Headline

Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Politikus Plus

Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group
21/6/2022 05:00
Politikus Plus
Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

POTRET buram masih mewarnai perpolitikan di Tanah Air. Pasalnya, sejumlah kebijakan dalam bentuk regulasi, misalnya, masih coreng-moreng. Bahkan, tidak layak untuk disahkan karena kejar setoran sehingga menegasikan proses sesuai dengan prinsip good governance, yakni akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi.

Akibatnya, atas kebijakan yang dihasilkan dalam proses politik di DPR itu dilakukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi. Salah satunya ialah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hasilnya, UU yang dibuat dengan metode omnibus law itu diputus inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konsitusi (MK) melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No 91/PUU-XVIII Tahun 2020.

Dalam putusan mereka, MK menilai pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang. Selain itu, terjadi perubahan penulisan pada beberapa substansi seusai persetujuan bersama DPR dan Presiden serta bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sehingga MK menyatakan proses pembentukan dari Undang-Undang No 11 Tahun 2020 ialah tidak memenuhi ketentuan UUD 1945 sehingga harus dinyatakan cacat formil.

Potret buram tidak hanya dari sisi karya politikus di Senayan. Dari sisi perilaku sebagian politikus sungguh tak patut dicontoh, seperti banyak kasus rasuah yang menjerat anggota dewan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Tercatat sejak 2004 hingga 2020 (terhitung Mei 2020), sebanyak 274 anggota DPR-DPRD menyandang status sebagai tersangka KPK.

Setali tiga uang. Tak hanya di dewan, kepala daerah yang berasal dari partai politik tak kalah garang dalam mencuri uang rakyat. Berdasarkan data di situs Kpk.go.id, sejak 2004 hingga 3 Januari 2022 tak kurang dari 22 gubernur dan 148 bupati/wali kota telah ditindak KPK. Jumlah itu tentu bisa lebih besar jika digabungkan dengan data dari kejaksaan dan kepolisian.

Dengan melihat fenomena tersebut, tak mengherankan bila tingkat kepercayaan publik kepada para politikus mengalami titik nadir. Tengok saja, hasil survei lembaga survei Indikator Politik Indonesia (IPI) soal tingkat kepercayaan publik terhadap institusi-institusi demokrasi. Survei itu menunjukkan institusi demokrasi yang paling krusial, seperti partai politik, DPR, DPD, dan MPR, justru mendapat kepercayaan publik relatif rendah jika dibandingkan dengan institusi demokrasi lainnya. Survei IPI digelar pada 11-21 Februari 2022.

Dalam hasil survei tersebut, tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik sebesar 54,2%. DPR sebesar 61,2% dan DPD sebesar 64,7%.

Sementara itu, tingkat kepercayaan publik pada lembaga lain relatif tinggi, seperti TNI 92,7%, Presiden 85,1%, Mahkamah Agung (MA) 79%, Mahkamah Konstitusi (MK) 78%, Polri 75,2%, pengadilan 74%, KPK 73,8%, dan kejaksaan 73,8%.

Realitas di atas benar-benar membuat miris. Seharusnya mereka jangan terjebak oleh kepentingan sesaat. Juga sesat tentunya. Ketua Umum Partai NasDem dalam berbagai kesempatan menegaskan seyogianya politikus naik kelas menjadi negarawan. "Negara ini mengharapkan politikus yang negarawan karena Indonesia defisit negarawan dan inflasi politikus," tandasnya.

Mereka seharusnya tak hanya bicara tentang pemilihan umum berikutnya, tetapi bicara bagaimana masa depan bangsa selanjutnya. Dua hal itu yang sering kali dijadikan pembeda antara politikus dan negarawan.

Politik sejatinya, kata Aristoteles dalam Nicomachean Ethics, dimainkan orang yang memiliki moralitas tinggi. Politik adalah seni untuk mencapai tujuan tertinggi, yakni kebaikan bersama dan kesejahteraan bersama. Politik bukan alat untuk menyalurkan syahwat liar nan primitif, seperti memperkaya diri, aksi semau gue, nirempati kepada publik, dan praktik homo homini lupus lainnya. Tabik!



Berita Lainnya
  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.