Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
POTRET buram masih mewarnai perpolitikan di Tanah Air. Pasalnya, sejumlah kebijakan dalam bentuk regulasi, misalnya, masih coreng-moreng. Bahkan, tidak layak untuk disahkan karena kejar setoran sehingga menegasikan proses sesuai dengan prinsip good governance, yakni akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi.
Akibatnya, atas kebijakan yang dihasilkan dalam proses politik di DPR itu dilakukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi. Salah satunya ialah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hasilnya, UU yang dibuat dengan metode omnibus law itu diputus inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konsitusi (MK) melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No 91/PUU-XVIII Tahun 2020.
Dalam putusan mereka, MK menilai pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang. Selain itu, terjadi perubahan penulisan pada beberapa substansi seusai persetujuan bersama DPR dan Presiden serta bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sehingga MK menyatakan proses pembentukan dari Undang-Undang No 11 Tahun 2020 ialah tidak memenuhi ketentuan UUD 1945 sehingga harus dinyatakan cacat formil.
Potret buram tidak hanya dari sisi karya politikus di Senayan. Dari sisi perilaku sebagian politikus sungguh tak patut dicontoh, seperti banyak kasus rasuah yang menjerat anggota dewan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Tercatat sejak 2004 hingga 2020 (terhitung Mei 2020), sebanyak 274 anggota DPR-DPRD menyandang status sebagai tersangka KPK.
Setali tiga uang. Tak hanya di dewan, kepala daerah yang berasal dari partai politik tak kalah garang dalam mencuri uang rakyat. Berdasarkan data di situs Kpk.go.id, sejak 2004 hingga 3 Januari 2022 tak kurang dari 22 gubernur dan 148 bupati/wali kota telah ditindak KPK. Jumlah itu tentu bisa lebih besar jika digabungkan dengan data dari kejaksaan dan kepolisian.
Dengan melihat fenomena tersebut, tak mengherankan bila tingkat kepercayaan publik kepada para politikus mengalami titik nadir. Tengok saja, hasil survei lembaga survei Indikator Politik Indonesia (IPI) soal tingkat kepercayaan publik terhadap institusi-institusi demokrasi. Survei itu menunjukkan institusi demokrasi yang paling krusial, seperti partai politik, DPR, DPD, dan MPR, justru mendapat kepercayaan publik relatif rendah jika dibandingkan dengan institusi demokrasi lainnya. Survei IPI digelar pada 11-21 Februari 2022.
Dalam hasil survei tersebut, tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik sebesar 54,2%. DPR sebesar 61,2% dan DPD sebesar 64,7%.
Sementara itu, tingkat kepercayaan publik pada lembaga lain relatif tinggi, seperti TNI 92,7%, Presiden 85,1%, Mahkamah Agung (MA) 79%, Mahkamah Konstitusi (MK) 78%, Polri 75,2%, pengadilan 74%, KPK 73,8%, dan kejaksaan 73,8%.
Realitas di atas benar-benar membuat miris. Seharusnya mereka jangan terjebak oleh kepentingan sesaat. Juga sesat tentunya. Ketua Umum Partai NasDem dalam berbagai kesempatan menegaskan seyogianya politikus naik kelas menjadi negarawan. "Negara ini mengharapkan politikus yang negarawan karena Indonesia defisit negarawan dan inflasi politikus," tandasnya.
Mereka seharusnya tak hanya bicara tentang pemilihan umum berikutnya, tetapi bicara bagaimana masa depan bangsa selanjutnya. Dua hal itu yang sering kali dijadikan pembeda antara politikus dan negarawan.
Politik sejatinya, kata Aristoteles dalam Nicomachean Ethics, dimainkan orang yang memiliki moralitas tinggi. Politik adalah seni untuk mencapai tujuan tertinggi, yakni kebaikan bersama dan kesejahteraan bersama. Politik bukan alat untuk menyalurkan syahwat liar nan primitif, seperti memperkaya diri, aksi semau gue, nirempati kepada publik, dan praktik homo homini lupus lainnya. Tabik!
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved