Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Politik Dinasti Recoki Demokrasi

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
23/10/2023 05:00
Politik Dinasti Recoki Demokrasi
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

POLITIK dinasti menjadi isu paling hangat dalam Pemilu 2024. Itu mulai mencuat pada saat Mahkamah Konstitusi menyidangkan perkara terkait dengan usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.

Dalam putusannya pada 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi menyatakan usia minimal capres dan cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Putusan itu dinilai publik sebagai siasat MK menggelar karpet merah bagi Wali Kota Surakarta (Solo) Gibran Rakabuming Raka yang berusia 36 tahun untuk berkontestasi di Pilpres 2024. Penilaian itu terkonfirmasi tadi malam pada saat capres Prabowo Subianto resmi mengumumkan Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo, menjadi cawapres pendampingnya.

Benih politik dinasti sudah lama berakar secara tradisional di negeri ini. Celakanya lagi, roh dari politik dinasti itu bersemai bebas di era reformasi sehingga merecoki demokrasi.

Politik dinasti itu terus-menerus mewarnai kontestasi pemilihan kepala daerah. Pada mulanya para aktivis menggebu-gebu meneriakkan penolakan politik dinasti. Mereka berteriak sampai urat leher putus. Akan tetapi, lama-kelamaan suara mereka nyaris tak terdengar lagi.

Begitu juga dengan para pemilih. Mula-mula mayoritas pemilih yang terekam dalam berbagai survei menyatakan penolakan atas politik dinasti. Akan tetapi, lama-kelamaan, mereka memilih calon kepala daerah karena kemampuannya, tanpa peduli dia memiliki hubungan kekerabatan dengan petahana.

Setali tiga uang dengan pembuat undang-undang. Sampai saat ini tidak ada satu pasal undang-undang pun yang melarang politik dinasti dalam kontestasi pemilihan presiden. Bisa jadi, tidak ada sekelebat pikiran pembuat undang-undang bahwa bakal ada politik dinasti dalam pilpres.

Sekalipun, misalnya, pembuat undang-undang berniat mengikis politik dinasti lewat pengaturan di dalam regulasi, aturan itu dengan mudahnya dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Pembuat undang-undang pernah mencantumkan syarat kepala daerah tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Syarat itu tertera dalam Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Penjelasan Pasal Pasal 7 huruf r UU 8/2015 berbunyi: 'yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana” adalah tidak memiliki hubungan darah, hubungan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan'.

Putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015 menyatakan Pasal 7 huruf r UU 8/2015 itu inkonstitusional. Langsung atau tidak langsung, putusan itu justru melanggengkan dan menyuburkan praktik politik dinasti. Tidak hanya di daerah, politik dinasti merambah sampai pusat. Kontestasi melibatkan politik dinasti hanya melahirkan orang-orang yang kecanduaan kekuasaan.

Petahana bisa saja berdalih bahwa dirinya tidak melanggengkan politik dinasti karena pencalonan capres-cawapres menjadi domain partai politik atau gabungan partai politik. Argumentasi lain yang sering diucapkan untuk menampik tudingan politik dinasti ialah dirinya dipilih rakyat bukan karena ditunjuk.

Suka atau tidak suka, anggap saja politik dinasti itu sebagai realitas yang ada saat ini. Politi dinasti itu datang seperti tsunami menjelang pemilu yang tidak bisa dibendung lagi.

Meski tidak bisa dibendung, politik dinasti itu mesti diawasi. Peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan para pemantau pemilu sangat diharapkan untuk memantau petahana tidak menyalahgunakan kekuasaan sehingga menguntungkan keluarga mereka. Jangan biarkan alat-alat negara dijadikan tim pemenangan bayangan.

Jauh lebih penting lagi ialah pengawasan yang dilakukan masyarakat. Pelibatan dan partisipasi masyarakat yang cukup tinggi diharapkan mampu meminimalkan dan mencegah terjadinya manipulasi suara rakyat. Rakyat terus-menerus menyuarakan jika terjadi kecurangan dalam pemilu, no viral no justice.

Pada akhirnya kedaulatan rakyat itu diambil alih Mahkamah Konstitusi. MK-lah penentu kemenangan jika terjadi perselisihan hasil pemilu. Elok nian bila hakim MK yang memutuskan sengketa tidak memiliki hubungan keluarga dengan kontestan sehingga tidak dituding sebagai mahkamah dinasti alias mahkamah keluarga.

Persoalan paling serius saat ini ialah tingkat kepercayaan publik terhadap MK terjun bebas bersamaan dengan pengabulan perkara terkait dengan batas usia minimal capres-cawapres. Sudah waktunya MK berjuang keras untuk mengembalikan kepercayaan publik, jangan membiarkan diri menjadi sumber utama kerawanan Pemilu 2024.



Berita Lainnya
  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.

  • Basa-basi Meritokrasi

    27/5/2025 05:00

    HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.