Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
ANGGOTA Komisi II DPR RI Taufan Pawe menilai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meminta adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) menandakan penyelenggara, yakni KPU dan Bawaslu tidak profesional dalam menyelenggarakan Pilkada Serentak 2024.
Diketahui, MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah untuk Pilkada 2024. MK membatalkan hasil Pilkada di 24 daerah karena ada calon yang didiskualifikasi, mulai dari tak ngaku sebagai mantan terpidana, tak tamat SMA, keterlibatan pejabat negara, hingga sudah menjabat 2 periode.
Ia menilai dari putusan MK terlihat ketidakprofesionalan penyelenggara Pilkada.
“Begitu banyaknya klaster permasalahan dari putusan MK, secara jujur harus kita akui inti persoalannya adalah pada penyelenggara. Sangat vulgar putusan Mahkamah Konstitusi itu dan semua dictum, maupun posita semua menggambarkan adanya sebuah proses dari penyelenggara yang tidak profesional. Kalau profesional mana mungkin bisa terungkap dalam forum persidangan surat terpidana dan masa periodisasinya belum berakhir,” ujar Taufan saat RDP dengan KPU, Bawaslu, dan Kemendagri di ruang rapat Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/3).
Taufan berharap dengan kejadian itu dapat menjadi pembelajaran ke depan, khususnya bagi 24 daerah yang menyelenggarakan PSU. Ia juga berharap penyelenggara PSU memiliki integritas dan bertindak tegas berdasarkan undang-undang yang berlaku.
“Misalnya terkait dengan persoalan ijazah yang menjadi klaster permasalahan putusan MK. Penyelenggara PSU hanya berkewajiban melihat foto copy yang telah dilegalisir ijazah yang bersangkutan berarti penyelenggara hanya punya kewenangan untuk melihat syarat formal, sementara syarat materi tidak ada,” jelasnya.
Politisi Partai Golkar itu berharap agar pihak penyelenggara PSU berani mengambil keputusan, yang didukung oleh DKPP bahwa ijazah yang terindikasi diduga tidak prosedur.
“Karena kalau PSU digugat lagi, kapan berakhirnya ini masalah? Di mana kepastian hukum dan keadilannya ini masalah? Kasihan Republik ini Pak, kalau kita hanya berkutat pada persoalan seperti ini,” tegasnya. (M-3)
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
GURU Besar Ilmu Media dan Jurnalisme Fakultas Ilmu Sosial Budaya UII, Masduki, mengajukan judicial review (JR) terkait UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pasal 65 ke MK.
DPC FPE KSBSI Mimika Papua Tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke MK
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Pemohon, aktivis hukum A. Fahrur Rozi, hadir langsung di ruang persidangan di Gedung MK, Jakarta.
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Saat ini fokus menyusun dokumen brief policy yang akan memuat sejumlah poin evaluasi dan catatan penting dari pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya.
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Netralitas ASN merupakan salah satu isu krusial yang harus ditangani dengan penuh komitmen dan kokohnya peran Kemendagri dalam menangani permasalahan tersebut.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved