Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Intelektual Lupa Jalan Pulang

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
23/5/2022 05:00
Intelektual Lupa Jalan Pulang
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

NASIHAT Cornelis Lay kepada para intelektual masih relevan hingga kini. Ia menyampaikan nasihat itu ketika dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada 6 Februari 2019.

Kata dia, ujian terbesar seorang intelektual bukanlah pada kemampuan dan kesiapannya untuk dengan lantang memaki kekuasaan dan para pelakunya, melainkan justru ketika ia bisa bersahabat dan menjadi bagian dari kekuasaan sembari tetap mampu menjaga kewarasan dan karakter dasar intelektual: berpikir bebas dan bertindak bijak bagi kepentingan kemanusiaan.

Tidak banyak intelektual yang mampu menjaga kewarasannya. Ketika berada di luar kekuasaan, mereka hanya mampu melihat kesalahan atas setiap kebijakan pemerintah. Seakan-akan pemerintah itu tempatnya salah dan dosa. Itulah intelektual tukang nyinyir.

Sebaliknya, intelektual yang berada dalam lingkaran kekuasaan kebanyakan mereka yang tidak lagi berpikir bebas. Mereka sibuk mencari pembenaran atas setiap kebijakan pemerintah. Semua teori dilantunkan untuk membenarkan yang salah. Itulah intelektual tukang bela.

Idealnya, seorang intelektual sejati, di mana pun ia berada selalu mampu menjaga kewarasannya. Merawat akal sehat dan mengasah hatinya. Berpikir bebas dan bertindak bijak bagi kepentingan kemanusiaan.

Ketidakmampuan menjaga dan merawat kewarasan itulah yang menyebabkan sejumlah intelektual tergelincir ke dalam kubangan korupsi. Mereka menjadi pencuri uang rakyat alis koruptor karena otak pandai, tapi hati tumpul. Pandai menyiasati pasal-pasal hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Fakta yang disodorkan Komisi Pemberantasan Korupsi membuat mata terbelalak dan mulut ternganga-nganga. Pada 2015, 86% pelaku korupsi merupakan lulusan perguruan tinggi. Sedikitnya 10 profesor dan 200 doktor telah berstatus koruptor.

Mengapa lulusan perguruan tinggi terlibat korupsi? Pertanyaan itulah yang membuat Ketua KPK Firli Bahuri gusar. ‘Lihat saja para koruptor yang dicokok KPK dan penegak hukum lainnya, sebagian besar dari mereka menyandang gelar sarjana, S-1, S-2, S-3, bahkan profesor. Rupanya gelar akademik tidak menjamin. Ada apa sebenarnya?’, tulis Firli di akun Twitter-nya, @firlibahuri, pada 8 April 2022.

Harus tegas dikatakan bahwa perguruan tinggi gagal mendidik mahasiswa untuk tidak korupsi. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, perguruan tinggi harus mampu mewujudkan darma pendidikan, yaitu menghasilkan intelektual, ilmuwan dan/atau profesional yang berbudaya, kreatif, toleran, demokratis, dan berkarakter tangguh serta berani membela kebenaran demi kepentingan bangsa dan umat manusia.

Benar bahwa perguruan tinggi mampu menghasilkan intelektual yang otaknya cemerlang. Namun, gagal membentuk manusia yang berkarakter tangguh serta berani membela kebenaran demi kepentingan bangsa dan umat manusia. Tidaklah heran bila seorang guru besar dari perguruan tinggi terkemuka memproduksi ujaran kebencian.

Kasus yang melibatkan ekonom senior Lin Che Wei semakin menebalkan anggapan bahwa intelektual terlibat korupsi. Kejaksaan Agung menetapkan Lin Che Wei sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor minyak kelapa sawit mentah dan turunannya. Padahal, Lin Che Wei merupakan pendiri Independent Research and Advisory Indonesia.

Dalam akunnya di situs Linkedin, tertulis pengalaman Lin Che Wei sebagai Policy Advisor to Coordinating Minister of Economic Affairs atau Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pengalaman itu dijalankannya sejak Juni 2014 hingga saat ini. Akan tetapi, penjelasan resmi Kemenko Perekonomian menyebutkan bahwa Lin Che Wei tidak lagi memegang jabatan itu sejak akhir Maret 2022.

Kiranya benar pernyataan intelektual Prancis Julien Benda bahwa dosa terbesar kaum intelektual tidak diperhitungkan berdasarkan jumlah kesalahan yang dibuat, tetapi oleh kebohongan dan ketakutan dalam mengungkapkan kebenaran yang diketahuinya.

Benda sangat menyayangkan mereka yang tadinya punya peranan penting sebagai cendekiawan, kemudian melepaskan diri dan melalaikan tanggung jawabnya dan bahkan mengambil peranan yang bertentangan dengan perikeadilan dan kemanusiaan. Itulah yang ia sebut sebagai pengkhianatan intelektual.

Cendekiawan tentu saja tidak boleh bertakhta di menara gading sambil menopang dagu dan mata menerawang jauh. Kata Otto Gusti, cendekiawan harus mampu mewujudkan misi emansipatoris ilmu pengetahuan dengan meninggalkan menara gading ilmunya dan terlibat dalam pergulatan hidup konkret masyarakat sambil tetap bersikap ilmiah.

Pemikiran Otto Gusti itu sejalan dengan Karl Mannheim. Sosiolog asal Hongaria itu menyebut cendekiawan yang tidak terlibat dalam kerja-kerja praksis sebagai pengkhianat. Mereka pantas dicap pengkhianat karena hanya bisa menyuarakan kebenaran dari menara gading ilmunya.

Ketika terlibat dalam pergulatan hidup konkret masyarakat, terutama di dalam kekuasaan, elok nian bila intelektual tidak lupa jalan pulang. Kata Cornelis Lay, cukup banyak intelektual yang mengalami kesulitan menemukan jalan kembali begitu mereka berada di dalam lingkaran kekuasaan. Tanpa dibentengi sikap ilmiah, intelektual yang tidak tahu jalan pulang itu bakal menjadi butiran debu alis koruptor.



Berita Lainnya
  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik