Headline
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
APAKAH ambang batas pencalonan presiden 20% konstitusional? Saban kali mendekati pilpres, saban kali itu pula selalu ada pihak yang menilai presidential threshold 20% itu tidak konstitusional.
Sejauh ini, saban kali perkara itu dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi, saban kali itu pula MK berkeputusan menolaknya. Akan tetapi, orang tak berputus asa menghadapi putusan MK yang final dan mengikat itu.
Penyebabnya jelas. Ambang batas itu tak termaktub di dalam UUD 1945. Dia hadir di dalam undang-undang hasil karya presiden dan DPR.
Begini bunyi Pasal 6A ayat (2) konstitusi. 'Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum'. Bunyi yang amat jelas, yang sama sekali tidak mensyaratkan adanya ambang batas.
Konstitusi sebetulnya tidak peduli apakah partai politik atau gabungan partai politik itu mendapat suara rakyat atau tidak, meraih kursi di DPR atau tidak. Konstitusi hanya peduli satu hal, hanya partai politik atau gabungan partai politik yang ikut pemilihan umum yang dapat mengusulkan capres dan cawapres.
Banyak yang berpandangan Pasal 6A ayat (2) itu bukan 'kebijakan yang terbuka'. Dia bukan pasal yang diperintahkan konstitusi untuk diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Dia pasal yang gamblang 'terkunci'.
Ada dua hal yang diperintahkan konstitusi diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Yang pertama ialah syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden. Yang kedua ialah tata cara pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden. Namun, undang-undang mengatur 'lebih jauh' atau 'lebih sempit' daripada apa yang diperintahkan undang-undang, yakni berupa ambang batas partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengusulkan capres dan cawapres. Bahkan, ambang batas yang sangat berat (punya 20% kursi DPR atau meraih 25% suara rakyat) menyebabkan 'hilangnya' hak banyak partai politik untuk dapat sendirian mengusulkan pasangan capres-cawapres. Sejauh ini, hanya satu partai yang dapat melakukannya. Selebihnya, suka atau tak suka, terpaksa bergabung dengan partai lain.
Tentu saja ambang batas tersebut dapat dipertanyakan, apa kearifan di belakang angka 20% kursi DPR atau 25% suara rakyat itu. Kenapa tidak 15%, atau 10%, atau 7%, atau angka rerata tengah?
Tentu saja orang dapat membayangkan betapa ruwetnya pilpres bila konstitusi dibaca tesktual yang berarti ambang batas 0%. Contoh, Pemilu 2009 diikuti 38 partai politik yang memungkinkan semuanya dapat mengusulkan pasangan capres dan cawapres.
Alasan lainnya betapa sulit menciptakan dukungan DPR terhadap kebijakan presiden bila ketika pencalonannya diusulkan partai guram. Terlebih lagi bila partai 0% kursi DPR. Akan tetapi, kenapa khawatir? Bukankah dengan menggunakan hak prerogatifnya, presiden dapat membangun kabinet berkoalisi berkaki banyak di DPR?
Nyatalah sebetulnya semua itu materi 'kebijakan terbuka' yang faktanya tidak termaktub di dalam konstitusi. Oleh karena itu, tak usah heran bila upaya meniadakan ambang batas pencalonan presiden itu bakal berulang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Tak usah pula heran bila dengan argumentasinya berulang pula Mahkamah Konstitusi menolak ambang batas 0%.
Yang mengherankan ialah ketika Ketua KPK berbicara mendukung ambang batas 0%. Apakah dia punya bukti pencalonan Jokowi-Ma'ruf Amin atau Prabowo-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019, atau pencalonan Jokowi-Jusuf Kalla atau Prabowo-Hatta Rajasa pada Pilpres 2014, ada mahar yang diterima partai politik yang mengusulkan mereka? Kalau ada, beberkan. Terus terang saya khawatir kalau Ketua KPK 'berteori tentang korupsi' seperti jamaknya seorang pemerhati.
KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.
ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved