuan itulah menjadi titik awal untuk merevisi putusan yang diduga salah dan cacat.

Negarawan juga manusia biasa yang mungkin saja khilaf atau pura-pura khilaf, tapi kukuh mempertahankan putusannya yang dianggap salah. Karena itu, perlu dibuka peluang dan kesempatan untuk melakukan peninjauan kembali atas keputusan MK yang dianggap sembrono.

Tidak adanya ruang koreksi atas putusan MK itulah yang menyebabkan sebagian putusannya hanya masuk lemari es. Salah satunya ialah putusan menyangkut peninjauan kembali boleh lebih dari sekali dalam hukum pidana. Namun, Mahkamah Agung justru mengatur sendiri bahwa peninjauan kembali dibatasi hanya sekali.

Bangsa ini akan terus-menerus dipasung oleh putusan MK yang melawan hati nurani dan akal sehat publik. Kiranya perlu dipertimbangkan untuk membuka ruang seluas-luasnya melakukan judicial review atas putusan MK. Hanya itu cara menjaga para penjaga konstitusi sehingga bangsa ini tidak selamanya dipasung oleh putusan MK yang sifatnya final dan mengikat.



Berita Lainnya
  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.