Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
JAGAT maya itu memang berisik. Di era media sosial saat ini, tidak ada yang lepas dari sorotan netizen. Bagi para pendengung, perkara remeh-temeh bisa menjadi amat penting asal ia konvergen dengan algoritma. Sebaliknya, banyak kreasi lahir tanpa sorotan memadai karena ia tidak membawa dampak bagi follower.
Presiden Joko Widodo amat sering merasakan itu. Seperti saat kepergiannya ke Amerika Serikat untuk menghadiri KTT ASEAN Plus AS. Itu membuat jagat maya berdengung kencang. Para pendengung kira-kira menyeru bahwa Jokowi ternyata tidak ada apa-apanya di mata AS. Kesimpulan itu mereka dapatkan dari fakta penjemputan Kepala Negara saat mendarat di Washington DC.
Saat tiba di ibu kota 'Negeri Paman Sam' itu, Jokowi tidak disambut pejabat tinggi AS. Tidak satu pun. Jokowi 'hanya' disambut Penasihat Khusus untuk Kepala Protokol AS Asel Roberts. Tidak ada Menlu AS. Tidak juga Wapres AS. Apalagi, Presiden AS Joe Biden. Bagi netizen, itu sudah cukup untuk menilai seperti apa Jokowi di mata Amerika.
Sekali lagi, rumus medsos itu kesesuaian dengan algoritma. Medsos umumnya tidak peduli kejelasan dan kejernihan berpikir. Saya sepakat dengan apa yang ditulis Yudi Latif. Di era medsos, kata dia, saat algoritma menjadi ukuran keterpandangan seseorang, praktik-praktik skandal sensasional asal terkenal bisa mendapat insentif banyak pengikut (followers). Adapun praktik-praktik keteladanan terpuji yang bergerak dalam sunyi akan sepi perhatian dengan sedikit pengikut.
Soal penyambutan Presiden, bagi netizen menjadi mahapenting. Dengungan soal itu amat seksi. Sensasional. Potensi tambahan pengikut pun besar. Padahal, di mana-mana, kehadiran seorang kepala negara dalam rangka KTT tidak wajib disambut pejabat tinggi. Tidak adanya pejabat tinggi AS yang menyambut Jokowi terjadi karena memang bukan kunjungan bilateral.
Perlakuan serupa juga diberikan Amerika kepada kepala negara dan kepala pemerintahan ASEAN lainnya, yakni Malaysia, Kamboja, dan Vietnam, saat tiba di hari yang sama. Mereka juga disambut Special Adviser to the US Chief of Protocol, Asel Roberts, staf yang juga menyambut Jokowi. Presiden pun akhirnya dijamu Presiden Amerika Joe Biden. Jokowi juga dijamu secara resmi oleh Wapres AS Kamala Harris.
Fakta sesungguhnya justru kebalikan dari apa yang diramaikan di medsos. Saya menerima tulisan panjang berisi kesaksian dari Staf Khusus Presiden RI Billy Mambrasar. Ia memang bukan ikut dalam rombongan Presiden. Tapi, Billy sudah dua hari di AS sebelum Jokowi tiba. Ia menjadi saksi mata bagaimana para tokoh penting di Amerika memuji dan menghargai Jokowi.
Ia menulis tentang Jokowi sebagai sosok yang disegani oleh sejumlah pemimpin dunia di Amerika. "Pak Jokowi sangatlah disanjung oleh pimpinan perwakilan negara, dunia usaha internasional, juga pemerintah Amerika Serikat!" tulis Billy.
Dalam rapat bersama dengan John Kerry, Ketua Unit Perubahan Iklim Amerika Serikat, Billy menukas, kebesaran nama Jokowi terungkap. Kepada Ketua Kadin Pusat, John Kerry menyampaikan pujian atas kepemimpinan Presiden Jokowi, yang dalam arus deras tuntutan percepatan pembangunan Indonesia tetap memegang teguh prinsip-prinsip keberlanjutan. Terinspirasi aksi Jokowi, Amerika, John melanjutkan, juga akan melakukan aksi serupa.
Dalam rapat bersama dengan USA Chamber of Commerce, pujian juga dilayangkan atas dukungan Presiden Jokowi terhadap pengembangan sektor digital di Indonesia yang sempat menjadi tolok ukur Amerika Serikat juga. Dalam pakta perjanjian internasional yang sedang didorong Amerika Serikat, yang diberi nama Indo-Pacific Strategy, pengembangan UMKM dan sektor digital menjadi prioritas kerja sama AS dengan negara-negara Asia dan Pasifik. Indonesia pun dijadikan sebagai mercusuar.
Itu terjadi, tulis Billy, karena di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia berhasil menelurkan 2.346 startup. Itu menjadi salah satu yang terbesar, dan negara dengan jumlah startup terbanyak kelima di dunia. Dua usaha rintisan Indonesia bahkan akan menjadi acuan pembelajaran bisnis di sekolah bisnis ternama di Amerika Serikat.
Jadi, kesimpulannya, di mata para pemimpin Amerika, Presiden Jokowi itu 'ada apa-apanya'. Banyak, malah. Itulah yang membuat Jokowi dipuji, disegani, dihormati. Fakta itu jauh dari gemuruh dengungan di media sosial yang sebagian besar 'menghamba' pada algoritma.
Seolah memenuhi bayangan penyair sufi Jalaluddin Rumi, "Benih tumbuh dengan tanpa suara. Dahan jatuh dengan gemuruh. Destruksi itu penuh keriuhan, sedangkan kreasi itu penuh kesunyian."
Selanjutnya terserah kita: tunduk pada kuasa algoritma atau siap mengemban tugas kewarasan jika kita menghendaki tumbuhnya keteladanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Monggo kerso.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved