Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Pekerja Tiongkok

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
30/8/2023 05:00
Pekerja Tiongkok
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PEKAN lalu, Reuters menuliskan laporan tentang ekonomi Tiongkok yang lesu. Kantor berita yang berpusat di London, Inggris, itu mewawancarai Erin You, warga Tiongkok yang berprofesi sebagai editor buku, yang ingin melampiaskan 'dendam' melakukan aktivitas yang tidak bisa dia lakukan selama pandemi covid-19 melanda. Tapi, ia mesti menyimpan kembali hasrat itu karena ekonomi negerinya sedang tidak baik-baik saja.

Tadinya, Erin You ingin mengikuti kelas tari jalanan dan jalan-jalan, aktivitas yang tidak dapat dia lakukan selama tiga tahun pembatasan akibat covid-19 di Tiongkok. Namun, saat segala aktivitas benar-benar dibuka dari pembatasan, ia justru lebih memilih menabung lebih banyak dari gajinya ketimbang mengejar keinginan 'balas dendam' tersebut.

“Saya bertanya kepada diri sendiri, apakah saya punya cukup tabungan untuk mengobati penyakit yang tidak terduga. Atau, jika saya kehilangan pekerjaan, apakah saya punya cukup uang untuk menghidupi diri sendiri sampai saya menemukan pekerjaan baru?" ujar editor buku berusia 30 tahun itu.

Keengganan Yao untuk berbelanja ialah imbas dari model pertumbuhan ekonomi pada 1980-an yang menurut banyak orang terlalu bergantung pada investasi di bidang properti, infrastruktur, dan industri. Model pertumbuhan Tiongkok itu tidak cukup memberdayakan konsumen untuk mendapatkan dan mengeluarkan lebih banyak uang.

Dalam situasi seperti sekarang, jorjoran belanja sepertinya menjadi 'dewa penolong' bagi geliat ekonomi. Itulah yang terbukti dari Indonesia. Model ekonomi yang selalu menggantungkan konsumsi rumah tangga, nyatanya membuat ekonomi negeri ini cepat bangkit walau belum mencapai level yang memuaskan.

Itulah mengapa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin amat getol meneruskan bantuan sosial, kendati pandemi covid-19 sudah berakhir. Pemerintah ingin agar daya beli tinggi. Enggak menjadi soal anggaran negara dibuat tetap defisit (meski sebenarnya bisa juga surplus), yang penting masyarakat puas karena bisa membeli sejumlah kebutuhan.

Jadi, jangan heran bila tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah terus meningkat. Berbagai lembaga survei menyebut tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah bahkan hampir 80%. Bantuan sosial dan rupa-rupa bantuan rupanya sanggup menjadi salah satu resep ampuh menjaga daya beli sekaligus menjaga tingkat kepuasan.

Tiongkok tidak bisa, atau tidak mau seperti itu. Meskipun pertumbuhan ekonomi yang melemah meningkatkan urgensi menjadikan konsumsi rumah tangga sebagai sumber daya ekonomi yang besar, Tiongkok tidak akan menempuh jalan itu. Selain karena pemerintah Tiongkok 'tidak butuh' kepuasan publik, memutar roda ekonomi seperti itu dapat menciptakan kerugian dalam jangka pendek.

Peningkatan porsi rumah tangga terhadap pendapatan nasional berarti penurunan porsi sektor-sektor lain, baik sektor bisnis maupun sektor pemerintah. Kejatuhan sektor-sektor itu justru membuat ekonomi Tiongkok bakal terbenam dalam resesi berkepanjangan. Ancamannya bisa sangat serius: kian hilangnya lapangan kerja.

Ekspor tenaga kerja besar-besaran ke luar negeri mulai sulit bagi Tiongkok. Selain karena dunia juga sedang diimpit resesi, ekspor tenaga kerja Tiongkok (TKT) makin sensitif. Itu terbukti dari ekspor TKT ke Indonesia yang kerap memantik isu supersensitif.

Tengoklah proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), yang menurut sejumlah info memakai TKT dalam jumlah besar, lebih dari 750 orang. Bahkan, ada yang menyebut jumlah TKT di proyek itu lebih banyak ketimbang tenaga kerja dalam negeri. Sudah begitu, bayaran mereka lebih tinggi daripada pekerja dalam negeri.

Sudah jamak, risiko kita menerima investasi dari Tiongkok, ya memang seperti itu: siap menampung TKT di segala lini. Termasuk di lini pekerjaan yang bisa digarap oleh tenaga kerja kita sendiri. Tiongkok melakukan 'syarat dan ketentuan berlaku' seperti itu karena memang jumlah angkatan kerja mereka yang terus naik tanpa dibarengi pertumbuhan ekonomi memadai.

Apalagi kini, ekonomi Tiongkok sedang lesu. Menurut angka resmi yang dirilis, ekonomi Tiongkok tumbuh 6,3% pada kuartal kedua secara tahunan. Angka itu meleset dari ekspektasi analis maupun pemerintah, yang yakin ekonomi akan tumbuh 7,3%.

Alhasil, pengangguran meningkat tajam. Tingkat pengangguran warga berusia 16-24 tahun di daerah perkotaan naik menjadi 21,3%, Juni lalu. Itu terjadi ketika ekonomi terbesar kedua di dunia itu hanya tumbuh 0,8% dalam tiga bulan hingga akhir Juni.

Maka, siaplah mengantisipasi gelombang ekspor tenaga kerja dari Tiongkok. Meski sensitif, kalau pergerakan TKT ini bisa 'disamarkan', bukan mustahil semuanya bakal berjalan mulus dan cepat, secepat laju kereta cepat buatan mereka yang meluncur di rel-rel sejumlah negara, termasuk Indonesia.



Berita Lainnya
  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik