Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Menyelamatkan Pesantren

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
09/7/2022 05:00
Menyelamatkan Pesantren
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PESANTREN sedang mendapat sorotan. Sorotan yang sayangnya bernada miring akibat perilaku miring sejumlah pemimpin dan pengasuh pondok.

Kasus miring itu kebanyakan berhubungan dengan kekerasan seksual.

Kasus terkini terjadi di Jombang, Jawa Timur. Locusnya di Pondok Pesantren Majma'al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, Desa Losari, Kecamatan Ploso. Pelakunya, anak kiai pemimpin pondok itu. Moch Subchi Azal Tsani ialah namanya. Mas Bechi, begitu dia disapa.

Mas Bechi berurusan dengan hukum karena diduga melakukan pencabulan terhadap santriwatinya. Kasus Bechi sebenarnya sudah lama, sejak 2019, sejak dia ditetapkan sebagai tersangka. Namun, perkaranya terus mengemuka, tak lain karena dia membangkang dari kewajiban memenuhi panggilan kepolisian untuk diperiksa.

Selama dua tahun Mas Bechi mangkir. Selama enam bulan dia berstatus DPO, buron, hingga akhirnya menyerahkan diri pada Kamis (7/7) malam. Dia menyerah karena terpaksa, bukan sukarela, karena polisi akhirnya unjuk keberanian menggerebek ponpes untuk membekuknya. Dia takluk pada hukum setelah orang-orang yang selama ini melindunginya, termasuk sang ayah, akhirnya tak berkutik menghadapi ketegasan aparat.

Jika benar, perilaku Mas Bechi jelas bertentangan dengan moral dan akhlak, dua hal yang menjadi bagian utama dalam kultur dan pendidikan di pesantren. Perilaku itu terang bertentangan dengan norma hukum, sesuatu yang juga menjadi bagian penting dalam pembelajaran di pondok. Kita tunggu saja konsekuensi hukum yang bakal dia terima.

Penyimpangan yang dipertontonkan Mas Bechi, juga oleh mereka yang membentenginya, memang tanggung jawab pribadi. Namun, mau tidak mau, suka tidak suka, ia memercikkan aib, mengotori nama baik pesantren.

Ponpes ialah tempat yang mulia, tetapi belakangan kerap menguar noda dari orang-orang yang mengelolanya. Kasus Mas Bechi bukanlah yang pertama. Sebelumnya sering kita baca, kerap kita dengar, perbuatan sesat serupa.

Masih hangat dalam memori publik bagaimana Herry Irawan terbukti memerkosa 13 santriwatinya. Di PN Bandung, Jawa Barat, dia divonis hukuman seumur hidup di tingkat pertama, lalu diganjar hukuman mati dalam putusan banding.

Tindakan bejat terhadap santri juga terjadi di Banyuwangi, Tasikmalaya, Cilacap, Depok, Lampung, dan di beberapa tempat lainnya.

Bahkan, jauh sebelumnya, selama 2011 sedikitnya 100 santri putra dan putri menjadi korban kebiadaban. Data itu diungkapkan Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM Jawa Tengah. Kejadiannya di Wonogiri, Semarang, Klaten, Batang, Patio, Solo, Temanggung, dan Jepara. Sungguh memprihatinkan.

Para santri yang nyantrik untuk mendapatkan ilmu agama, pendidikan moral, dan akhlak, justru menjadi korban perilaku sesat. Perilaku yang bertentangan dengan agama, moral, dan akhlak.

Prinsip sami’na wa athona dimanfaatkan oknum-oknum pesantren untuk melampiaskan nafsu bejat mereka. Padahal, tradisi mendengar dan patuh itu hanya untuk kebaikan, bukan keburukan.

Tradisi ngalap berkah atau tabaruk yang seharusnya menjadi voluntary action santri untuk menyempurnakan ilmu agama yang dipelajari juga diselewengkan oleh para penghamba syahwat. Hal ini, misalnya, terjadi di Pamekasan, Madura. Korbannya, dua santri yang masih di bawah umur. Pelakunya, pemilik ponpes.

Sudah begitu parahkah pesantren? Terlalu berlebihan kiranya kesimpulan seperti itu. Kekerasan seksual memang terjadi di cukup banyak pesantren, tetapi teramat sedikit kalau dibandingkan dengan jumlah pesantren yang ada. Dari data Kementerian Agama, ada 26.975 pesantren di Indonesia per Januari 2022. Jawa Barat penyumbang terbanyak, yakni 8.343 pondok atau sekitar 30,92% dari total pesantren nasional.

Masih jauh lebih banyak pengasuh pesantren yang baik ketimbang yang jahat. Kasus yang sama pun juga terjadi di institusi pendidikan agama lain. Namun, terlalu naif juga kiranya jika kita menyikapi fenomena kasus-kasus kekerasan seksual di pesantren sebagai hukum alam semata. Hukum bahwa ada yang baik ada yang tidak baik. Harus ada upaya keras, eskstrakeras, agar aib tak terus mengalir dari pondok.

Tindakan tegas Kementerian Agama mencabut izin Ponpes Shiddiqiyyah kiranya tepat dilakukan. Akan tetapi, yang lebih penting ialah bagaimana memastikan kekerasan seksual tak lagi menodai kesucian pesantren. Pengetatan dalam memberikan izin dan pengawasan ketika pondok beroperasi tak lagi bisa dikompromikan.

Pesantren bagian penting dari sejarah bangsa ini. Ia dilahirkan oleh para tokoh besar, para pejuang, yang dalam perkembangannya melahirkan tokoh-tokoh bangsa hingga sekarang.

Menlu RI 1988-1999 Ali Alatas, Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa ialah sedikit contoh alumni pesantren yang menjadi orang. Tentu ada juga budayawan Cak Nun yang sempat mencecap ilmu di pesantren. Tak ketinggalan penulis novel tenar Ayat Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman El Shirazy, dan pengarang Negeri 5 Menara, Ahmad Fuadi.

Pesantren ialah aset besar bangsa dalam membangun peradaban bangsa. Ia harus tetap eksis sebagai ladang persemaian para cerdik pandai yang saleh. Ia harus diselamatkan dari rongrongan para musang berbulu ayam, para serigala berbulu domba.



Berita Lainnya
  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.