Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Musuh Besar Ruang Publik

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
03/8/2022 05:00
Musuh Besar Ruang Publik
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SEORANG rekan bertanya kepada saya, mengapa banyak ruang publik dibangun, tetapi publik tetap kekurangan ruang? Ia memaparkan fenomena Citayam Fashion Week dari remaja SCBD (Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok) di kawasan Dukuh Atas Stasiun Sudirman, di jantung Kota Jakarta. 'Rumah' kereta komuter itu sebagian berubah fungsi jadi ajang pameran busana para remaja sekitar Jakarta.

Pemerintah daerah tempat asal para remaja itu berlenggok-lenggok mengeklaim telah membangun puluhan fasilitas ruang publik baru. Ada yang membuat taman, mempercantik alun-alun, dan membangun gedung-gedung pertunjukan. Nyatanya, mereka tetap memilih jalanan dan stasiun sebagai cat walk.

Sudah dua bulan belakangan ini para remaja itu berkumpul di area Terowongan Kendal atau MRT Dukuh Atas. Remaja-remaja ini asyik menggunakan fasilitas publik. Mereka berkumpul, berpose, hingga berlenggok-lenggok layaknya model papan atas. Nama-nama seperti Jeje, Bonge, dan Roy kiranya telah ramai didengar publik.

Saking ramainya, singkatan SCBD yang sebelumnya ditujukan untuk Sudirman Central Business District berubah menjadi Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok. Nama daerah-daerah ini diambil dari daerah asal tempat tinggal para remaja tadi.

Jadi, untuk memecahkan pertanyaan rekan tadi, saya mulai menjawabnya dengan kembali melontarkan pertanyaan kepadanya: sudahkah klaim pembangunan ruang publik dari pemda itu mencerminkan ruang publik yang sesungguhnya? Jangan-jangan, yang dibangun sekadar tempat kelangenan layaknya penggemar perkutut menikmati burung itu di dalam sangkar.

Jeje, Bonge, Roy, serta kawan lainnya itu berbondong-bondong memenuhi area Dukuh Atas untuk mencurahkan kreativitas mereka sekaligus menikmati fasilitas publik di situ. Jika demikian, pertanyaan selanjutnya ialah mengapa harus di Dukuh Atas? Sejumlah pegiat Citayam Fashion Week menjawab: karena di Dukuh Atas ekspresi tidak dibatasi.

Di Depok, kata beberapa di antara mereka, ruang publik seperti itu jarang ditemukan. Kawasan yang dulu sempat ramai dijadikan ruang publik ialah area UI (Universitas Indonesia). Daerah itu banyak didatangi para remaja dari Bojonggede, Cilebut, Citayam, Cilodong, Depok Timur, Sawangan, hingga Cinere. Serupa Dukuh Atas, kawasan UI dulu juga lumayan terbuka dan inklusif.

Kawasan UI dulu banyak digandrungi karena akses transportasi mudah dan jam buka fleksibel. Sayangnya, sekarang semuanya berbeda. UI makin memperketat diri dan diikuti dengan pengubahan sistem perkeretaapian. Alhasil, kawasan itu kurang inklusif dan makin sulit diakses publik.

Pemerintah Kota Depok pun telah merancang pembuatan ruang publik yang kian dibutuhkan keberadaannya itu. Pemkot pula menyediakan setidaknya satu taman (sebagai ruang publik) di setiap kelurahan. Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok menunjukkan sudah 48 taman dibangun dalam periode 2017-2020.

Namun, ya itu tadi, kehadiran taman-taman itu belum sepenuhnya berfungsi sebagai ruang publik. Taman memang dibangun, tetapi sistem taman yang diterapkan eksklusif, tidak demokratis, bahkan memusuhi konsep dasar ruang publik. Taman-taman itu berdiri justru jadi musuh besar ruang publik: elitis, sulit diakses, dan penuh pembatasan galibnya kerangkeng.

Bukan hanya Depok, tidak sedikit daerah lain menerapkan 'protokol' serupa untuk tempat yang selalu mereka banggakan sebagai 'ruang publik' itu. Pembatasan itu biasanya dimulai dengan akses taman yang eksklusif. Beberapa taman dibangun di tengah kompleks sehingga membuat remaja kawasan pinggiran jengah memasuki taman tersebut. Padahal, satu poin penting dalam pembangunan ruang publik ialah aksesibilitasnya yang demokratis.

Beberapa tempat yang dimaksudkan sebagai ruang publik juga menerapkan jam malam. Alasannya, untuk menghindari tindak asusila. Lagi-lagi, alasan ini juga membatasi ruang interaksi. Masih ada sistem lain yang bisa mencegah hal-hal seperti itu terjadi, seperti penggunaan CCTV atau sistem pengaduan yang efektif.

Bentuk pembatasan lainnya ialah minimnya akses transportasi publik. Banyak tempat yang dideklarasikan sebagai ruang publik dibangun di daerah yang jauh dari pusat kota. Akibatnya, taman itu sulit dijangkau dengan transportasi publik. Jadi, taman-taman itu justru menjelma menjadi musuh besar ruang publik.

Seperti kata sosiolog Jerman, Jurgen Habermas, bahwa ruang publik itu ranah kehidupan sosial saat warga berperilaku sebagai sebuah lembaga publik ketika berunding dengan cara yang tidak dibatasi. Di ruang publik, tandas Habermas, harus ada jaminan kebebasan mengemukakan dan memublikasikan pendapat, pula mengekspresikan diri.

Aksi Bonge, Jeje, Roy, beserta kawan-kawannya memilih area Dukuh Atas sebagai ruang kreatif merupakan sentilan kepada pengelola negeri ini betapa kita memang mengalami krisis ruang publik. Ditambah lagi, dua tahun lamanya kita dikurung pandemi covid-19.

Banyak taman didirikan, tetapi ia justru menjadi musuh besar ruang publik. Negeri ini butuh ruang publik yang aman dan bisa diakses secara demokratis, bukan taman yang sekadar aksesori.



Berita Lainnya
  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.