Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
ADA ungkapan arek-arek Suroboyo yang amat populer akhir-akhir ini saban menanggapi pernyataan yang mengejutkan: 'lo... lo... lo.. gak bahaya tah?'. Itu kalimat 'setengah' bertanya yang dalam bahasa Indonesia berarti 'apakah tidak berbahaya?'.
Kalimat itu tepat kiranya disematkan kepada anggaran negara yang bakal kian ngos-ngosan karena harus menjadi penjamin utang proyek kereta cepat Jakarta Bandung. Biaya pembangunan kereta berjarak 142,3 kilometer itu membengkak dari rencana semula kurang dari US$6 miliar menjadi sekitar US$7,2 miliar.
Jika dirupiahkan, total pembengkakan biaya kereta berkecepatan hingga 350 km per jam itu mencapai Rp18,6 triliun. Angka itulah yang jadi pangkal mula mengapa APBN bakal kian ngos-ngosan. Bakal bahaya. Anggaran negara terpaksa harus memberikan jaminan bakal membayar uang sebesar itu bila konsorsium pemegang proyek gagal melunasi utang itu.
Banyak yang mengingatkan sebelumnya bahwa proyek itu berpotensi menjadi jebakan. Namun, segala peringatan itu diabaikan. Narasi yang terus-menerus digaungkan ialah 'jangan khawatir, jangan khawatir'. Nyatanya, kekhawatiran itu justru menjadi kenyataan.
Janji untuk 'tidak usah khawatir bahwa APBN bakal dicolek proyek kereta cepat', faktanya, diingkari. Saya masih ingat pernyataan Presiden Joko Widodo yang menegaskan berkali-kali bahwa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak memakai APBN.
Pembangunan proyek kereta cepat, kata Presiden, murni memakai dana investasi dan pinjaman tanpa jaminan pemerintah. "Saya tidak mau kereta cepat ini menggunakan APBN," kata Jokowi di lokasi groundbreaking kereta cepat di kawasan Walini, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (21/1/2016). Itu berarti tujuh setengah tahun lalu.
Begitu yakinnya pemerintah menggaransi bahwa proyek kereta cepat itu murni dibiayai konsorsium BUMN Indonesia-Tiongkok (PT Kereta Cepat Indonesia China/KCIC) dan China Development Bank (CDB). KCIC berkontribusi 25% dan CDB berkontribusi 75% dari total investasi kereta cepat.
Alokasi APBN, lanjut Jokowi, akan dipakai untuk membiayai pembangunan infrastruktur seperti jaringan kereta hingga tol di luar Pulau Jawa. Infrastruktur di Jawa, termasuk kereta cepat, diupayakan dengan skema business to business, bisnis ketemu bisnis.
"Makanya pembangunan ini sepenuhnya pakai investasi. Nanti kalau pakai APBN, saya ditanya lagi, 'Pak, kok, Jawa lagi? Yang di luar Jawa kapan? Yang di Papua kapan?'. Selalu rakyat bertanya seperti itu," Jokowi menandaskan lagi ketika itu, tujuh setengah tahun lampau.
Namun, meminjam penggalan lirik lagu Kegagalan Cinta karya Rhoma Irama, 'Kau yang mulai kau yang mengakhiri. Kau yang berjanji, kau yang mengingkari'. Itulah fakta terkini, ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani, akhirnya meneken beleid berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 88/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.
Berdasarkan aturan itu pemerintah sah memberikan penjaminan, baik secara langsung maupun secara bersama dengan badan usaha penjaminan infrastruktur yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan. Kalimat panjang nan melelahkan itu intinya: pemerintah menganulir janjinya semula yang tidak akan 'mencolek' APBN untuk membiayai atau menjadi penjamin proyek kereta cepat.
Itulah jebakan yang akan muncul, yang beberapa kali diingatkan beberapa kalangan, terutama saat Tiongkok mulai meminta agar anggaran negara memberikan jaminan kepada proyek kereta cepat. Narasi 'pemerintah tidak akan menyerah untuk menjaminkan uang negara demi menambal pembengkakan biaya proyek kereta cepat' sebagaimana pernah disampaikan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, kiranya hanya muslihat.
Benar belaka dugaan banyak kalangan bahwa proyek kereta cepat itu amat buruk dalam perencanaan. Bahkan, sebagian menyebutkan itu proyek nirperencanaan. Itu proyek sekonyong-konyong, yang bakal menjadi jebakan utang, alih-alih mendatangkan keuntungan.
Defisit anggaran negara bakal kian terbuka. APBN bakal makin sesak napas membayar utang dan bunga utang yang terus terkerek. Bagi rakyat, siap-siaplah membayar pajak ini-itu yang bakal bertambah jumlahnya demi menambal defisit yang menganga.
Kalau sudah begini, apakah kita cuma bisa meratapi sembari menyenandungkan lirik lagu yang ditulis Jay Livingston dan Ray Evans, serta dinyanyikan Dorys Day: 'Que sera, sera. Whatever will be, will be. The future's not ours to see' (Apapun yang akan terjadi, terjadilah. Kita tidak tahu yang akan terjadi di masa depan)?
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved