Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Ketakutan akan Perubahan

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
26/7/2023 05:00
Ketakutan akan Perubahan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PERUBAHAN itu keniscayaan. Kata Konfusius, hanya orang yang paling bijaksana dan paling bodoh yang tidak pernah berubah. Untuk meningkatkan diri, tegas Winston Churchill, berarti orang mesti berubah. Menjadi sempurna itu, lanjutnya, berarti sering berubah.

Namun, di negeri ini, hari-hari ini, kata perubahan sangat ditakuti oleh sebagian orang, kendati amat dirindukan banyak orang. Mereka yang takut akan perubahan umumnya lalu menakut-nakuti publik bahwa perubahan itu berbahaya. Perubahan itu dianggap teror yang mengganggu kenyamanan, bahkan bisa merusak tatanan.

Padahal, perubahan tidak selalu dari nol. Bisa memang dari nol karena salah perencanaan dan berpotensi jauh menyimpang di kemudian hari. Namun, perubahan bisa saja dari angka 50, bahkan dari 80, menuju angka 100. Berubah itu bisa dari gelap menuju terang, atau dari terang menuju lebih benderang lagi.

Namun, bagi sebagian orang, terutama mereka yang mapan, perubahan itu bakal amat menyiksa. Perubahan bisa mengusik zona nyaman, mengganggu status quo, membuat gaduh, biang kekagetan. Narasi bahwa perubahan itu buruk kian dikemukakan.

Namun, barangkali itu terjadi karena bobot politik lebih diberi garis tebal ketimbang substansi. Kata perubahan selalu dicurigai karena boleh jadi ia berasal dari pilihan politik yang berbeda. Jadi, sebaik dan sepenting apa pun perubahan itu, ia menjadi buruk karena digemakan oleh kaum 'seberang' sana.

Apa yang dikemukakan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, kemarin, misalnya, sulit untuk disebut 'tidak berkaitan dengan politik'. Saat memberikan sambutan secara daring di sebuah forum bisnis itu, Luhut menyinggung pihak yang mau membuat perubahan. LBP, singkatan nama Luhut, menyatakan tidak setuju dengan perubahan itu.

"Jadi, saya tidak setuju ketika orang mengatakan membuat perubahan. Anda tahu? Apa yang terjadi dengan perubahan?" tanya Luhut.

Luhut lalu menegaskan hal-hal yang wajib dilanjutkan presiden mendatang, yakni industrialisasi melalui hilirisasi, lalu digitalisasi di semua lini, juga program pendidikan berkualitas tinggi yang terjangkau.

Soal pengembangan infrastruktur untuk menyambung konektivitas orang, barang, dan laju informasi juga tidak boleh diutak atik. Selain itu, ada usaha dekarbonisasi untuk mempercepat net zero emission, sambil menangkap peluang di bisnis ekonomi hijau juga mesti dilanjutkan. Terakhir, menyeimbangkan semuanya dengan 'adil' dan menyelesaikan masalah ketidaksetaraan sosial di Indonesia.

Apa yang dikatakan Luhut di atas ialah program yang baik. Namun, apakah semua sudah berjalan menjadi yang terbaik? Jika diibaratkan cahaya, apakah sinar semua program itu sudah sangat benderang sampai ke bumi? Bukankah masih banyak 'mendung' di sana-sini yang menutupi sinar tersebut?

Program menyelesaikan ketidaksetaraan di Indonesia, misalnya. Hingga kini harus diakui, ketimpangan terjadi di banyak titik. Sedikit orang kaya kian mampu menabung kekayaan mereka sehingga jumlah tabungan orang kaya terus tumbuh tiap tahun. Sebaliknya, sebagian besar mereka yang susah, kian susah hidup mereka karena makin 'mantab', makan tabungan.

Begitu juga dengan program hilirisasi, yang terus-menerus dipekikkan telah menghasilkan kenaikan pendapatan ekonomi yang signifikan, tapi tetap meninggalkan jejak kemiskinan di daerah penghasil tambang nikel dan daerah tempat pengolahan nikel didirikan. Itu menandakan bahwa program tersebut masih jauh dari sempurna. Untuk 'kesempurnaan' program-program tersebut, jelas butuh perubahan.

Lalu, mengapa tiba-tiba amat alergi terhadap perubahan?

Padahal, saat Jokowi berkampanye pada Pemilihan Presiden 2014, berkali-kali ia memekikkan janji perubahan. Jokowi, misalnya, berjanji akan ada perubahan di tubuh KPK. Perubahan yang dijanjikan itu di antaranya menambah jumlah penyidik di lembaga antikorupsi itu.

Jokowi juga berjanji jika terpilih menjadi presiden, ia akan membawa perubahan yang fundamental untuk kaum disabilitas. Slogan perubahan juga digemakan Jokowi untuk wilayah perbatasan, mengubah nasib warga pinggiran. Bahkan, Jokowi akan menghela perubahan mental bangsa dengan slogan yang gegap gempita, revolusi mental.

Jadi, jangan takut perubahan. Takutlah justru terhadap kemapanan karena hal itu ialah jebakan. Sebaliknya, kemauan berubah ialah tanda kecerdasan. Seperti kata seorang pemikir, Stephen Hawking, kecerdasan ialah kemampuan beradaptasi terhadap perubahan.



Berita Lainnya
  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.