Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Kodok, Lobster, Fatwa

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group
08/8/2020 05:00
Kodok, Lobster, Fatwa
Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PADA 1984, Majelis Ulama Indonesia menerbitkan fatwa tentang kodok. Ada dua fatwa yang dikeluarkan MUI, yakni terkait konsumsi kodok dan budi dayanya.

Ihwal konsumsi, MUI tidak menerbitkan fatwa halal atau haram. Itu karena ada dua mazhab yang berbeda dalam menyikapi konsumsi kodok. Imam Syafi ’i mengharamkan konsumsi kodok. Imam Malik menghalalkan konsumsi kodok. MUI mempersilakan umat untuk menganggap kodok halal atau haram dikonsumsi.

Sebagian besar umat Islam kiranya mengharamkan konsumsi kodok. Salah satu argumentasinya karena kodok hidup di dua alam. Sebagian lagi menghalalkannya. Banyak orang gemar menyantap swike atau daging kodok di restoran atau warung swike.

Penganut Syiah mengharamkan kodok dikonsumsi, bukan karena dia hidup di dua alam, melainkan karena tidak bersisik. Penganut Syiah mengharamkan konsumsi semua binatang air yang tidak bersisik. Mereka haram mengonsumsi kodok, ikan lele, tripang, gurita, termasuk kepiting.

MUI tak mengharamkan kepiting dikonsumsi karena pada dasarnya kepiting hidup di satu alam, yakni air, bukan di dua alam, yaitu air dan darat. Beruntung MUI tidak mengharamkan kepiting dikonsumsi karena hewan ini lezat sekali dikonsumsi apalagi bila diberi bumbu saus padang.

Dalam soal budi daya, MUI menghalalkan kodok dibudidayakan. MUI menghalalkan ekspor kodok ke mancanegara. Waktu itu kodok menjadi salah satu ekspor komoditas nonmigas yang digalakkan pemerintah. Cendekiawan muslim Azyumardi Azra sampai menyebut MUI suportif terhadap program pemerintah.

Baru-baru ini Bahtsul Masail PB Nahdlatul Ulama menilai ekspor benih lobster tidak sesuai dengan ajaran Islam. Bahtsul Masail NU lembaga yang berwenang menerbitkan fatwa serupa Majelis Tarjih Muhammadiyah.

Fatwa NU itu terkait dengan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang membolehkan budi daya dan ekspor benih lobster. NU menilai kebijakan pembukaan keran ekspor benih lobster bakal menimbulkan mafsadah besar bagi keberlanjutan sumber daya lobster, pendapatan negara dan generasi nelayan berikutnya. Kementerian Kelautan dan Perikanan sebelumnya di bawah Menteri Susi Pudjiastuti melarang ekspor benih lobster.

Fatwa dalam konteks hubungan negara-agama berfungsi memberi pertimbangan. Melalui fatwa, ulama memberi pertimbangan tentang berbagai persoalan kemasyarakatan kepada umara, pemerintah. Bila dalam fatwa MUI yang menghalalkan ekspor kodok bersifat suportif, fatwa NU yang ‘mengharamkan’ ekspor benih lobster tidak suportif terhadap kebijakan pemerintah.

Namun, fatwa tidak memiliki kekuatan hukum dalam sistem ketatanegaraan kita. Itu artinya Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak harus mengikuti fatwa NU itu. Dengan argumentasi bahwa lobster tidak akan punah, Kementerian Kelautan dan Perikanan kiranya tidak akan mengikuti fatwa NU itu.

Dalam konteks hubungan ulama-umat, fatwa berfungsi memberi bimbingan. Ulama melalui fatwa membimbing umat menjalankan ajaran agama.

Akan tetapi, umat merdeka untuk menjalankan atau tidak menjalankan fatwa. Banyak umat Islam yang tetap mengucapkan ‘selamat Natal’ meski MUI mengharamkannya. Banyak pula umat yang tadinya enteng mengucapkan ‘selamat Natal’ kini berat bahkan enggan mengucapkannya gara-gara fatwa itu, dan ini sedikit-banyak mengganggu hubungan antaragama.

Fatwa tentang ekspor lobster berfungsi membimbing umat, terutama nelayan. Dalam kajiannya, NU tak mempersoalkan jika pemerintah tetap ingin membeli benur dari nelayan kecil demi meningkatkan pendapatan para nelayan.

Namun, NU meminta benih lobster yang dibeli dari nelayan kecil itu bukan untuk diekspor, melainkan dibudidayakan sampai memenuhi standar ekspor dalam bentuk lobster dewasa. Akan tetapi, nelayan pun kiranya tak peduli apakah benur yang dibeli dari mereka untuk diekspor atau dibudi daya. Itu artinya nelayan pun merdeka apakah akan mengikuti fatwa itu atau tidak.

Pun masyarakat kebanyakan kiranya tak terlampau peduli dengan fatwa ekspor benur lobster melanggar ajaran agama. Mereka baru peduli bila fatwa menyangkut halal-haramnya mengonsumsi lobster. Beruntung tidak ada fatwa ihwal halalharamnya lobster.

Celaka bila lobster dinyatakan haram dikonsumsi, misalnya lantaran kolesterolnya tinggi, karena lobster bagaimanapun sangat lezat dikonsumsi. Katakanlah NU memfatwakan lobster haram, kiranya banyak orang akan mengabaikannya karena, sekali lagi, lobster itu amat nikmat dikonsumsi meski kolesterolnya tinggi.



Berita Lainnya
  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.