Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Daun Kering

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
20/7/2023 05:00
Daun Kering
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

DALAM salah satu bagian ceramahnya yang kini banyak diunggah ulang di media sosial, almarhum KH Zainuddin MZ pernah menyampaikan bahwa masyarakat zaman sekarang ini ibarat daun kering. Apa itu daun kering? "Gampang dikumpulin, sulit diiket, berisik, gampang dibakar," kata ustaz yang kondang dengan sebutan Dai Sejuta Umat itu.

Itulah masyarakat yang menurut dia lebih senang dengan bungkusan, tapi lupa isi. Masyarakat yang mudah kagum oleh citra. Padahal, sesungguhnya semua itu hanyalah hasil polesan semata. Benar kata Pak Kiai, orang-orang seperti ini ketika berkumpul memang akan berisik dan mudah dipanas-panasi, hanya demi membela figur yang citranya begitu mereka kagumi.

Pesan yang serupa pernah juga disampaikan KH Mustofa Bisri atau Gus Mus melalui postingan di akun Instagram-nya, beberapa waktu lalu. Analogi yang dipakai bukan daun kering, melainkan lato-lato. Gus Mus memasang gambar alat permainan lato-lato disertai teks yang pendek, tapi menusuk, #FatwaAhad: Jika bukan mainan, jangan mau dibentur-benturkan.

Kalimat pendek itu mengandung pesan penting, masyarakat jangan mau dibentur-benturkan, dikutub-kutubkan, apalagi dibakar karena sejatinya kita bukan mainan para penguasa. Terserah saja bila kaum elite mau membangun citra sehebat apa pun, tetapi rakyat tak boleh gampang terbujuk. Pelajari isinya, jangan cuma bungkusnya sehingga kita tidak terjebak pada kekaguman dan pembelaan yang membabi-buta.

Dalam konteks hari ini, publik sedang dihadapkan pada upaya pengotakan antara narasi perubahan dan narasi keberlanjutan. Seolah-olah dua narasi itu seratus persen berseberangan, tidak ada titik irisan dan persamaan sama sekali. Seakan-akan yang properubahan otomatis antikeberlanjutan. Sebaliknya, yang prokeberlanjutan dianggap tak menginginkan perubahan.

Para elite kita sepertinya sudah menyadari masyarakat kita seperti masyarakat daun kering. Gampang mengumpulkannya dan dikasih percikan api sedikit saja mereka akan cepat terbakar. Pun seperti masyarakat lato-lato yang kapan saja harus siap dimainkan dan kapan saja bisa dihentikan seperti halnya bola lato-lato. Suka-suka tangan penguasa yang memainkannya.

Untuk membakar daun-daun, demi menggerakkan bola lato-lato itu diperlukan amunisi. Diperlukan benih untuk memelihara konflik yang mungkin di mata mereka mengasyikkan. Maka, digosok-gosoklah terus pertentangan dua narasi yang sebetulnya tidak bertentangan itu: keberlanjutan versus perubahan.

Padahal, sejatinya kolaborasi dua hal itulah yang menggerakkan sistem dan sendi kehidupan di bumi ini. Keberlanjutan tanpa perubahan, ya omong kosong. Perubahan ialah suatu keniscayaan. Kata Heraclitos, perubahan tak bisa dielakkan. "Segala sesuatu berubah. Satu-satunya yang tidak berubah ialah perubahan itu sendiri," begitu kata filsuf Yunani Kuno itu. Lantas kenapa harus takut dengan perubahan?

Toh, perubahan tak bisa dilakukan secara frontal. Kalau frontal, itu namanya revolusi. Sistem dirombak secara total, semua baru, tak menyisakan buat yang lama. Nah, saat ini, kita tidak sedang dalam situasi yang memaksa terjadinya revolusi, kecuali jika api yang dilempar para elite ke masyarakat daun kering tadi makin membesar, tak terkendali, dan ujungnya malah memakan tuannya sendiri.

Konsep perubahan yang ditawarkan kubu properubahan dalam konteks kontestasi dalam Pemilu 2024 juga tidak dalam artian radikal. Artinya, perubahan mesti dihela, tetapi tanpa maksud menyetop capaian bagus yang sudah diraih. Perubahan tak lantas menafikan hal-hal baik yang perlu dilanjutkan.

Dalam konsepsi Islam, melalui perayaan tahun baru Hijriah, 1 Muharam 1445, kemarin, spirit hijrah, semangat perubahan pun sejatinya mengandung makna evaluasi dan introspeksi diri. Dengan dasar evaluasi dan introspeksi itu, perubahan dilakukan untuk tujuan memperbaiki sekaligus meningkatkan kualitas diri.

Namun, hijrah hendaknya tidak hanya dilakukan dalam tataran individu, tapi juga dalam konteks negara. Semua elemen penyangganya harus bersama-sama menggelorakan spirit perubahan demi perbaikan bangsa ke arah lebih baik. Jangan belum apa-apa negara malah ketakutan dengan narasi perubahan dan kemudian mengerahkan 'pasukan' untuk mereduksi makna perubahan.

Kita, masyarakat kiranya, juga perlu memanfaatkan momentum ini untuk berubah dari masyarakat daun kering menjadi masyarakat daun basah. Tidak hanya lebih kuat dan mudah diikat dalam kesamaan semangat positif, daun basah tidak berisik dan tidak gampang dibakar. Ia juga punya aura menyejukkan. Aura yang amat kita butuhkan di saat suhu dan cuaca politik terus memanas menjelang perhelatan kontestasi politik, tahun depan. Sekali lagi, jangan mau menjadi daun kering.



Berita Lainnya
  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.