Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama 13 Kementerian/Lembaga terkait tengah menyusun peraturan pelaksana pasca disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) tersebut ditargetkan selesai tahun ini.
“Ini adalah kerja seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia. Tugas pemerintah untuk memastikan dan menjawab kebutuhan operasionalisasi UU TPKS yang harus segera kita selesaikan,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati, dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Penyusunan Peraturan Pelaksana UU TPKS, Senin (6/6).
Ratna menerangkan, semula UU TPKS mengamanatkan adanya 5 Rancangan Peraturan Pemerintah dan 5 Rancangan Peraturan Presiden sebagai peraturan pelaksananya. Namun, Ratna mengatakan pemerintah akan melakukan penyederhanaan tanpa menghilangkan semangat dan esensi dari masing-masing-masing peraturan pelaksana.
Baca juga: IDI dan Asosiasi Medis Dunia Susun Kode Etik Kedokteran Internasional
Lebih lanjut, Ratna menjelaskan, PP pertama akan membahas mengenai sumber, peruntukan, dan pemanfaatan Dana Bantuan Korban berdasarkan Pasal 35 Ayat 4 UU TPKS. “Pembahasannya lekat dengan mekanisme kompensasi dan restitusi yang akan diprakarsai oleh Kementerian Hukum dan HAM,” imbuh Ratna.
Selanjutnya, PP mengenai penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan TPKS dinilai berkaitan erat dengan tata cara penanganan, perlindungan, dan pemulihan yang mengatur mengenai hak-hak korban.
“Kami juga berpandangan Pasal 80 terkait penyelenggaraan pencegahan TPKS dan Pasal 83 ayat 5 terkait koordinasi serta pemantauan sangat memungkinkan untuk diatur dalam satu PP,” ujar Ratna.
Sementara itu, 5 Perpres yang diamanatkan dalam UU TPKS akan disederhanakan dalam 4 peraturan. “Perpres terkait Tim Terpadu dan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu di Pusat akan diatur dalam satu peraturan,” ujarnya.
3 Perpres lainnya akan mengatur mengenai Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Aparat Penegak Hukum, dan kebijakan nasional tentang pemberantasan TPKS.
“Tahapan penyusunan konsepsi, penyusunan draft, uji publik, penyempurnaan, finalisasi, pengajuan program akan kita mulai di Juni 2022. Hari ini menjadi momentum untuk mengawal kembali UU TPKS setelah disahkan pada 9 Mei 2022. PP dan Perpres ini menjadi jawaban operasionalisasi dari UU TPKS,” ungkap Ratna.
Plt. Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra mengatakan, Pemerintah Indonesia akan segera mengambil langkah-langkah dalam penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS selama enam bulan ke depan. Salah satu hal yang penting, kata dia adalah melakukan diskusi terbatas untuk menggali substansi. Dhahana mengungkapkan, Program Penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS akan dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
“Kami akan mengirimkan surat kepada K/L untuk menanyakan kebutuhan atau usulan regulasinya. Usulan ini kembali kepada pemrakarsa, misalnya Kementerian Hukum dan HAM memprakarsai Perpres terkait penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Aparat Penegak Hukum. Kemudian akan ada pertemuan untuk mendalami usulan masing-masing K/L,” tutup Dhahana.
Dalam diskusi tersebut, K/L yang hadir turut menyatakan komitmennya dalam mengawal penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS, diantaranya Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Hukum dan HAM; Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Kepolisian; Kejaksaan Agung; dan lain sebagainya. (H-3)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mengecam keras praktik perkawinan usia anak yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
Kolaborasi ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan perempuan melalui pemanfaatan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS), serta program pemberdayaan yang inklusif dan berkelanjutan.
Perempuan jadi punya posisi tawar jika memiliki penghasilan dan mandiri secara finansial.
Yayasan Pulung Pinasti adalah lembaga sosial masyarakat independen dan nonprofit yang didirikan pada 2009 dari laboratorium pengembangan masyarakat seniman dan aktivis kampus.
Pertemuan yang diinisiasi oleh Mesir ini mediskusikan mengenai strategi kedua negara dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan, khususnya kewirausahaan perempuan.
Halimah juga menyoroti pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai kekerasan berbasis gender.
Menurut ICJR, praktiknya penyediaan layanan aborsi aman tidak terlaksana di lapangan dikarenakan tidak ada realisasi konkret dari pemangku kepentingan untuk menyediakan layanan.
Dua lembaga internal, yakni Satgas PPKS dan Komisi Penegak Disiplin UMS telah melakukan investigasi, dan menemukan pelanggaran etik atas dua oknum.
Koordinasi penanganan kekerasan seksual tak hanya bisa mengandalkan lembaga negara yudisial.
Putusan DKPP ke Hasyim Asy'ari beri pelajaran kepada pejabat publik agar tidak menyalah gunakan kewenangan
Berikan pendidikan seks sesuai dengan usianya untuk bisa menetapkan batasan pada orang lain.
SEORANG ayah tiri di Ciamis, Jawa Barat (Jabar), tega melakukan kekerasan seksual kepada balita yang baru berumur dua tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved