Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Bukan Bangsa Kaleng-kaleng

Abdul Kohar, Dewan Redaksi Media Group
30/7/2022 05:00
Bukan Bangsa Kaleng-kaleng
(MI/EBET)

SAYA tidak akan pernah bosan meresonansikan kabar baik di forum ini. Salah satu tujuannya untuk ikut memasalkan adagium good news is a good news too. Bukan melulu narasi kuno bad news is a good news. Selain itu,  kabar baik bakal memupuk optimisme. Menumbuhkan harapan.

Maka, saat kabar baik datang bertubi-tubi, saya juga penuh antusias menggemakannya bertubi-tubi pula. Seperti yang datang tengah pekan ini. Sang pemberi kabar baik kali ini ialah Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF).

Ia mengatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang berhasil tumbuh tinggi di tengah suramnya ekonomi global. Bahkan, Georgieva memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal menyalip ekonomi dua raksasa dunia: Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

Dalam laporan IMF terbaru itu disebutkan ekonomi Indonesia akan melesat 5,3% pada 2022. Meskipun lebih rendah daripada perkiraan awal, namun prediksi iti masih lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi pada 2021 yang mencapai 3,7%.

Sementara itu, tahun ini, Amerika Serikat diprediksi hanya mampu merealisasikan pertumbuhan 2,3% atau lebih rendah daripada capaian pada 2021 yang sebesar 5,7%. Pun pula dengan Tiongkok, yang pertumbuhan ekonominya tahun ini diprediksi oleh IMF jatuh dari sebelumnya 8,1% menjadi hanya 3,3%.

Ada beberapa alasan, kata Georgieva, yang bakal menjauhkan Indonesia dari resesi. Antara lain, penanganan covid-19 yang tepat dan kemampuan dalam mencegah penurunan ekonomi yang terlalu dalam. "Saat covid-19, Indonesia berhasil mencegah penurunan output ekonomi yang signifikan, tidak sedalam di banyak tempat," kata Georgieva.

Meski menghadapi 'kejutan', yakni efek serangan Rusia ke Ukraina, Indonesia tetap mencatat pertumbuhan positif dan diyakini akan terus meningkat. Sebagian besar analis dan lembaga ekonomi meyakini pertumbuhan ekonomi kita akan di atas 5%, dengan inflasi 4%, dan dengan anggaran yang sangat baik yang mampu memberikan dukungan, terutama kepada penduduk yang rentan.

Keyakinan Georgieva cukup tebal, khususnya terkait dengan angka inflasi yang di akhir tahun diprediksi ada di rentang 4% hingga 4,5%. Angka itu jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia yang sebagian besar ada di dua digit.

Pujian dan analisis positif IMF tersebut memang membanggakan. Itu artinya, jalur ekonomi di negeri ini bukan saja telah dikelola secara on the right track, melainkan juga dijalankan secara efektif. Kuncinya ada pada pengendalian dan penanganan pandemi covid-19. Urusan kapan menginjak rem, sedalam apa rem diinjak; kapan menekan gas, selaju apa gas digenjot, dijalankan dengan seksama dan dalam respons secepat-cepatnya.

Pada awalnya banyak yang meragukan pemerintah. Malah, tidak sedikit pula saat awal pandemi ramai-ramai menyarankan agar pemerintah menerapkan lock down total. Pemerintah menolak dengan argumentasi yang masuk akal, meski terus-menerus dicibir. Bagi pemerintah, skema PSBB yang bermatomorfosis menjadi PPKM merupakan langkah paling masuk akal.

Terbukti, cara itu sangat efektif. Refocusing dan realokasi anggaran dijalankan dengan cermat. Mendahulukan penanganan terhadap kelompok paling rentan dengan menginjeksi bantuan untuk menahan daya beli, bisa dibilang sangat sukses. Pelonggaran pajak, beragam insentif, juga restrukturisasi kredit, kiranya menjadi skema yang akhirnya mampu menahan laju kian amblesnya perekonomian. 

Kita memang sempat tidak bisa mengelak dari resesi, saat ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut tumbuh negatif. Tapi, itu cuma sementara. Ketika skema  yang diyakini mampu menjadi resep cepat itu diterapkan secara disiplin dan konsisten, Indonesia bisa melalui resesi itu dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Tapi, kiranya capaian dan sanjungan IMF itu tak boleh membuat kita mabuk kepayang. Kita memang telah membuktikan bahwa bangsa ini bukan bangsa 'kaleng-kaleng', bukan negara 'ecek-ecek'. Tapi, itu mestinya tidak membuat kita terus menepuk dada, tak henti-hentinya jemawa. Karena faktanya, masih jutaan rakyat yang hidupnya kembang-kempis.

Karena itu, sangat penting bagi kebijakan fiskal pemerintah untuk tetap fokus dalam memberikan bantuan dengan sasaran yang tepat. Pemerintah harus fokus kepada mereka yang sangat membutuhkan, bukan memberikan subsidi kepada semua orang, termasuk masyarakat kaya.

Mengapa? Karena jika kebijakan fiskal menghabiskan terlalu banyak untuk subsidi kepada yang bukan berhak, defisit akan menganga dan betpotensi meledakkan inflasi. Kebijakan Indonesia dalam melakukan burden sharing melalui kerja sama antara pemerintah dan Bank Indonesia yang telah berjalan mulus, mestinya perlu dilanjutkan.

Selama krisis akibat pandemi covid-19, Bank Indonesia memberikan beberapa dukungan moneter bekerja sama dengan pemerintah untuk melindungi ekonomi dari guncangan. Kerja sama serupa kiranya pantas dilanjutkan guna menghadapi guncangan ekonomi global, yang getarannya diprediksi akan terus terasa hingga akhir tahun.

Sekali lagi buktikan bahwa kita bukan bangsa kaleng-kaleng. ***



Berita Lainnya
  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.