Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Korps Bhayangkara Harus Bertransformasi secara Sistemik

Devi Harahap
09/10/2024 19:47
Korps Bhayangkara Harus Bertransformasi secara Sistemik
Diskusi Desain Transformasi Polri untuk Mendukung Visi Indonesia 2045 .(Dok. Pribadi)

AGENDA mentransformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus menemukan justifikasi dari urgensinya di tengah berbagai persoalan manajemen institusi terkait organisasi, soliditas, pengawasan, serta pelanggaran oknum kepolisian dalam pusaran korupsi, judi daring dan narkoba.

Diagnosis permasalahan Polri juga melekat pada perilaku para anggota yang kerap dicitrakan publik memiliki gaya hidup hedonis hingga santer melakukan pelanggaran hak asasi manusia, dan tidak hadirnya perspektif gender dalam penanganan korban-kekerasan kekerasan. Serangkaian persoalan yang menyeruak ini berdampak pada rasa nyaman publik dalam memandang citra Polri.

Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani mengatakan pihak mencatat terdapat 130 masalah aktual yang mengemuka dan melekat di tubuh Polri. Dikatakan masalah ini tersebar pada hampir di seluruh Satuan Kerja dan pada seluruh mandat konstitusional Polri sebagai perlindungan dan pengayoman masyarakat, menjaga keamanan dan ketertiban dan tugas penegakan hukum.

Baca juga : Jumlah Kejahatan di Indonesia Naik 0,66 Persen di Akhir April

“130 masalah ini kemudian diringkas menjadi 12 tema lalu diringkas lagi pada 5 tantangan terbesar yang menuntut penyikapan sistemik oleh institusi Polri. Memang permasalah ini perlahan terus diperbaiki dan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri juga terus meningkat, tapi jika kita perbesar secara lebih mendalam, persoalan ini masih ditemukan di masyarakat,” ujarnya kepada Media Indonesia, di Jakarta pada Selasa (9/10).

Halili memaparkan 5 tantangan terbesar dalam menjalankan pilar transformasi Polri yang paling mendesak untuk direspons terdiri dari akuntabilitas pengawasan terhadap Polri, penegakan hukum, tata kelola pendidikan, organisasi, dan manajemen sumber daya, kinerja keamanan dan ketertiban masyarakat, serta kinerja perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat.

“Sementara tantangan eksternal Polri, juga datang dari peta global megatrend yang juga menjadi tantangan pembangunan Indonesia, di antaranya urbanisasi dunia, integrasi perdagangan internasional, perubahan keuangan internasional, meningkatnya persaingan mendapatkan sumber daya alam, perubahan teknologi, perubahan iklim, dan perubahan geopolitik, yang dalam konteks tugas dan fungsi Polri harus dijawab dengan pendekatan human security,” jelasnya.

Baca juga : Polri Terima 13 Laporan dari Bawaslu Kasus Pelanggaran Pemilu

Selain itu, Halili menjelaskan Polri juga tengah menghadapi tantangan serius pada aspek penegakan hukum yang belum demokratis, keterbatasan integritas, pelayanan publik yang belum responsif dan tata kelola kelembagaan yang belum transformatif, sehingga reformasi Polri saat ini belum menunjukan perubahan signifikan.

“Meski terdapat perubahan-perubahan sporadis dengan modernisasi pelayanan publik, masih terdapat beberapa tantangan sistematis bagi Polri untuk berkontribusi pada Pemantapan Ketahanan dan Tata Kelola Pemerintahan, sebagaimana ditegaskan dalam Pilar Pembangunan ke-4 pada visi Indonesia 2045,” jelasnya.

Permasalahan
Riset terbaru Setara Institute bertajuk Desain Transformasi Polri untuk Mendukung Visi Indonesia 2045, menunjukkan Divisi Propam menjadi badan dengan temuan permasalahan tertinggi berjumlah 41, Bareskrim 37, Baharkam 35, Itwasum 21, Baintelkam 9, Korbrimob 9, Korlantas 8, Lemdikpol 6, dan Densus AT/88 sebanyak 6 masalah.

Baca juga : Kapolri Minta Maaf

Sementara itu, penilaian ahli terhadap isu prioritas Polri terkait akuntabilitas proses penegakan hukum yaitu 82%, akuntabilitas fungsi pelayanan publik 66,3%, kinerja pengawasan terhadap Polri 68,9%, kinerja perlindungan dan pengayoman masyarakat 64,3%, dan tata kelola organisasi dan manajemen SDM Polri 41,3%.

“Penambahan kewenangan Polri melalui revisi UU Polri merupakan langkah yang belum tepat. Sebab kinerja pengawasan terhadap Polri yang menjadi prioritas ke-2 sebesar 68,9% kontradiktif dengan muatan revisi UU Polri yang tidak memberikan ruang terhadap penguatan mekanisme pengawasan, terutama melalui penambahan Kewenangan Kompolnas,” ujar peneliti Setara Institute Ikhsan Yosarie.

Lebih lanjut, Ikhsan menuturkan mayoritas ahli sebanyak 51,2% masih menilai bahwa Polri belum mampu memenuhi unsur demokratis-humanis. Dijelaskan belum terpenuhinya unsur demokratis-humanis memperlihatkan penghormatan terhadap HAM belum terintegrasi dengan baik dalam perilaku dan tindakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Polri.

Baca juga : Polri Tegaskan tidak Pandang Bulu terhadap TPPO

“Kondisi demikian mengakibatkan pengikisan dan/atau menempatkan nilai-nilai HAM bukan sebagai prioritas, sehingga kultur kekerasan masih melekat hingga minimnya ruang partisipasi masyarakat masih terjadi,” jelasnya.

Pada persoalan integritas dan antikorupsi, sebanyak 58,7% ahli memandang Polri masih perlu berbenah. Kondisi tersebut dapat dilihat melalui minimnya kepatuhan hukum dan etik kepolisian dalam melaksanakan tugasnya, seperti aparat kepolisian mengakselerasi kinerjanya secara penuh terhadap suatu kasus berdasarkan viralitas di media sosial maupun di media massa.

“Tetapi masih terdapat 24,6% ahli yang menganggap Polri telah cukup dalam memenuhi aspek ini. Hal ini dapat dimaknai bahwa dalam beberapa kondisi seperti upaya Polri dalam menyederhanakan pelayanan publik untuk mengentaskan praktik suap dan calo, sudah cukup terlihat jelas,” jelas Ikhsan.

Sementara itu, data Ombudsman RI tahun 2023 mencatat terdapat 7.392 laporan masyarakat yang diterima. Dalam hal ini, Polri masih menempati peringkat 3 sebagai instansi dan/atau topik terbanyak yang diadukan masyarakat dengan total 679 laporan.

Atas dasar itu, Ikhsan merekomendasikan paket desain kebijakan ‘Empat Pilar Transformasi Polri’ yang dikonstruksi dengan menyelaraskan tujuan pembangunan pada Visi Indonesia 2045 dengan mengacu pada standar-standar internasional tata kelola sektor keamanan dan pemolisian demokratis.

“Kerangka empat pilar ini mengacu pada obsesi mewujudkan Polri yang demokratis-humanis, Polri yang berintegritas-antikorupsi, Polri yang proaktif-modern, dan Polri yang presisi-transformatif. Dengan menggunakan kerangka empat pilar ini, SETARA Institute merekomendasikan 12 agenda dan 12 sasaran strategis, dengan 25 strategi pencapaian, dan dengan detail 50 aksi yang dapat menjadi agenda prioritas Polri,” jelasnya.

Ikhsan berharap Presiden RI dan DPR RI terpilih dapat menjadikan proposal dan desain transformasi Polri sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan penguatan institusi Polri, termasuk dalam agenda revisi UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.

“Berbagai temuan detail dalam studi ini memungkinkan untuk digunakan dalam penyusunan berbagai instrumen pengawasan terhadap Polri, baik oleh Kompolnas RI, Komisi III DPR RI, maupun bagi elemen masyarakat sipil. Sebagai bentuk general check-up atas kinerja Polri, laporan studi ini dapat menjadi rujukan bagi para pengkaji dan pegiat transformasi sektor keamanan dan penegakan hukum dalam memberikan dukungan penguatan akuntabilitas kelembagaan,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, perwakilan Srena Polri, Kabagjakum Rojakstra Kombes Benny Iskandar Hasibuan, mengatakan pihaknya menyambut baik hasil temuan penelitian Setara Institut tersebut sebagai acuan untuk mentransformasi tubuh Polri ke depan.

“Kami apresiasi hasil temuan 130 masalah itu, jadi sekarang ini kami akan bekerjasama untuk bagaimana meng-clusternya di dalam aksi-aksi rencana strategi sehingga di 2045, agar berbagai masalah itu tidak terjadi lagi. Kita akan memasukkan sebagai temuan itu sebagai strategi untuk memperbaiki kinerja Polri ke depan,” tuturnya. (J-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya