Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Di PBB, Dokter Gaza Ceritakan Pengalaman Dibombardir Israel

Wisnu Arto Subari
02/12/2024 08:34
Di PBB, Dokter Gaza Ceritakan Pengalaman Dibombardir Israel
Anak Gaza.(Al Jazeera)

TANYA Haj-Hassan, seorang dokter, menangis tersedu-sedu saat menceritakan pengalamannya di Jalur Gaza, Palestina, yang dibombardir dalam suatu pengarahan di PBB. Berbicara pada Selasa (26/11) terkait Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina yang diperingati setiap tahun pada 29 November, Haj-Hassan berbagi cerita tentang penderitaan yang disaksikannya.

"Saya ingin seluruh dunia tahu bahwa pada akhirnya saya ialah manusia, saya bukan pena di atas kertas. Saya bukan anonim. Saya manusia yang diciptakan oleh Tuhan," katanya.

Merefleksikan respons global, dia berkata, "Kami menghabiskan 14 bulan terakhir menyaksikan genosida yang paling banyak disiarkan langsung dan didokumentasikan dalam sejarah."

Haj-Hassan menuduh lembaga dan negara global gagal menanggapi secara efektif pelanggaran berat hukum internasional, pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan perang.

Dia mengatakan para saksi mata melaporkan kejahatan, "Yang dalam konteks lain akan menyebabkan sanksi." Ia menambahkan bahwa respons global tetap saja tidak berdaya.

Ia juga mengkritik kampanye propaganda yang meluas yang membenarkan hal yang tidak dapat dibenarkan, membungkam, dan mendiskreditkan mereka yang telah berusaha mengungkap kejahatan Israel.

Pengabaian sistematis suara Palestina

Haj-Hassan mengkritik tidak ada suara Palestina dalam diskusi tentang penderitaan mereka. Ia mengatakan hambatan sistemik merendahkan nilai kehidupan Palestina. "Rekan-rekan Palestina kita tidak ada di sini hari ini karena sistem yang ada saat ini tidak mengakui nilai kehidupan Palestina," keluhnya.

Dokter tersebut juga mengatakan suatu hari nanti seseorang akan menggali catatan orang-orang Palestina yang meliput genosida mereka sendiri ketika jurnalis internasional dilarang tanpa alasan yang jelas.

Haj-Hassan memperingatkan bahwa preseden yang terjadi di Gaza menimbulkan ancaman yang lebih luas terhadap supremasi hukum secara global, dengan mengutip penyebaran kekerasan ke negara tetangga Libanon. "Jika solidaritas dengan sesama manusia tidak cukup menjadi alasan untuk bertindak, pikirkan tentang bagaimana hal ini akan meluas," katanya.

Meskipun menyadari bobot kesaksiannya, Haj-Hassan menekankan bahwa kata-katanya tidak dapat menggambarkan realitas kehidupan warga Palestina, "Selama lebih dari 400 hari dan 76 tahun sebelumnya."

Menggarisbawahi urgensi perlunya bertindak, ia mengkritik sistem yang memberdayakan negara-negara dengan catatan buruk kekerasan global. "Dibutuhkan keberanian untuk melawan sistem yang korup," pungkas Haj-Hassan.

Israel telah melancarkan perang genosida di Jalur Gaza sejak Oktober tahun lalu, menewaskan lebih dari 44.300 orang, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 104.900 orang.

Tahun kedua genosida di Gaza telah menuai kecaman internasional yang semakin meningkat. Para pejabat dan lembaga melabeli serangan dan pemblokadean pengiriman bantuan sebagai upaya yang disengaja untuk menghancurkan suatu populasi.

Minggu lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perang mematikannya di Gaza. (Anadolu/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya