Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Keluar dari Jebakan

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
19/8/2023 05:00
Keluar dari Jebakan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

TERJEBAK itu tidak enak. Lebih-lebih jika yang terjebak sebagian besar rakyat di sekujur negeri. Imbasnya bisa ke banyak sendi, bahkan bisa mengenai mereka yang belum terkena atau tidak terkena jebakan.

Situasi potensial bakal terkena jebakan seperti itulah yang kerap diingatkan berbagai kalangan. Ada rasa waswas negeri ini bakal dilanda middle income trap, atau jebakan negara berpendapatan menengah. Rasa waswas muncul karena bila Indonesia masuk ke jebakan itu sulit rasanya bagi Republik ini untuk menjadi negara maju.

Padahal, kita sudah bertekad bulat menjadi negara maju. Kenyataannya sudah dua dasawarsa jalan ke arah itu belum benderang benar. Secara progres, pendapatan per kapita kita memang naik. Namun, kenaikan pendapatan per kapita itu belum signifikan, belum terlalu nendang. Masih jauh dari cita-cita menjadi negara maju.

Apalagi, kesempatan bagi Indonesia untuk bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah tidak akan terbuka selamanya. Sayangnya, meski kita punya celah, ikhtiar untuk memanfaatkan sebaik-baiknya celah itu masih belum maksimal. Sepertinya belum ada orkestrasi yang sebangun di kalangan penentu kebijakan ihwal bagaimana meretas jalan menuju negara berpenghasilan tinggi alias negara maju.

Saya sepakat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo saat menyampaikan Pidato Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran dan Belanja Negara, 16 Agustus lalu, ihwal tekad menuju negara maju. Kata Kepala Negara, modalitas untuk memperkuat transformasi ekonomi, yakni bonus demografi, harus dijalankan sebaik mungkin.

Kendati sepakat, saya belum mampu diyakinkan oleh Jolowi soal bagaimana bentuk dan cara menghela transformasi ekonomi itu. Saya skeptis transformasi itu bakal berlangsung mulus bila tidak ada upaya radikal untuk menggali potensi ekonomi kita dengan keringat yang lebih deras guna menghasilkan pertumbuhan tinggi.

Sebab, untuk keluar dari middle income trap, kita butuh pertumbuhan ekonomi rata-rata 7-8%. Itu bila kita merujuk pada pernyataan Jokowi sendiri bahwa peluang untuk keluar dari jebakan kelas menengah bisa terjadi bila dalam sepuluh tahun ke depan pendapatan per kapita kita US$10.900 dari saat ini US$4.500.

Pendapatan dua kali lipat dalam 10 tahun itulah yang butuh pertumbuhan ekonomi 7-8% mulai tahun depan. Jelas, situasi yang sulit dibayangkan. Apalagi, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya 5,2%.

Target seperti itu akan membuat beban target pertumbuhan yang lebih tinggi pada pemerintahan berikutnya. Selain itu, tantangan yang tidak kalah sengitnya ialah kualitas pertumbuhan. Bila negeri ini ingin segera keluar dari jebakan pendapatan menengah, pertumbuhan harus benar-benar berkualitas. Salah satu ciri pertumbuhan berkualitas ialah tingkat kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja, yang ujungnya peningkatan pendapatan warga.

Justru di situlah letak paradoks antara cita dan fakta. Kita bercita-cita menaikkan pendapatan, tapi riwayat rata-rata pertumbuhan ekonomi kita dalam 10 tahun terakhir justru lebih rendah daripada 10 tahun sebelumnya. Saat mengawali pemerintahan, Jokowi berjanji menaikkan pertumbuhan ekonomi negeri ini ke rata-rata 7% dengan pertumbuhan berkualitas.

Faktanya, sejak 2015 hingga 2023, rata-rata ekonomi kita tumbuh di seputar 5,3%. Sudah begitu, kemampuan pertumbuhan dalam menyerap tenaga kerja menurun drastis. Sepuluh tahun lalu, tiap 1% pertumbuhan ekonomi bisa menyerap 270 ribu tenaga kerja. Kini, 1% pertumbuhan hanya mampu menyerap kurang dari 150 ribu tenaga kerja. Itu karena pertumbuhan ekonomi kita terus-menerus mengandalkan konsumsi rumah tangga yang porsinya lebih dari separuh untuk menopangnya (terakhir di angka 53,3%).

Terlalu naif kalau kita bilang tidak ada kemajuan dalam satu dadawarsa terakhir. Jelas bahwa pembangunan infrastruktur sudah digenjot besar-besaran. Tingkat keterhubungan antarwilayah, termasuk wilayah terpencil, kian membaik. Namun, sejumlah infrastruktur dibangun tanpa perencanaan matang. Walhasil, triliunan rupiah dana yang sudah digerojokkan (sebagian dibiayai dengan utang) belum berdampak seperti yang ditekadkan.

Tengoklah Bandara Kertajati, Bandara Sudirman, dan beberapa bandara yang sudah diresmikan sejak tiga tahun lalu, hingga kini malah majal. Beberapa bandara itu bahkan seperti kuburan, tidak ada aktivitas layaknya bandara yang sibuk dengan lalu lalang manusia. Yang terdengar hanya suara gemuruh angin musim kemarau dan petir di musim hujan.

Beberapa proyek infrastruktur juga masih mengedepankan gengsi ketimbang fungsi. Proyek kereta cepat Halim-Tegalluar, yang jaraknya tidak sampai 200 kilometer, ialah contoh nyata bahwa simbol negara maju (salah satu tandanya punya kereta cepat) lebih penting ketimbang fakta negara maju.

Apakah itu sebuah transformasi? Apakah itu bisa memperdekat jarak dengan negara maju sepuluh tahun mendatang? Apakah cukup itu untuk bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah? Sepertinya masih terlalu banyak pertanyaan ketimbang ketersediaan jawaban. Seperti kutipan lirik Ebiet G Ade yang berulang kali disebut banyak orang: 'coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang'.



Berita Lainnya
  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik