Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
KLAIM pemerintah bahwa utang negara masih aman, kiranya kini sudah tidak pas lagi. Pernyataan penghiburan semacam itu mesti diubah dengan kalimat, 'saatnya negeri ini wajib berhati-hati terhadap perkembangan utang'.
Faktanya, kita layak khawatir dengan jumlah utang yang terus menggunung. Karena utang terus menggunung, pembayaran bunga utang pun makin menumpuk. Bahkan, tahun depan, jumlah bunga utang yang mesti ditanggung APBN lebih dari 20% total belanja negara, melampaui belanja pendidikan, kesehatan, juga infrastruktur.
Sebagai gambaran, posisi utang pemerintah hingga akhir Juli 2023 ialah Rp7.855,53 triliun. Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 37,78%. Rasio ini memang turun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 37,93%.
Meski secara rasio bulanan menurun, jumlah utang itu kian menumpuk dari waktu ke waktu. Secara rasio tahunan juga terus bertambah.
Pada akhir 2014, atau masa awal pemerintahan periode pertama Presiden Jokowi, posisi utang pemerintah masih di level Rp2.608,78 triliun dengan rasio terhadap PDB 24,75%. Dengan kata lain, utang pemerintah di era Jokowi sudah meningkat pesat sebesar Rp5.246 triliun.
Besarnya jumlah utang pemerintah berdampak pada makin besarnya bunga yang harus dibayarkan. Hal ini tentunya jadi beban keuangan pemerintah karena ruang fiskal juga semakin menyempit.
Porsi pembayaran bunga utang pada RAPBN 2024 meningkat signifikan hingga dua kali lipat. Tahun 2024 merupakan tahun terakhir masa pemerintahan periode kedua Jokowi. Jumlah beban bunga utang pemerintah ini sudah melampaui belanja modal serta menduduki posisi tertinggi di atas jenis belanja lainnya.
Kenaikan beban bunga utang tahun depan nyaris menembus Rp500 triliun.
Sudah lima tahun terakhir ini, porsi pembayaran bunga utang dalam komponen belanja pemerintah pusat di APBN terus melonjak signifikan.
Pada 2019, porsi pembayaran bunga utang pemerintah masih Rp275,5 triliun. Tahun berikutnya, jumlah bunga utang yang mesti dibayar meningkat menjadi Rp314 triliun.
Pada 2021, naik lagi menjadi Rp343,4 triliun. Pada 2022, jumlahnya meningkat ke Rp386,3 triliun, dan tahun ini melonjak ke Rp437,4 triliun. Tahun depan, bunga utang yang mesti dibayar negara mencapai Rp497,3 triliun.
Jumlah itu setara 20,3% dari total belanja pemerintah pusat senilai Rp2.446,5 triliun, serta menduduki porsi belanja tertinggi di antara jenis belanja lainnya seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan sosial.
Sebelum ini, pembayaran bunga utang biasanya tidak menduduki porsi terbesar dalam komponen belanja pemerintah pusat. Posisi tertinggi itu biasanya dialokasikan untuk belanja pegawai dan belanja barang. Namun, mulai 2023, kebutuhan membayar bunga utang melonjak hingga menduduki porsi belanja tertinggi.
Inilah yang merisaukan. Saat rasio belanja bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat menapak ke tangga tertinggi, kondisi itu bakal menurunkan efektivitas belanja negara. Itu karena tingginya beban bunga utang berimpak pada terbatasnya pengeluaran untuk sektor strategis.
Makin tinggi rasio bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat, jelas makin meningkatkan risiko perlambatan ekonomi. Mengapa? Karena ada potensi pemangkasan anggaran untuk belanja produktif yang berdampak langsung pada ekonomi riil.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan penerimaan negara dalam mendanai pembayaran bunga utang dari tahun ke tahun terus berkurang. Tingginya beban bunga utang bakal mengaburkan teropong penyehatan anggaran yang dituntut menormalisasi defisit di bawah 3% terhadap PDB.
Risiko lebih parah ialah terhambatnya laju pertumbuhan ekonomi karena tingginya anggaran belanja yang dialokasikan untuk membayar bunga utang.
Apakah berlindung di balik kalimat-kalimat 'rasio utang terhadap PDB masih aman', 'utang kita tidak seberapa ketimbang negara lain', 'utang kita masih di bawah negara-negara maju di G-20' masih bakal terus dinyanyikan?
Ingat, ini bukan perlombaan menumpuk barang. Ini bahaya jika terus menumpuk utang dengan bunga yang juga ikut menggunung, lalu menggerus kebutuhan produktif lainnya.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved