Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
SEIRING dengan tahun politik menjelang Pemilu 2024, dalam peringatan HUT Ke-76 Koperasi di Tenis Indoor, Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/7) siang, terlihat suasana berbeda.
Atmosfer politis pun menguar. Peringatan Hari Koperasi kali ini penuh kode-kode dukungan untuk bakal calon presiden dari PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo.
Mengakhiri sambutannya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki mengaku yakin bahwa Ganjar Pranowo merupakan harapan untuk kemajuan ekonomi. "Saya yakin Pak Ganjar menjadi harapan kita untuk kemajuan ekonomi," kata Teten yang langsung disambut aplaus meriah dari insan koperasi yang menghadiri acara tersebut.
Setali tiga uang, saat Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Sri Untari menyebutkan sejumlah pejabat yang hadir, salah satunya Ganjar Pranowo, para undangan dari balkon kemudian riuh sembari bertepuk tangan. "Kami berharap Bapak Ganjar Pranowo, kami titip kepada Bapak, nasib kami berikutnya," kata Sri di penghujung pidatonya.
"Ganjar Pranowo presiden," teriak salah satu tamu dari balkon. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo duduk bersebelahan dengan Teten Masduki dan Fadel Muhammad. Ganjar tampak mengenakan pakaian batik lengan panjang berwarna cokelat dan putih. Ia juga mengenakan selendang berwarna merah. Ganjar adalah salah satu dari para kepala daerah dan pejabat pemerintah pusat yang menerima penghargaan sebagai Pembina Koperasi Andalan dari Dekopin. Penghargaan ini diberikan kepada mereka yang dinilai telah berjasa dan berpartisipasi aktif dalam membina dan memajukan dunia koperasi.
Di tengah gegap gempita pembangunan di era pemerintahan Joko Widodo, eksistensi koperasi nyaris tenggelam. Di usia ke-76, potret koperasi masih buram. Kendati pun namanya mencuat, bukan karena prestasi koperasi, melainkan kasus delapan koperasi simpan pinjam yang merampok dana nasabah sebesar Rp26 triliun.
Sebenarnya tak ada alasan koperasi untuk tiarap dalam persaingan dengan lembaga ekonomi lainnya di Bumi Pertiwi ini. Pasalnya, baik secara historis maupun konstitusional, koperasi memiliki legitimasi yang kuat untuk tampil sebagai soko guru perekonomian nasional seperti yang dicita-citakan proklamator Bung Karno.
Secara historis, koperasi memiliki peran penting membantu ekonomi rakyat dalam menghadapi cengkeraman penjajahan Belanda sepanjang 1896-1908. Di era itu dimulai munculnya koperasi di bumi Nusantara. Pada 1896 Raden Soeria Atmadja, seorang Patih Pamong Praja, mendirikan suatu bank simpanan di Sumedang untuk menolong para pegawai negeri (kaum priayi) yang terjerat riba dari kaum lintah darat.
Dia lalu memperluas target pasarnya, tak hanya untuk kaum priayi, tapi juga masyarakat Sumedang pada umumnya. Modal bank diperoleh dari pengumpulan sekian persen gaji pamong praja yang ada di Kota Tahu itu. Tiga tahun kemudian, Bank Priayi berubah nama menjadi Afdeeling Bank (Bank Daerah). Bank ini memberikan kredit kepada anggotanya supaya tidak terkena jeratan rentenir. Pada 1915 Raden Soeria Atmadja mendirikan bank desa untuk membantu petani kecil.
Dalam perjalanannya, Afdeeling Bank berubah menjadi koperasi.
Tak hanya itu, pada 1908 Boedi Oetomo mendirikan koperasi rumah tangga, koperasi toko. Selanjutnya koperasi itu menjadi koperasi konsumsi yang dalam perkembangannya kemudian menjadi koperasi batik. Koperasi itu semakin besar ketika Boedi Oetomo menggandeng Sarekat Islam. Perjalanan koperasi saat ini senapas dengan Gerakan Kebangkitan Nasional.
Tekad Bung Hatta untuk terus menghidupkan koperasi tak pernah pudar. Pada peringatan Hari Koperasi Ke-27 di Gedung Bioskop Gita Bahari, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, 13 Juli 1974, Bung Hatta, dengan didampingi Ketua Umum Dekopin R Iman Pandji Soeroso dan pejabat-pejabat perkoperasian lain, kepada insan koperasi menegaskan, koperasi merupakan satu-satunya jalan paling tepat untuk mengangkat golongan ekonomi lemah. "Hanya koperasi jalannya," tandasnya.
Dalam pandangan Bung Hatta, koperasi adalah ‘jalan tengah’ dari menguatnya kapitalisme dan sosialisme. Koperasi adalah lembaga ekonomi yang bisa mewadahi perjuangan rakyat untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Koperasi, bagi Bung Hatta, adalah perwujudan ‘daulat rakyat’ bukan ‘daulat pasar’ seperti digagas Adam Smith.
Jauh sebelumnya, pada 12 Juli 1951, Bung Hatta menggelorakan semangat berkoperasi di radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Alhasil, berkat kegigihannya memajukan koperasi di Tanah Air, pada 17 Juli 1953 Bung Hatta diangkat sebagai Bapak Koperasi dalam Kongres Koperasi Indonesia di Bandung.
Sayangnya, saat ini dari koperasi aktif di Indonesia sebanyak 130.354 unit versi Badan Pusat Statistik pada 2023, tak ada yang menembus pemeringkatan oleh International Cooperative Alliance (ICA). Koperasi-koperasi terbesar di dunia masih terpusat di Amerika Serikat, Prancis, Jerman, dan Jepang.
Koperasi di Indonesia masih terjepit sejumlah masalah, seperti tata kelola yang buruk (korupsi), regulasi, teknologi, dan jaringan bisnis tingkat global. Jangan heran bila di masyarakat, koperasi dipelesetkan menjadi ‘kuperasi’. Koperasi makin runyam dan terpuruk jika sekadar menjadi alat politik, tunggangan politik, menuju cita-cita politik pengurusnya. Kasihan deh. Tabik!
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved