Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Melawan Kepastian

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
06/1/2022 05:00
Melawan Kepastian
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

KONSTITUSIONALITAS ambang batas syarat mengajukan calon presiden dan wakil presiden alias presidential threshold ialah sebuah kepastian. Setidak-tidaknya pada 12 putusan Mahkamah Konstitusi ada kepastian yang bisa dipegang.

Sudah 12 kali MK mengukuhkan syarat ambang batas itu konstitusional adanya. Meski sudah ada kepastian, belakangan ini MK kembali kebanjiran gugatan ambang batas. Kali ini gugatan datang dari partai politik baru, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan perorangan warga negara dari dalam dan luar negeri.

Ambang batas syarat pencalonan itu tertera dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Bunyi pasal itu ialah pasangan calon diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Meski MK bergeming dengan sikapnya, tidak pernah bosan orang menggugat ambang batas syarat pencalonan presiden dan wapres. Alasan gugatan pun tetap sama, seperti aturan itu dinilai menguntungkan dan menyuburkan oligarki, aturan itu menutup peluang calon presiden alternatif, dan negara lain yang melaksanakan sistem presidensial tidak menerapkan ambang batas.

Ada tiga alasan MK menolak gugatan ambang batas. Pertama, penentuan ambang batas itu merupakan pilihan kebijakan terbuka. Kedua, tidak ada ketentuan UUD 1945 yang dilanggar ketentuan ambang batas itu. Ketiga, ambang batas bukan hal yang melampaui kewenangan atau penyalahgunaan kewenangan pembuat undang-undang.

Ketentuan ambang batas syarat calon presiden itu pertama kali muncul dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 yang menjadi landasan pelaksanaan Pilpres 2004.

Pasal 5 ayat (4) UU 23/2003 menyebutkan pasangan calon presiden dan wapres hanya dapat diusulkan partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPR atau 20% dari perolehan suara sah secara nasional dalam pemilu anggota DPR.

Khusus Pilpres 2004, diatur dalam Pasal 101, partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan suara pada pemilu legislatif sekurang-kurangnya 3% dari jumlah kursi DPR atau 5% dari perolehan suara sah secara nasional hasil Pemilu Legislatif 2004.

Ketentuan ambang batas 15% itu belum pernah diterapkan. Mulai Pilpres 2009, 2014, dan 2019, presidential threshold naik menjadi 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Syarat ambang batas 20% itu memang berhasil membatasi jumlah calon presiden. Secara teoretis maksimal ada lima pasangan calon. Namun, praktiknya tidak mungkin ada lima pasang karena koalisi partai tidak bisa pas 20%. Karena itu, pada 2009 hanya ada tiga pasangan calon, pada Pilpres 2014 dan 2019 cuma ada dua pasangan calon presiden dan wapres. Pada Pilpres 2004 terdapat lima pasangan calon yang bertarung.

Sejak 2019, pemilu legislatif dan pilpres digelar serentak. Konsekuensinya ialah partai yang baru pertama kali ikut pemilu tidak bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wapres karena tidak mempunyai kursi di DPR dan tidak mempunyai suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Bila Pilpres 2024 masih menggunakan ketentuan presidential threshold 20%, ada sembilan partai yang berhak mengajukan calon presiden. Akan tetapi, hanya PDIP yang memenuhi syarat 20% karena berhasil mendapatkan 128 kursi di DPR (22,3%) dalam Pemilu 2019. Delapan partai lainnya harus berkoalisi, yaitu Gerindra, Golkar, PKB, NasDem, PKS, Demokrat, PAN, dan PPP.

Tujuh partai peserta Pemilu 2019 yang tidak punya kursi di DPR masih bisa ikut koalisi untuk memenuhi ketentuan 25% dari suara sah secara nasional. Mereka ialah Perindo (2,67%), Berkarya (2,09%), PSI (1,89%), Hanura (1,54%), PBB (0,79%), PKPI (0,22%), dan Garuda (0,05%).

Sudah empat kali pilpres sejak 2004 menerapkan presidential threshold yang mengalami perubahan hanya pada aspek persentase minimal ambang batas. Tujuannya jelas, yaitu membatasi syahwat kekuasaan partai politik. Hanya partai yang dipercayai rakyat lewat perolehan kursi di DPR yang diperkenankan mengusung calon presiden. Dukungan 20% dari kursi DPR merupakan modal awal presiden untuk membangun sinergi dengan legislatif dalam kerangka memperkuat sistem presidensial.

Ada-ada saja mau minta presidential threshold diturunkan menjadi 0%. Lucunya lagi, pihak yang kini meminta syarat 0% termasuk mereka yang dulunya, ketika masih berada dalam partai penguasa, justru pendukung ambang batas 20%.

Biarkan MK memutuskan soal ambang batas untuk ke-13 kalinya. Publik menunggu apakah MK mengukuhkan lagi konstitusionalitas ambang batas atau memberikan penghiburan bagi mereka yang terus melawan sebuah kepastian.



Berita Lainnya
  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik