Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pencatutan KTP untuk Persyaratan Calon Kepala Daerah bisa Dipidana 5 Tahun

Dinda Shabrina
16/8/2024 17:49
Pencatutan KTP untuk Persyaratan Calon Kepala Daerah bisa Dipidana 5 Tahun
ilustrasi KTP.(Dok.Antara)

LEMBAGA Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menyampaikan bahwa pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP untuk kepentingan syarat pengajuan bakal calon gubernur melanggar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Peneliti Elsam Parasurama Pamungkas menyebut pelanggaran pelindungan data pribadi yang diduga dilakukan pasangan calon Dharma Pongrekun dan Kun Wardana karena telah melakukan pemrosesan data yang bukan miliknya secara melawan hukum.

Pemrosesan KTP-el yang dilakukan untuk tujuan pencalonan memerlukan dasar hukum yang jelas dan berupa persetujuan yang sah secara eksplisit dari Subjek Data Pribadi (calon pendukung) atas tujuan kandidasi calon tertentu (Pasal 20 ayat (2) huruf a UU PDP).

“Untuk meminta persetujuan ini, pasangan calon harus menjelaskan menjelaskan tujuan pemrosesan data, jenis data apa saja yang akan diproses, jangka waktu retensi dokumen, rincian informasi yang dikumpulkan. Dugaan pencatutan tersebut mengindikasikan bahwa data diproses tanpa persetujuan apapun dari subjek data,” kata Parasurama dalam keterangannya, Jumat (16/8)

Baca juga : Polisi Persilakan Warga Melapor jika NIK KTP Dicatut Calon Independen Pilkada Jakarta

Bahkan dalam UU PDP, tindakan tersebut merupakan bagian yang dilarang dan diancam dengan hukuman pidana. Ketentuan Pasal 65 (1) UU PDP menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

“Perbuatan tersebut diancam pidana penjara paling lama 5 tahun, dan denda paling banyak Rp5 miliar (Pasal 67 (1) UU PDP). Selain itu, ketentuan Pasal 95 UU Administrasi Kependudukan mengatur larangan tanpa hak mengakses database kependudukan, yang diancam pidana penjara 2 tahun dan denda Rp25 juta,” ucapnya.

Sebagai perbandingan, bentuk pelanggaran seperti di atas, juga terjadi di negara-negara Uni Eropa yang telah secara baik menerapkan hukum pelindungan data pribadi, termasuk memiliki regulasi khusus yang berkaitan dengan penggunaan data pribadi dalam Pemilu.

Baca juga : Ini Posko Pengaduan Warga Korban Pencatutan KTP untuk Dukungan Pilkada

“Di Belgia misalnya, pada 2020, salah satu kandidat dalam Pemilu lokal dikenakan sebesar EUR 5.000, oleh otoritas pelindungan data, dikarenakan melakukan pengumpulan data pribadi konstituen secara tidak sah, untuk kepentingan kampanyenya,” jelasnya.

“Hal itu terjadi juga di Hungaria, pada 2020, salah satu kandidat walikota juga dihukum denda administratif sebesar HUF 100.000 oleh otoritas pelindungan data setempat, dikarenakan dasar hukum yang digunakan untuk memproses data pribadi dinilai tidak memadai,” tambahnya.

Kejanggalan dalam proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU DKI Jakarta terhadap syarat pencalonan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana perlu ditindaklanjuti.

Baca juga : PKB: Pencatutan NIK Berbahaya bagi Legitimasi Pilkada

KPU sebagai pengendali data atas Sistem Informasi Pencalonan (SILON) wajib memastikan akurasi, kelengkapan, dan konsistensi data yang dikelola dalam sistemnya (Pasal 29 UU PDP).

“Oleh karena itu, banyaknya pencatutan yang diduga dilakukan dalam kandidasi Pilkada serentak mengindikasikan kegagalan KPU sebagai pengendali dalam menjamin akurasi data bahkan setelah disediakan mekanisme verifikasi administrasi hingga verifikasi faktual,” pesannya.

“Apalagi, verifikasi faktual harusnya memungkinkan suatu mekanisme dimana anggota keluarga pendukung atau masyarakat setempat untuk bertanda tangan sebagai saksi pada lembar kerja PPS, jika pendukung menyatakan tidak memberikan dukungan kepada pasangan calon perseorangan,” pungkasnya. (P-5)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya