Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Perludem Temukan Dugaan Politik Uang Secara Masif di Pilkada Jakarta, Jateng dan Sumut

Devi Harahap
28/11/2024 22:29
Perludem Temukan Dugaan Politik Uang Secara Masif di Pilkada Jakarta, Jateng dan Sumut
Ilustrasi(MI/DEVI HARAHAP)

PERKUMPULAN untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menemukan berbagai dugaan pelanggaran politik uang pada tahapan kampanye dan masa tenang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024. Temuan itu secara masif terjadi di tiga wilayah yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa tengah dan Sumatera Utara. 

Peneliti Perludem, Ajid Fuad Muzaki mengungkapkan dugaan praktik politik uang masih terlihat jelas di Pilkada 2024, dengan menggunakan berbagai modus seperti pembagian uang tunai, barang kebutuhan pokok, tebus murah hingga mobilisasi kelompok masyarakat dan penyalahgunaan jabatan menjadi cara-cara yang digunakan untuk mempengaruhi pemilih.

“Besaran praktik politik uang memiliki sejumlah variasi besaran untuk satu paket Pilbup dan Pilgub. Modus paling banyak digunakan tebus murah sembako atau pasar murah, lalu ada sponsorship atau pendanaan kegiatan sosial yang menguntungkan kandidat,” jelasnya dalam konfresi pers di Jakarta pada Kamis (28/11). 

Ajid memaparkan bahwa terdapat dugaan pembagian uang tunai mendekati hari pemilihan dengan besaran yang variatif di ketiga daerah tersebut berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan berbagai pihak khususnya warga. 

“Di Sumut dan Jateng itu polanya memberikan politik uang dalam sistem satu paket, jadi Pilgub dan Pilbup diberikan sekaligus, satu kali memberi uang untuk memilih dua calon. Untuk rentang nominal ada yang 50 ribu, 100 ribu, hingga 120 ribu,” ujarnya. 

Ajid menjelaskan pada praktik politik uang berbentuk pembagian Barang di beberapa daerah di Sumatera Utara, telah ditemukan dengan pola membagikan bahan pokok dengan bungkus produk yang memuat simbol berkaitan dengan paslon tertentu. 

“Hal tersebut juga terjadi di Jawa Tengah melalui pembagian beras,” ungkapnya. 

Selain itu, Ajid juga menemukan adanya mobilisasi dan pemberian intensif yang dilakukan organisasi keagamaan secara terorganisir di Jawa Tengah. Pemimpin organisasi keagamaan itu mengarahkan masyarakat untuk memilih salah satu calon. 

“Pemimpin agama punya banyak massa. Jadi dia melakukan pemberian dan hadiah,” kata Ajid. 

Sementara untuk wilayah Jakarta, Perludem menemukan dugaan politik uang dengan modus pemberian uang transportasi dan konsumsi dalam kegiatan kampanye akbar yang diberikan setelah kegiatan tersebut selesai.

Pada kesempatan yang sama, peneliti Perludem, Haykal menjelaskan, Perludem juga menemukan dugaan politik uang di masa tenang. Politik uang berupa pembagian bahan pokok dan uang tunai dalam amplop disertai gambar atribut kandidat tertentu yang diberikan secara sembunyi-sembunyi. 

“Biasanya dilakukan pada pagi dan malam hari. Politik uang ini juga dilakukan melalui dompet digital. Jadi dijanjikan dapat uang setelah nyoblos. Setelah memastikan memilih kandidat itu, mereka mendapatkan uang,” tuturnya. 

Haykal mengatakan bahwa peraturan terkait larangan politik uang harus diperkuat melalui UU Pemilu. Dalam hal ini, penyelenggara pemilu yang bertugas sebagai pengawas dan partai politik sebagai peserta harus saling berkomitmen untuk memberantas politik uang. 

“Kalau partai politik yang dalam beberapa kesempatan seringkali menyampaikan bahwa ‘masyarakatnya yang meminta kepada kami, masyarakatnya yang menginginkan diberikan uang dan sebagainya’ tentu itu tidak bisa menjadi alasan ya. Bahwa perbaikan itu harus dilakukan dari banyak faktor,” kata Haykal. 

“Kalau dikatakan apakah temuan-temuan ini adalah sesuatu yang tidak bisa diselesaikan, saya rasa tidak seperti itu juga karena perbaikan itu tetap harus dilaksanakan,” lanjutnya. 

Selain itu, Haykal menjelaskan bahwa penegakan hukum merupakan salah satu kunci utama untuk menurunkan praktik politik uang. Menurutnya, Bawaslu harus berani memberi sanksi tidak hanya kepada penerima dan pemberi di lapangan, namun juga kepada paslon.  

“Tapi siapa yang menjadi otak proses itu, otak praktik tersebut atau yang dalam konteks ini adalah pasangan calon tentunya. Bagaimana kemudian sanksi yang diberikan kepada pasangan calon itu entah itu dalam bentuk diskualifikasi atau bahkan tidak bisa mengikuti pilkada ataupun kontestasi di periode berikutnya, sehingga akan menciptakan efek jera,” tuturnya. 

Diketahui, temuan Perludem di 3 wilayah tersebut merupakan hasil pemantauan Pilkada yang dilakukan selama 10 hari, pada 6 hari terakhir masa kampanye, 3 hari masa tenang serta 1 hari pemungutan dan penghitungan suara. Metode yang digunakan ialah dengan mewawancarai aktor kunci, pemantauan kegiatan kampanye secara melekat (shadowing), analisis dokumen dan media, dan pemantauan TPS pada hari pemungutan dan penghitungan suara.

Perludem juga menerjunkan lebih dari 30 orang pemantau dengan rata-rata 10 orang pada setiap daerah, untuk melihat potensi dan dugaan pelanggaran yang terjadi. Kegiatan ini mencoba memotret peristiwa penyalahgunaan sumber daya negara yang dilakukan menjelang hari pemungutan suara.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya