Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
NALURINYA sebagai jurnalis membuatnya selalu terdepan dalam konflik Israel-Palestina. Urat takutnya sebagai jurnalis kawakan sudah putus. Entah sudah berapa kali dia berada dalam kepungan serangan tantara Israel. Kekejaman tentara Israel terhadap rakyat Palestina tak membuatnya mundur dari garis peliputan. Satu jengkal pun. Tak mengherankan, selama beberapa dekade, dia berani mengungkap kejahatan Israel terhadap rakyat Palestina.
Namun, pada Rabu (11/5) pagi, Tuhan berkehendak lain. Jurnalis berkebangsaan Palestina dan berkewarganegaraan AS itu tewas tertembak di kepala. Dialah Shireen Abu Akleh, 51, jurnalis Aljazirah yang ditembak di kepala oleh pasukan Israel ketika meliput serangan militer di wilayah pendudukan Tepi Barat, Jenin.
Padahal, Abu Akleh sudah memenuhi standar peliputan jurnalis perang. Rompi dan helm yang dikenakannya sudah menunjukkan bahwa jurnalis senior yang bergabung dengan Aljazirah sejak 1997 tersebut ialah seorang pewarta. Namun, pasukan Israel tak peduli. Sekumpulan jurnalis yang meliput saat itu diserang. Nahas peluru menembus kepala Abu Akleh.
Sikap barbar pasukan Israel tak berhenti di situ. Rombongan warga yang mengusung peti mati Abu Akleh saat menuju permakaman pun diserang. Bahkan, polisi Israel menyerbu rumah korban di wilayah yang diduduki di lingkungan Jerusalem Timur dari Beit Hanina. Polisi Israel beralasan di kediaman Abu Akleh terjadi pertemuan ilegal pro-Palestina.
Dunia pantas mengecam serangan terhadap Abu Akleh. Penyerangan terhadap jurnalis ialah tindakan biadab. Penyerangan tersebut tak hanya melecehkan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi juga merupakan pelanggaran keras terhadap konvensi internasional, seperti konvensi Den Haag 1907, konvensi Jenewa 1949, termasuk juga Statuta Roma yang berkaitan dengan hukum-hukum internasional tentang perang dan humanitarian law.
Belum lagi Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang dideklarasikan pada 10 Desember 1948 menegaskan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam hal ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada pendapat tertentu tanpa mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan ide atau gagasan melalui media apa saja tanpa batasan.” Hal ini menunjukkan bahwa kerja jurnalistik harus mendapat perlindungan hukum.
Dunia tak boleh berdiam diri, termasuk Indonesia. Jurnalis ialah profesi yang mulia. Dia ialah saksi sejarah peradaban umat manusia. Kiranya tak ada profesi di dunia ini yang seberat jurnalis. Di mana ada peristiwa yang memiliki news value (nilai berita) yang tinggi, seperti konflik atau perang, dia harus hadir memberikan informasi kepada masyarakat secara objektif meskipun nyawa yang menjadi taruhannya.
Kekerasan terhadap jurnalis, baik di dalam maupun di luar negeri akan terus terjadi bila terjadi pembiaran. Di dalam negeri meski ada UU Pers No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjadi payung hukum kerja jurnalistik, ancaman terhadap jurnalis terus menghantui. Olah karena itu, komunitas pers dan gerakan masyarakat sipil (civil society) harus bersatu menjaga kebebasan pers.
Penyerangan terhadap Abu Akleh ialah noda terhadap Hari Kebebasan Pers Sedunia yang diperingati setiap 3 Mei. UNESCO ialah badan utama yang mendeklarasikan Hari Kebebasan Pers tersebut. PBB jangan sekadar berkoar-koar bahwa jurnalis tidak boleh dijadikan target kekerasan dari pihak mana pun yang sedang berkonflik. Lembaga yang mengatur “ketertiban” dunia itu harus menunjukkan taringnya dengan menyeret pelaku penembakan terhadap Abu Akleh diseret ke Pengadilan Internasional karena merupakan tindak kejahatan perang. Tabik!
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved